Tuesday 13 March 2012

BELAJAR NULIS NOVEL :)


Dear guys, Long time no see... :D mohon saran dan kritiknya yah buat saya yang lagi belajar nulis novel...Yang lagi punya waktu senggang..ato yang lagi galau...Biar gak galau mending baca tulisan qu deh. Dijamin dapat pahala. :D Please please please, really need ur advise ya guys..Thank u very much. :)


HIDUP ITU KOPI








“Dan adalah sebuah realita, jika kehidupan tidak hanya sehari dua hari. Tapi selama nafas kita berhembuslah, kehidupan itu harus terus kita rangkul dan selami.”















It’s the Beginning…
“Hoaaaaammmmm….” Ayu menggeliat malas di tempat tidurnya. Sudah jam 07.30 pagi, tapi belum ada niat sedikit pun untuk beranjak dari tempat tidurnya. Sambil mengucek-ngucek matanya yang susah untuk terbuka, dia mulai sedikit-sedikit memutar otak, apa yang harus dia kerjakan pagi ini. “Oh gosh….” Dia baru ingat kalau pagi ini ada schedule untuk interview beberapa applicant di kantornya. Yap, Ayusita Mandasari, adalah HRD staff di sebuah perusahaan provider terkemuka di Jakarta. Setiap hari dia memiliki jadwal yang padat di kantornya. Meeting, deadline ini dan itu, appointment dengan beberapa applicant, belum lagi pekerjaan rutin yang memang mau tak mau ia juga harus selesaikan. Ayu lalu langsung bergegas bangun dan mandi. Ia tidak mau datang ke kantor terlambat.
Selesai membersihkan diri, dressed up, sedikit make up, tapi tak ada waktu untuk sarapan. “No time for breakfast if I don’t want to be late” rutuknya. Ayu memang jarang sekali sarapan di kost-nya sendiri. Ya, dia tinggal sendiri di kost-nya di daerah Gambir. Sedangkan keluarga Ayu tinggal di Jogja. Setelah menuntaskan pendidikannya di Jogja, ia memutuskan untuk bekerja di Jakarta. Sebenarnya bukan itu alasan kenapa dia memilih jauh dari keluarga. Padahal Ayu sangat susah untuk hidup sendiri.
Adalah karena seorang pria yang ia cintai, dari awal semester kuliahnya, sampai dengan akhir masa kuliahnya. Seorang pria yang begitu Ayu cintai, tapi kemudian meninggalkannya karena merasa dia tidak lebih baik dari Ayu. Ya. Ayu berhasil menyelesaikan pendidikannya terlebih dulu ketimbang kekasihnya. Dan setelah lulus, ia pun langsung mendapatkan beberapa tawaran pekerjaan dari kerabat keluarga, ataupun dari perusahaan-perusahaan yang ia kirimkan lamaran. Kekasihnya merasa di awal saja ia sudah tidak  yakin bisa membahagiakan Ayu kelak. Ia merasa kalah telak dengan Ayu. Itu memang alasan Reno. Moreno Putra, nama Lelaki itu, dengan alasannya yang sampai sekarang Ayu sendiri tidak habis pikir dan susah untuk diterimanya. Tapi sudahlah. Ia sudah tidak mau ambil pikir untuk itu semua.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Hufft…sampe juga…” Ayu naik bus kota dari kost-nya di daerah Gambir sampai kantornya di daerah Kuningan. Memang agak ribet dan crowded pada jam kerja begini. Tapi tak ada pilihan lain. Ayu harus pintar-pintar mengatur keuangannya. Hemat maksudnya…Karena ia tinggal sendiri, dan tidak mau terlalu banyak merepotkan orang tuanya. Kalau tiap hari harus naik taxi, uang gajinya hanya akan habis di ongkos pikirnya.
“Eh, kenape lu pagi-pagi udah ngos-ngosan begitu?” Itu Jodi, partner kerjanya. Jodi baru saja diminta untuk ber-partner dengan Ayu beberapa bulan yang lalu. Karena pekerjaan Ayu sudah mulai overload. Dan atasannya selalu meminta pekerjaan bisa diselesaikan dengan cepat. Jadilah Jodi mulai dipindahkan ke divisinya. HRD staff junior membantu Ayu yang senior.
“Kaya’ gak tau aja lu Jod…gue kan kalo pagi kaya dikejar-kejar maling. Eh, ngejar-ngejar maling deng” jawab Ayu.
“Mangkenye neng…kalo ayam udah berkokok tu bangun…ini ayam udah mulai nyari makan elunye masih ngorok aje. Liat tu rambut lu! Ngaca dulu sana! Kaya orang abis dikeroyok massa. Hahahahahaha” kelakar Jodi.
“Sialan lu”. Ayu lalu bercermin. Dan benar saja, rambutnya acak-acakan akibat berdesakan dengan penumpang bus kota lainnya.
“Eh, Yu, jangan lupe ye, ntar ada interview 3 orang, jam 10.”
“Iya..itu juga kenapa rambut gue jadi kaya gini karena buru-buru keinget ada kerjaan itu… Coba kalo gak ada interview hari ini, mungkin gue udah bolos hari ini, saking capeknya dan males pula gue hari ini.” :D
“Hhhmmm…kumat deh penyakit malesnye…” Jodi memanyunkan mulutnya ke arah Ayu
“Capek tau Jod…udah beberapa bulan terakhir ini kan gue gak diijinin cuti karena kerjaan numpuk. Kalo sekarang kan udah ada elu yang bantuin gue…jadi bolehlah ngambil cuti beberapa hari biar gue bisa istirahat.”
“Istirahat pale lu peyang. Paling lu ntar malah enak-enakan pergi nonton pelem…ngeceng-ngeceng ke mall liat cowok-cowok cakep. Hhhuuuuu….”
“Hahahaha.. “, Ayu tertawa ngakak mendengar celotehan Jodi yang asli betawi. “Jod…Jod, kalo udah di kantor tu, bahasa lu tu bagusan dikit ke’! Gak keren tau didengernya. :D “
“Yeee…ini kan udah dari nenek moyang gue…Jadi gue sebagai keturunannye masih wajib untuk melestarikannye…”
“Ye udeh ye..terserah lu aje..nyang penting di depan para penggede, bahase lu kagek kaye gite (baca: kagak kaya’ gitu).” Cerocos Ayu sambil meledek Jodi.
“Siaul lu ngeledek gue.”
“Yawda nyok kite kerje.” Dan mulailah mereka dengan setumpuk aktivitas pekerjaan yang sudah menunggu. Jodi backup untuk urusan administrasi hari ini, sementara Ayu mempersiapkan dokumen-dokumen untuk tes & interview, juga menginterview para applicant baru itu sendiri. Mereka sangat sibuk sampai-sampai tidak terasa waktu makan siang pun tiba. Ayu dan Jodi jarang sekali makan di luar kantor. Kadang mereka hanya membeli makan di luar sebentar, kemudian makanan itu dibawa ke kantor. Atau hanya makan menu makan siang yang ada di kantin kantor mereka. Mereka bilang agar bisa lebih dekat dengan teman-teman lainnya. Karena teman-teman yang lain juga lebih sering makan siang di dalam kantor. Hanya sesekali saja mereka makan di luar kantor. Setelah habis gajian, ataupun ketika ada perayaan-perayaan tertentu. Mereka merasa makan di kantor itu lebih asik, karena setelah makan, mereka bisa langsung bercengkerama dengan teman-teman lain dari divisi yang berbeda. Saling bertukar pengalaman, atau sekedar obrolan-obrolan yang gak penting yang bisa membuat mereka tertawa melupakan sedikit kepenatan karena pekerjaan mereka.





















Waktu Pribadi
“Akhirnya selesai juga hari ini….hhuwwwaaaa….” Ayu sudah tiba di kost-nya tercinta dengan pikiran yang penat dan badan yang lengket karena seharian beraktivitas. Buru-buru ia mengganti pakaian kerjanya dengan kaos oblong yang juga memang sudah bolong dan celana pendek saja. Biar begitu masih terasa nyaman buat Ayu jika hanya untuk di dalam kost-kostan. Karena toh Ayu jarang keluar kost lagi. Pulang kerja, kadang dia mampir ke warung-warung tenda atau warteg dekat kost-nya, untuk membeli makan malam lalu dibawa pulang ke kost. “Makan di kost itu lebih santai dan pewe” pikirnya. Lalu ia pun bergegas untuk mandi agar badannya terasa lebih segaaarrr…
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Malam-malam setelah terlepas dari segala macam urusan pekerjaan, terkadang Ayu malah bingung untuk melakukan apalagi di kost-nya. Nonton TV, bosen. Karena yang ada jaman sekarang kebanyakan sinetron. Ngobrol sana-sini dengan anak-anak kost, kadang malah membuat Ayu ngiri. Karena kebanyakan dari mereka tidak pernah lepas dari yang namanya saling memamerkan pacar masing-masing.
“Emangnya gak ada ya, bahan pembicaraan lain selain ngomongin cowok?” Tanya Ayu ketika itu kepada Lily salah satu teman satu kost-nya. Lily yang waktu itu ditanya malah mencibir. “Yeee…elunya aja yang hare gene masih adem ayem aja tanpa cowok. Emang gak hampa tu hidup?”
“Ah, enggak ko’. Biasa aja. Malah gue masih bebas mo ngapain aja. Gak perlu dikit-dikit ijin pacar, dikit-dikit bilang pacar, malessss.”
“Terus…kalo biasa aja kenapa lu pake keberatan kalo gue ngomongin cowok…? Apa…jangan-jangan lu gak doyan cowok ya? Iihh….perlu ati-ati ni gue”
“Iiiihh…sorry ya..gue ini masih normal, tapi gak kecentilan juga kaya lo.” Ayu langsung meninggalkan Lily yang masih terus mencibirnya.
“Ati-ati lo…lama-lama jadi perawan tua.”
Uuuuurrgggghhh….kadang memang geregetan kalo ngobrol sama si Lily itu. Makanya hanya sesekali saja dia mau ngobrol dengan teman-teman kost-nya. Karena ya itu tadi. Cibir mencibir dan saling menyindir yang ada. Kalau sudah begitu, Ayu hanya tidur-tiduran saja di kamarnya sambil mendengarkan musik atau baca buku. Tapi kadang pikirannya bisa tiba-tiba menerawang jauh…sampai ke Jogja. Ya, Ayu, masih suka teringat pada Reno. Mantan kekasihnya itu memang belum bisa begitu jauh dari pikiran dan hatinya. Hampir setiap malam di saat tidak ada aktivitas yang berarti inilah sebenarnya saat yang paling menyiksa Ayu. Hatinya masih bertanya-tanya, kenapa begitu mudahnya Reno meninggalkannya dengan alasan seperti itu. Merasa tidak akan sanggup membahagiakan Ayu. “Apa aku selalu menuntut macam-macam dari dia?” Baik waktu, ataupun materi, Ayu tidak pernah menuntut banyak ke Reno. Karena Ayu sadar, mereka masih sama-sama muda. Mereka juga butuh waktu untuk bergaul, bersosialisasi dengan siapa saja. Tidak hanya berduaan melulu. “Tapi kenapa….? Reno… Reno. Kalau tahu akhirnya akan seperti ini, aku akan lebih memilih untuk tidak mengenalmu Ren.” Dan akhirnya Ayu pun tertidur dengan lelapnya….





















Menjelang Weekend
“Yu, lu weekend mo ke mana? Nonton yuk. Ada film-film baru masak mau dianggurin gitu aje.” Ajak Jodi.
“Hhhmm…belom tau gue Jod. Gue liat schedule gue dulu ya.”
“Lagu lu sepa’. Masih…aja ngomongin schedule weekend-weekend gini. Mang mau ngapain lu? Ada kerjaan sambilan?”
“ :D maksud gue…liat mood gue besok deh Jod…kadang kalo weekend gue malah suka males keluar-keluar. Enakan tidur di kost seharian. ;D “
“Hhhhmmm…pantesan…Gimane mo dapet cowok kalo males begaul begini. Lumutan lu di dalem kost-kostan mulu.”
“Sialan lu. Cakep-cakep begini dibilang lumutan.”
“Ya makenye…kagak bakal ada gunanya no cakep, kalo gak ada yang liat. Udah deh, pokoknye Sabtu besok lu ikut gue, kita nonton, makan, apa ke’, terserah lu. Mumpung gue juga available tau. Biasanya gue kan ade aje acara. Bae’ kan gue…mo ngajakin lu jalan…”
“Hhhuuu…paling ntar ujung-ujungnya lu minta bayarin kan?” sergah Ayu.
“Enggak Yu…masih tanggal muda. Besok deh kalo tanggal tua gue baru minta traktiran lu. Hahahahaha…” kelakar Jodi.
“Yaudah deh lu atur aja Jod. Gue sih ngikut aja… Kalo lu asik mudah-mudahan gue juga bisa ikut asik…”
“Oh harus itu. Pasti asik kalo sama gue.” Ujar Jodi sambil mengangkat bagian kerah di kemejanya.







It’s Weekend Time…….
Sabtu pagi ini Ayu tak seperti biasanya. Bangun lebih pagi. Mendadak ia begitu semangat menerima ajakan Jodi untuk jalan-jalan ke luar. Mungkin memang karena sudah terlalu lama ia hanya menjalani rutinitas pekerjaannya saja tanpa memikirkan kehidupan pribadinya untuk sedikit bersenang-senang.
Jadilah ia pagi-pagi sudah rapi…baju-baju kotornya selama seminggu sudah ia kirim ke laundry tadi malam. Paling ia hanya tinggal membersihkan kamar kost, merapikan barang-barangnya, peralatan make up, dan tumpukan buku-bukunya yang berantakan. Setelah mandi, ia memilih-milih koleksi pakaiannya, mana yang menurutnya cocok untuk dipakai jalan hari ini. Ayu cenderung suka sesuatu yang simple dan gak ribet. Walaupun begitu ia tetap kelihatan manis. Karena pada dasarnya, warna kulitnya adalah warna kulit yang cocok untuk mengenakan pakaian warna apapun. Lalu ia pun bercermin. “Ternyata aku tidak jelek-jelek amat …” dalam hatinya sambil tersenyum. Ya. Ayu memang manis, tidak jelek-jelek amat, dan ia layak untuk mendapatkan pria yang lebih baik daripada Reno. Tapi hatinya….memang masih sulit untuk melepaskan Reno. Pria yang ia cintai beberapa tahun silam. Namun Ayu tak pernah patah semangat untuk menjalani kehidupannya. Karena hidupnya tidak bisa bergantung pada seorang Reno saja. Hidupnya ada di tangannya sendiri. Dan masa depannya masih panjang untuk terus ia jalani.
Tin tin….. “Itu klakson mobil Jodi. Dia sudah datang.” Ayu bergegas membukakan pintu pagar kost-nya. “Lu mo masuk dulu gak Jod?” Teriak Ayu ke Jodi.
“Enggak ah. udeh lu buruan aje…! Udeh siap-siap kan? Enyok kite berangkat kalo udah siap.”
“Lu mo kemana si buru-buru amat? Masih pagi kalleee…”
“Mo ke Arab.” Jawab Jodi kesal. “Ya mo ngajak elu jalan-jalanlah…pake nanya lagi.”
“Ya kan perginya gak jauh-jauh amat Jod…santai aja kalllee… Yuk masuk, gue bikinin minum dulu.”
“Udah…kagak usah..Lu buruan ambil tas sana. Gue tunggu di mobil deh. Buruan…!”
“Iya iya deh…ape kate lu.” Ayu segera menyambar tasnya, mengunci pintu kamar kost, dan bergegas ke beranda depan kost-nya. Dia tak mau membuat Jodi terlalu lama menunggu.
“Cie cie…udah dapet gandengan toh. Mo kencan nih kayaknya.” Lily tiba-tiba nongol dan berteriak dari pintu rumah kost, seraya memanggil teman-teman kostnya yang lain. “Eh, eh, sini sini lu pada. Liat tuh, si Ayu udah dapet gandengan.” Anak-anak kost yang lainnya pun serta merta berkumpul di depan pintu. “Cie….Ayu…akhirnya punya cowok juga…. :D .” Goda Imel. “Kenalin donk Yu…” Nita juga berusaha menggodanya tak mau kalah. “Suit suit…priwittt…cuit cuit cuit…” Begitulah kalau cewek-cewek berkumpul dalam satu kost. Jadi ramai ketika mereka melihat hal-hal yang baru. Sedangkan yang digoda, hanya senyum-senyum saja dari kejauhan. Ayu malas menanggapi. “Biarinlah, mereka mo ngomong apa. Kalo dijelasin juga paling malah tambah panjang ceritanya. Males.” Pikirnya.
“Temen-temen lu pade kenape Yu? Heboh bener. Belom pernah liat cowok cakep yak?” Jodi ngomong sambil menaik turunkan kedua alisnya.
“Ge-er bener lu…ngaca dulu kalo ngomong…!”
“Udah. Emang gue cakep ko’. Tanya aje sama rumput yang bergoyang! Hheee…” Canda Jodi.
“Rumput lagi goyang lu tanyain. Kagak bakal jawab Jod…keasikan goyang.”
“Hahahahaha….bisa aje lu. Yaudah yok kita kemon. Jadi, lu mau gue ajak kemana manis?”
“Ih, bahasa lu kaya om-om sih, manis-manis. Iiihhh…jadi jijay gue dengernya.”
“Lah…ni anak atu. Dipanggil manis malah gak mau. Yaudah..mo kemana pet, sepet.”
“Sialan lu gue malah dipanggil sepet.” Ayu tidak mau kalah.
“Hhhmmm…serba salah ni ama lu Yu. Manis salah, sepet salah. Okelah kalo begitu, mau kemana kita hari ini Ayusita Mandasari?”
“Terserah yang ngajak aja deh…kan elu yang lebih exist, lebih gaul daripada gue. Ya gue ngikut aja deh.”
“Kalo gue masuk jurang loe masih mau ngikut?”
“Dasar sableng….” Dan mereka berdua pun tertawa…. Sudah lama Ayu tidak merasakan sesantai ini. Lepas dari pekerjaan sejenak dan menghirup udara segar di waktu weekend. Lagu yang sedikit agak jadul milik Iwa K yang diputar di radio pun, mengalun menemani perjalanan mereka.
“Malam ini indah…penuh dengan cahya. Yang slalu menerangi sudut…ko..ta… Malam ini indah..penuh dengan warna, yang slalu menghiasi sudut ko..ta…. hhhmmmm”
“Hhhmmm…sampe juga deh kite.” Di tengah perjalanan tadi, Ayu dan Jodi memutuskan untuk ke Plaza Semanggi. Mereka sudah meniatkan diri untuk hang out sampai malam…Menikmati kebebasan sesekali. Hahahaha…. Jadi kegiatan hang out mereka yang pertama..yaitu makan siang… Secara pagi tadi mereka berdua tidak sarapan. Dan sekarang sudah tengah hari, sudah waktunya makan siang pula. Beberapa resto dan food court full. Maklumlah…ini kan jam makan siang.. Apalagi weekend begini. Pasti tambah rame. Akhirnya mereka menemukan sebuah resto, yang tidak terlalu ramai dan menunya cocok dengan selera mereka.
“Lu mo pesen ape Yu?”
“Mmm…kaya’nya yang ini enak nih. Chicken Mozarella + French fries. Loe apa?”
“Sama aja deh Yu. Biar gak ribet. Hehehe…”
“Mbak mbak.” Ayu memanggil seorang pramusaji.
“Saya pesen Chicken Mozarella + French fries nya 2 porsi…sama..minumnya… satu Lime Squash, sama… Lu apa Jod?”
“Air mineral aja deh”
“Oke. Sama air mineralnya dua ya mbak.”
“Loh, ko’ dua Yu? Kan gue pesen atu.”
“Hehe…satu lagi buat gue..Gue kan bocor Jod.”
“Oh iye ye. Baru inget gue. Galon di kantor juga pada cepet abis gara-gara lu. Hahahaha…”
“ :D apa kata lu dah Jod. :D “
“Oke mbak, saya ulangi pesanannya. Dua porsi Chicken Mozarella + French Fries, minumnya satu gelas Lime Squash, dan dua botol air mineral. Mau yang dingin ato enggak mbak?”
“Yang dingin mbak. Setuju Jod?”
“Oke.” Sahut Jodi.
“Baik ditunggu pesanannya segera diantar.” Kemudian pramusaji itu melangkah menjauh dari mereka. Sementara menunggu, Ayu dan Jodi terlibat pembicaraan. Obrolan yang tidak formil tentunya..
“Yu, lu kenape sampe sekarang kagak punya-punya cowok sih Yu? Padahal kan…lu udah hampir lima tahunan di Jakarta. Emang cowok di Jakarta gak ada yang menarik perhatian lu ye?”
“Jangankan elu. Gue sendiri juga gak tau Jod kenapa. Kaya’nya masih susah…banget buat gue ngebuka hati lagi buat yang lain. Takut kecewa lagi gue. Gimana dong Jod?”
“Yaelah…baru juga diputusin ame satu cowok udah trauma kaya’ gitu. Ya lu belajar nerima kenyataanlah… kenyataan itu memang kadang pait Yu… Cuman kan itu semua tergantung gimane elu menyikapinya. Masalahnya udeh lama banget Yu..loe ngejomblo..inget umur donk ah..! Elu kan cewek. Emang belom ada kepengen-kepengen kawin yak? :p “ Ledek Jodi.
“Nikaaaahhhh…kaleeee…”
“Iye iye…nikah trus kawin…hahahaha”
“Ya pasti ada lah Jod..gue kan manusia normal. Cuman kan gak mungkin juga gue asal nyomot cowok di jalan. Harus yang bener-bener tepat.” Jelas Ayu.
“Apa perlu, gue kenalin ke temen-temen gue?” Masih banyak stock gua…” Tawar Jodi.
“Baraaaannnggg kale setok. Hahahaha…”
Selang beberapa saat, “Silahkan mbak pesanannya.” Makanan yang dipesan Ayu dan Jodi sudah datang. Pramusaji tersebut langsung meletakkan pesanan Ayu dan Jodi serta mempersilahkan mereka untuk menikmati hidangan makan siang mereka.
“Yaudah yok…kite nge-lunch dulu. Ntar ngobrolnya disambung lagi.”
“Oke.” Jawab Ayu.
Dan merekapun menikmati makan siang mereka. Sangat lahap, karena saking laparnya gara-gara tidak sarapan tadi pagi.
Setelah makan siang selesai, mereka melanjutkan agenda jalan-jalan mereka selanjutnya. “Kita muter-muter bentar ya Jod, biasa..liat-liat baju bentar…he….”
“Lama juga kagak papa ko’ Yu….gue jabanin dah hari ini buat elu. Biar gak stress mikirin kerjaan mulu. J
Jodi dengan sabarnya mengikuti kemana Ayu melangkah. Dari toko baju yang satu..ke toko yang lain. Dari outlet yang satu…ke outlet yang lain. Jodi ikhlas. Asal ia tidak melihat sahabatnya merana kesepian di kost terus.
“Kagak ada yang lu beli Yu?” Tanya Jodi.
“Enggak ah. Gak ada yang sreg.” Jawab Ayu.
“Hah, segitu banyaknya toko yang lu masukin lu bilang kagak ada yang sreg? Buset dah…milih baju kaya milih laki loe Yu.”
“Hahahaha…maap Jod…ya abis gimana, kan tadi gue bilang liat-liat, gak beli-beli. Lagian emang gak ada yang sreg ko’ Jod… Gue emang begitu kalo milih barang kalo gak direncanain agak susah dapetnya… Agak aneh emang gue. Hehe..maap deh. Yaudah yok, sekarang loe gue traktir nonton deh…” Rayu Ayu.
“Hhmmm…mulai deh rayuan mautnya.”
“Ya daripada liat muka lu ditekuk. Kan kemaren katanya lu mo bikin gue seneng… Gimana bisa seneng kalo liat muka begitu. Ayo. Senyum dong!”
“Heee…. Jodi yang dirayu begitu bukannya senyum melainkan nyengir.”
“Ih malah kaya’ kuda tu nyengirnya.”
“Siaul loe. Yaudah ayok kite nonton pelem….” Jodi langsung menarik tangan Ayu menuju ke XXI. Sampailah mereka di depan bioskop.
“Ayo mo nonton apa lu Jod?”
“Ngikut aja deh. Eh tapi kaya’nya Limitless bagus yak.”
“Iya kaya’nya bagus. Yaudah yang itu aja ya. Oke lu tunggu bentar deh. Gue beli ticket nya dulu.” Ayu segera ke loket untuk membeli dua buah ticket film yang mereka pilih. Antriannya cukup panjang juga. Ayu tetap menunggu dengan sabar. Toh ini bukan sedang dikejar-kejar deadline kerjaan. Ini kan weekend. Dan Ayu ingin weekend nya kali ini berbeda dari weekend weekend biasanya. Ia ingin lebih santai and of course, this is Ayu’s fun time! Ia memilih 2 buah seat yang masih kosong, agak di tengah. Jadi tidak terlalu mendongakkan kepala atau mata tertuju terlalu ke bawah waktu menonton. Ayu segera menghampiri Jodi yang sedang menunggu. Dua ticket sudah di tangannya.
“Dah ni. Gue udah dapet ticketnya.”
“Duduk di mane kita? Kagak di pojokan kan? Ntar dikira gue cowok lu lagi ngajak mojok-mojok. Bisa ilang pasaran gue.”
“Iiihh..lagian siapa juga yang mau dibilang pacaran sama elu. Tobat gue.”
“Yeee….ikut-ikutan aje. Mulai jam berape pilemnye?” Tanya Jodi.
“Bentar lagi… Sengaja gue pilih yang jamnya bentar lagi biar nunggunya gak kelamaan. Gak papa kan?”
“Kagak ape-ape…yang penting udah dibayarin nonton pelem ama kakak senior…. :D “ ledek Jodi.
“PINTU TEATER 2, TELAH DIBUKA. PARA PENONTON YANG SUDAH MEMILIKI KARCIS DIHARAPKAN SEGERA MASUK KE DALAM TEATER 2. PINTU…….”
“Nah…ntu udah dihalo-haloin. Nyok.”
“Nyokkkk dah.” Balas Ayu. Selama dua jam lebih mereka hanyut terbawa cerita film tersebut. Selama dua jam itu pula Ayu seakan menemukan dunia yang lain dari hidupnya. Dunia yang jarang ia temui. Bersenang-senang sebentar tanpa memikirkan pekerjaan atau hal lainnya. Sampai akhirnya film selesai, mereka bergegas keluar dari dalam teater, tapi kemudian duduk duduk sebentar di bangku panjang yang disediakan di depan lobby bioskop.
“Udah capek Yu? Katanye mo sampe malem..masa jam segini udah KO lu.”
“Bukan..cuman ntar dulu ah. Lagian kan masih sore Jod. Lu mo buru-buru amat kaya’ mo kemana aja.
“Yaudah deh…duduk-duduk dulu deh di sini. Mo tidur-tiduran juga kagak papa ko’ Yu.
“Hahhahaha…enggaklah Jod…”
“Eh, gue ke toilet bentar ye. Tunggu, jangan kemane-mane lu.” Seru Jodi.
“Iya iya..omongan lu udah kaya’ ibu-ibu yang nasehatin anaknya dah. Buruan…!”
Jodi pun bergegas ke arah toilet. Sedangkan Ayu, menunggu sambil membuka-buka ponsel nya. Sembari melihat ke sekeliling sekali-sekali. “Siapa tau ada cowok cakep nyantol. Hihihihi…” Pikirnya geli. Ayu membuka ponselnya lagi, melihat-lihat ke sekeliling lagi. Membuka ponselnya lagi, melihat-lihat ke sekelilingnya lagi. Dan…tiba-tiba, dia seperti melihat sosok pria yang dikenalnya di tengah-tengah kerumunan pria lainnya. Ayu menggelengkan kepalanya, mengucek-ngucek matanya, mengucek-ngucek rambutnya. Eh bukan. :D “Enggak, gak mungkin dia di sini.” Ayu masih belum percaya dengan apa yang baru saja sekelebatan hadir di depan matanya. Ayu kemudian berdiri, mencoba untuk mengikuti kemana sekerumunan pria itu berkumpul. Ayu perlahan-lahan ingin mengikuti mereka, sebelum akhirnya….
“Nah…ya. Gue bilang jangan kemane-mane..malah mau maen sendiri loe.”
Ayu spontan tersentak kaget pundaknya ditepuk oleh Jodi. “Ah sialan lu ngagetin aja.” Ayu mengelus dadanya.
“Lagian kenape sih? Elu merhatiin siape…? Udeh ketemu same yang sreg? Ade, cowok yang disini yang bikin sreg ati lu?”
Ayu salah tingkah. Ia ragu-ragu menjawab pertanyaan Jodi. Karena ia sendiri masih ragu dengan apa yang baru saja ia lihat. “Ah, enggak…cuman tadi kaya’nya ada temen gue jaman kuliah dulu..tapi kaya’nya gue salah liat. Yaudah yuk. Udah kelar kan lu acara di toiletnya. Ayok kita kemana lagi?” Ayu segera mengalihkan pertanyaan yang diajukan Jodi.
“Beneran lu gak kenape-nape? Ko’ muka loe kaya orang bingung gitu?”
“Gak papa…salah liat orang mungkin gue.”
“Hhhmm..kebanyakan bengong sih loe…ayam tetangga gue bengong besoknya mati Yu.”
“Hahahaha…sialan lu nyamain gue sama ayam.” Mereka pun berlalu dari bioskop ke area mall lainnya. Tapi di dalam hatinya, Ayu masih bertanya-tanya siapa yang sebenarnya baru saja ia liat tadi.
“Eh, gue mo cari sepatu Yu. Sepatu kerja gue udah hampir rusak. Gak pape kan nemenin gue nyari-nyari bentar?” Tanya Jodi kepada Ayu.
“Ya gak papalah Jod…emang loe mau minta ditemenin siapa lagi selain gue? Cewek loe? Punya cewek aja kagak. Gaya loe.” sela Ayu sambil sedikit menoyor kepala rekan kerjanya itu.
“Oke deh…siippp…”
“Mau cari sepatu yang kaya gimana loe?”
“Ya model-model pantofel standard orang kerjalah..lu kaya’ gak tau aja selera gue kaya gimane.”
“Iya gue tau selera lu kaya’ apa.” Jawab Ayu. Eh tu tu toko itu kaya’nya bagus-bagus tu sepatunya. Coba yuk masuk dulu.” Ayu segera menarik tangan Jodi. Mereka pun masuk ke dalam toko sepatu yang ditunjuk Ayu. Tapi ternyata tidak ada yang cocok untuk ukuran kaki Jodi. Mereka kembali berjalan berkeliling lagi mencari toko sepatu lainnya. Tidak ketemu di lantai bawah, mereka segera ke lantai atas. Sampai akhirnya, Jodi menemukan sepatu yang cocok dengannya.
“Pas Jod, bagus di kaki loe yang gede’. Hahaha….”
Jodi hanya tersenyum mendengar pendapat Ayu. “Yaudah deh gue ambil yang ini aje. Mbak mbak..saya mau yang ini mbak.” Jelas Jodi kepada si pramuniaga.
“Oke mas, nomernya sudah cocok?” Tanya pramuniaga tersebut.
“Udeh mbak. Bungkusin ye.”
“Hahahaha….kaya’ beli martabak Jod bahasa lu. Hahaha…” Ayu ngakak mendengar pembicaraan Jodi dengan sang pramuniaga.
Seharian bersama Jodi, sangat amat membuat Ayu merasa terhibur. Ia sedang merasa tidak hidup sebatang kara di Jakarta sekarang. Ya. Ia masih memiliki rekan kerja, yang juga bisa menjadi seorang sahabat di luar pekerjaannya. Dan ia merasa beruntung memilikinya.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Waktu pun berjalan dengan sangat cepat. Sudah hampir seharian penuh Ayu dan Jodi berkeliling di mall tersebut. Hingga malam pun tiba. Ayu baru teringat, di Plaza Semanggi, ada Sky Dinning, tempat anak-anak muda kumpul. Tempat itu selalu ramai dikunjungi. Apalagi weekend atau malam minggu seperti ini. Hanya untuk sekedar nongkrong-nongkrong, mendengarkan live music, ataupun makan malam. Ayu sudah lama sekali tidak ke sana lagi setelah yang pertama kalinya ketika ia baru-baru saja di Jakarta. Beruntung Jodi mau menemaninya untuk duduk-duduk sebentar sambil mencari makan malam. Mereka tentunya sudah lapar lagi karena seharian berkeliling mall.
“Nongkrong-nongkrong bentar ya Jod di Sky Dinning. Lagian udah lama gue gak ke sana.”
“Oke dah..gue juga laper. Cari makan dah gua… “
Sangat ramai suasana di tempat itu. Mereka sudah agak kesulitan untuk mencari tempat duduk yang nyaman dan tentunya dengan view yang pas. Dan akhirnya mereka dapat tempat duduk yang agak jauh dari live music. Agar mereka bisa melanjutkan obrolan mereka tadi siang dan tidak perlu berteriak-teriak pula karena suara musik yang sangat keras.
“Lu mo makan apa Jod…?” Tanya Ayu. Mereka segera memesan makanan. Ayu dan Jodi juga tidak mau menyia-nyiakan waktu kebersamaan mereka. Ketika makanan sudah tiba, dan sambil menikmati makan malam mereka, pembicaraan pun berlanjut.
“Jadi, lu masih belom bener-bener bisa ngelupain si..siapa name cowok lu yang dulu ntu?”
“Moreno…”
“Iye. Kaya’ pembalap ye namanya Moreno. :D “
“ :D ya gimana ya Jod, dibilang bisa ngelupain ya…udah setengan ngelupain. Tapi dibilang lupa banget juga gue gak akan pernah bisa bener-bener ngelupain dia… Lu bayangin aja hampir empat tahun gue pacaran. Gimana gak susah gue ngelupainnya.”
“Ye gue ngarti…tapi bukan berarti lu harus terus-terusan larut sama hal itu. Itu biase dalam dunia percintaan. Lu seharusnye beruntung. Karena lu bisa belajar dari situ. Itu pilihannye si Reno buat ninggalin lu. Memang sakit, tapi lu gak boleh terus-terusan dibayang-bayangin sama die terus. Realistis aje sih Yu..Ngapain sih kita mikirin orang yang belum tentu masih mikirin kite juga. Ya gak?”
“Iya sih..” jawab Ayu pasrah.
“Harus mulai buka hati Yu..ntar gue bantuin deh cariin cowok buat lu kalo lu masih susah dapetin cowok.” tawar Jodi.
“Enggak ah Jod. Gue paling gak suka comblang menyomblang. Kenal sendiri itu lebih enak. Lebih alami.”
“Sekarang gimane lu bisa kenalan sendiri kalo lu nye jarang bergaul.”
“Yaudah deh..mulai hari ini, saya, AYUSITA MANDASARI, berjanji, akan lebih sering-sering gaul, di dunia pergaulan, biar cepet dapet jodoh.”
“Hahahahahha….” Mereka berdua pun tertawa lepas, seolah tidak ada beban yang mengikat.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Yap. Sampailah mobil Jodi di depan kost-kostan Ayu. Sudah jam 11 malam. Sudah agak sepi. Walaupun beberapa kendaraan masih berlalu lalang di daerah komplek kost Ayu.
“Jod, makasih banyak ya buat hari ini. Ngajak gue muter-muter dan ngegaoel… :D “
“Same-same Yu..gue juga seneng kalo lu seneng. Besok-besok kalo lu butuh temen buat jalan, gue kagak keberatan nemenin lagi.”
“Siipp…dah. Bae’ bener lu emang. J “ Ayu tersenyum kepada Jodi.
“Yaudah gih, lu buruan masuk. Udeh malem juga. Gak enak sama yang lain.” Perintah Jodi.
“Iya deh. Gue masuk dulu ya. Sekali lagi makasih. Sampe ketemu hari Senin ya.”
“Oke. Ati-ati lu..” Ayu segera turun dari mobil Jodi. Mobil Jodi pun segera berlalu dari pekarangan kost Ayu.
“Ati-ati…” Teriak Ayu ke arah mobil Jodi yang berlalu. Kemudian Ayu pun segera masuk ke rumah kost nya. Ternyata, di dalam masih ramai. Teman-teman penghuni kost-nya masih berkumpul untuk menonton TV. seketika mereka menjadi ramai melihat Ayu yang baru saja masuk.
“Cie cie…yang abis kencan..beda deh atinya..ehem ehem..” Canda Lily.
“Beda apanya sih Li..?” Tanya Ayu.
“Ya bedalah..keliatan ko’. Tu di deket pala ma hatinya banyak bunga-bunga.” Hahhahahaha…yang lain pun ikut tertawa.
“Ngaco’ loe..lagian siapa juga yang kencan. Orang itu temen kerja gue..junior gue di kantor..”
“Di kantor boleh junior..di luar, siapa yang tau..” hahahahahah…mereka pun tertawa lagi mendengar ledekan Lily untuk Ayu.
“Udah ah, pada tambah ngaco aja lu pada. Udah ya, udah malem. Gue mau tidur, ngantuk.”
“Mau mimpiin si junior ya?” haahahahaha…. Ledek Lily lagi dan teman-temannya.
Ayu tak mau ambil pusing. Ia langsung menuju kamarnya. Hari ini memang menyenangkan, tapi juga cukup melelahkan. Setelah masuk kamar, Ayu duduk sebentar di pinggiran tempat tidurnya. Ia teringat kejadian tadi siang ketika di bioskop. Masih mencoba mengingat-ngingat kembali dengan apa yang ia lihat. “Gak mungkin dia…Mungkin aku hanya salah lihat.” Pikirnya dalam hati. “Ah sudahlah. Sudah malam. Dan aku juga capek. Just forget it”













This is Monday Already…
Weekend pun berlalu. Ayu kembali menjalankan aktivitasnya, melalui segala rutinitas pekerjaannya, dengan dibantu Jodi tentunya. Banyak sekali hal yang harus ia selesaikan. Tugas-tugas dari atasan. Belum lagi deadline yang juga menumpuk. Meeting pun tak pernah luput dari bagian tugas mereka. Seperti siang ini, ia harus mengikuti agenda meeting “Kebutuhan SDM Urgent Perusahaan.” Itu tema topik meeting hari ini. Meeting hari ini akan dimulai setelah jam makan siang. Otomatis dari pagi sampai dengan jam makan siang, Ayu memaksimalkan waktu yang ada untuk menyelesaikan tugas-tugas yang urgent hari ini. Agar tidak keteteran. Karena untuk meeting kali ini pun Jodi diminta untuk join. Tidak ada yang menggantikan tugas mereka sementara selama mereka meeting. Jadilah mereka seperti 2 orang yang sedang berperang, menyiapkan segala sesuatunya berdua, sibuk, dan sangat padat.
Setelah selesai makan siang, mereka segera bergegas mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk meeting siang ini. Semuanya sudah siap, mereka berdua segera memasuki ruang meeting diikuti para staff lainnya. Dan meeting pun dimulai.
“Selamat siang.” Itu Pak Khrisna. Direktur Utama di perusahaan ini. Dia yang akan memimpin jalannya meeting siang ini. “Seperti kita ketahui bersama,” Pak Khrisna melanjutkan pembicaraannya. “Perusahaan kita sudah tumbuh dengan pesat. Beberapa bulan lagi kita juga akan menambah cabang-cabang di beberapa daerah. Oleh karena itu, kita membutuhkan SDM yang cukup banyak. Untuk ditempatkan di beberapa daerah tersebut. Saya katakan ini sangat urgent, karena kebutuhannya semakin mendesak. Kita tidak bisa tunda-tunda lagi. Pada meeting siang ini, saya akan membagi tugas untuk kalian semua, terutama para Kabag dan HRD staff tentunya.”
Ayu dan Jodi saling melirik satu sama lain. Mungkin isi otak mereka saat ini sama. Pekerjaan mereka akan bertambah banyak untuk beberapa bulan ke depan. Mereka berusaha mempersiapkan diri mereka dari sekarang. Apapun keputusan direksi, toh mereka harus tetap jalani.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dua setengah jam telah berlalu. Meeting pun usai. Ayu dan Jodi belum mau berkomentar apa-apa tentang hasil keputusan meeting hari ini. Masih sama-sama speechless, masih sama-sama berpikir untuk pembagian tugas antara mereka. Terutama Ayu.
“Ayu..” Ada yang memanggilnya. “Ayu…” Ternyata Pak Khrisna.
“Oh, Pak Khrisna, ada apa pak?” Jawab Ayu dengan sopan.
“Saya lupa menyampaikan ke kamu…Mungkin beberapa staff senior kita akan dimutasikan ke kantor cabang. Tentunya setelah kita mendapat replacement dari recruitment yang akan kamu lakukan dengan Jodi. Karena kita tidak bisa menjalankan kantor baru hanya dengan orang-orang baru juga. Mereka perlu dibimbing oleh staff-staff senior. Jadi tolong kamu persiapkan segala sesuatunya ya.”
“Baik Pak.” Pak Khrisna kemudian berlalu dari hadapan Ayu.
“Hufft…banyak tugas Jod..siap-siap capek ya lu.”
“Siap bu boss.” canda Jodi berusaha mencairkan suasana. Ia tidak mau Ayu terlalu larut, lalu kemudian stress hanya karena pekerjaannya.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sudah hampir jam sembilan malam, tapi Ayu dan Jodi belum beranjak dari ruang kantor mereka. Jodi melihat ke arah Ayu. Ia masih nampak begitu serius. Jodi sebenarnya tidak berani untuk mengganggunya. Tapi ini sudah terlampau malam.
“Yu, mau nginep di sini ye?” Tanya Jodi dengan nada yang sangat pelan.
“Enggaklah Jod.” Jawaban singkat keluar dari mulut Ayu.
“Udeh jam sembilan malem. Lu mau di sini sampe jam berape…?”
“Masak si udah jam sembilan? Salah liat kali lu…” Ayu masih tetap keukeuh, dan matanya tidak beranjak dari monitor komputernya.
“Aduh..ni cewek atu kalo dibilangin kagak percaya. Udeh yuk Yu. Pulang aje…kerjanye kan masih bisa diterusin besok lagi…” Jodi masih berusaha membujuk Ayu.
“Lu duluan deh Jod. Gak papa.”
“Hhmmm…kalo lu gak mau pulang gue juga kagak pulang dah..Gue temenin sampe pagi juga.”
Seketika Ayu mengalihkan pandangannya. Sekarang baru ke arah Jodi. “Yaudah deh lu tungguin gue. Setengah jam lagi kita balik.”
“Okelah.”
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tiga puluh menit kemudian, Jodi mengingatkan Ayu lagi.
“Yu, please, udeh setengah sepuluh. Nyok pulang.”
“Oke Jod, gue beres-beres sama matiin computer dulu ya.”
“Oke. Gue tungguin. Gue sih udah beres.”
Sementara Ayu merapikan meja kerjanya, Jodi diam-diam memandangi wajah Ayu. “Hari ini Ayu sangat kelihatan capek..kasian si Ayu. Kalo gue ajak makan dulu gak papa kali ye..Lagian dia kan emang belom makan malem dari tadi.” Dalam hatinya.
“Yok.” Suara Ayu membuyarkan lamunan Jodi.“Ko’ malah bengong sih Jod?” Tanya Ayu.
“Gak..gak pape…yok pulang.”
Mereka berdua pun akhirnya meninggalkan ruangan kerja mereka..Melewati ruangan-ruangan dan divisi lainnya di kantor mereka yang memang sudah tidak ada orang sama sekali. Staff terakhir yang pulang malam ini pukul delapan tadi. Satu setengah jam lebih awal dari mereka. Sudah sangat lengang memang. Mereka hanya bertemu dengan security gedung di lantai bawah.
“Lu gue anterin Yu. Tunggu di sini bentar.”
“Gak usah kali Jod, gue naik taksi aja. Ntar lu malah tambah kemaleman lagi gara-gara nganterin gue dulu.” tolak Ayu dengan halus.
“Gak pape…pokoknya tungguin bentaran di sini ye. Gak boleh nolak. Ini udeh malem. Gak boleh cewek malem-malem pulang sendiri. Bisa berabe. Tunggu ye.”
Baru Ayu mau menjawab lagi si Jodi sudah kabur ke arah parkir. Dalam hatinya Ayu jadi merasa tidak enak. Gara-gara dia pulang terlalu malam Jodi jadi ikut repot. Tapi Jodi memang baik. Terlalu baik bahkan.
Sekitar sepuluh menit kemudian, Jodi sudah muncul dengan mobilnya.
“Yok, naek.” Ajaknya. Mobil pun melaju.“Lu belom makan malem kan Yu? Kita cari makan dulu ye. Sebentar doank. Biar lu kagak masuk angin. Ntar kalo lu masuk angin yang mau ngerokin siape coba? Masak gue.” canda Jodi.
“Aduh Jod…ini kan udah malem banget..Gak usah deh..Gampang deh…kalo soal makan..gue bisa masak mie instan ntar di kost.”
“Nah ini ni. Yang namanya anak kost, andelannya cuman mie..mie..mie..Ntar begitu sakit aje, bikin repot orang banyak. Kagak-kagak. Kagak sehat lu ntar makan mie mulu. Kite makan malem dulu ye. Gue tau ada tukang nasi goreng yang enak.” Jodi tersenyum ke arah Ayu. Ayu pun tersenyum. Ia tahu ia tidak pernah bisa menolak kebaikan Jodi.
Sampailah mereka di tempat nasi goreng yang enak di daerah Menteng seperti yang Jodi katakan tadi. “Bang, nasi goreng dua ye. Satu pedes, satu sedeng pedesnye.” Jodi langsung memesan dua porsi nasi goreng untuk dirinya dan Ayu.
“Minumnya apa mas?” Tanya si tukang nasi goreng.
“Teh manis anget dua.” Jawab Jodi.
“Ko’ diem aje Yu dari tadi?”
“Ya kan udah lu pesenin nasi gorengnya..Masak gue suruh ikut tereak-tereak juga.”
“Hehehe…mulai stress ni orang. Lu keliatan capek banget Yu…”
“Masak si? Ya beginilah Jod..Namanya juga orang kerja.”
“Udeh..kagak usah terlalu lu pikirin…yang namenye kerjaan ya emang kagak pernah ada abisnye. Kan tugas gue backup elu..Jadi kalo emang udah ngerase overload, bagi-bagi dah tu kerjaan ke gue. Malah cepet beres kan jadinye?!”
“Tenang Jod..porsi lu udah gue siapin untuk beberapa minggu ke depan. :D “
“Waduh, jadi nyesel gue menawarkan diri. Hahaha….becanda Yu..gue ikhlas lah bantuin lu..Kan emang udah tugas gue.”
“Makasih Jod… J
“Nah..udah ni nasi gorengnya…Yuk buruan dimakan, biar gak tambah malem pulangnye.”
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
 Satu jam kemudian, Ayu sudah berada di depan kost-nya. “Thank you ya Jod, ati-ati lu.”
“Iye…udah lu istirahat sono. Pe ketemu besok ye..” Jodi segera melaju menghilang dari hadapan Ayu. Dan hanya satu hal yang Ayu rindukan malam ini. Kasurnya… J





Kerja…..Semangat!!
Pagi ini Ayu sudah siap dengan semua tugas yang diserahkan kepadanya. Ia juga tidak lupa membagi beberapa pekerjaan kepada Jodi, agar segala sesuatu yang perlu di-follow up segera selesai tepat pada waktunya. Dan pagi ini juga ia harus bertemu dengan Pak Khrisna. Ia akan memberikan laporan mengenai recruitment yang akan segera dilakukan baik di kantor pusat maupun di kantor cabang.
“Kriinnngg….telepon di meja Rina, sekretaris Pak Khrisna berbunyi. “Iya halo pagi.” Jawab Rina lembut.
“Pagi Rin..Pak Khrisna sudah datang?” Ternyata Ayu yang menelepon.
“Oh..mbak Ayu ya? Belum datang mbak. Mungkin sebentar lagi. Biasanya sekitar jam setengah sepuluh beliau baru datang. Ada apa ya mbak?”
“Oh gitu…aku mau ketemu beliau Rin. Aku bisa minta tolong Rin? Tolong informasikan ke aku kalau nanti beliau sudah datang!”
“Bisa mbak. Nanti saya kasih tau mbak Ayu ya kalo Pak Khrisna nya sudah di ruangan.”
“Oke Rin..thanks ya.” Ayu menutup gagang teleponnya. Berarti masih ada beberapa waktu lagi untuk memeriksa laporannya sebelum bertemu dengan Pak Khrisna.
Pukul sembilan lebih empat puluh menit, telepon di meja Ayu berbunyi. Ayu mengangkat gagang telepon. “Halo…”  Sapanya.
“Halo mbak Ayu..Rina mbak..”
“Oh Rina. Iya gimana Rin?”
“Pak Khrisna sudah datang mbak. Dan kebetulan beliau memang mau ketemu dengan mbak..”
“Oh gitu…Bagus deh kalo gitu. Saya bisa ke ruangan beliau sekarang kan kalau begitu?”
“Bisa mbak. Memang sudah ditunggu.” Jawab Rina.
“Oke Rin. Makasih ya. Saya segera ke sana. Ayu meletakkan gagang teleponnya.
“Jod, gue mau ketemu Pak Khrisna sebentar. Lu tolong backup gue dulu ya.”
“Siipp…Sukses ye.” Jodi berbicara kepada Ayu sambil mengedipkan sebelah matanya.
“Ih, genit.”
“Hahahaha….” Jodi hanya tertawa terbahak melihat reaksi Ayu.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Maaf Pak Khrisna, Mbak Ayu sudah ada di luar mau ketemu bapak.” Rina menyampaikan perihal kedatangan Ayu kepada Pak Khrisna.
“Oh, oke. Suruh dia masuk.” Pak Khrisna memberikan perintah kepada Rina untuk membiarkan Ayu masuk ke ruangannya.
“Mbak, udah boleh masuk tuh.”
“Iya Rin. Makasih ya.”
“Tok tok tok.” Terdengar suara pintu ruangan Pak Khrisna diketuk. “Yak, masuk.” Pak Khrisna mempersilahkan Ayu masuk ke ruangannya.
“Pagi pak.” Sapa Ayu sopan.
“Pagi Ayu. Duduk duduk. Silahkan. Gimana, ada progress apa?” Ayu lalu duduk di kursi persis di depan meja Pak Khrisna.
“Terima kasih pak. Ya perihal meeting kita yang kemarin pak. Ada beberapa hal yang harus saya ambil detailnya dari Pak Khrisna.”
“Oke-oke…Silahkan kamu sampaikan. Kita bicarakan satu persatu ya.” Pak Khrisna terlihat sudah siap dengan apa yang akan disampaikan oleh Ayu. Kemudian Ayu pun meneruskan pembicaraannya dengan Pak Khrisna.
“Iya pak. Soal recruitment untuk kantor cabang kita di daerah, itu nanti siapa yang bakal handle di sana ya pak? Terutama yang di Jogja dan Surabaya.”
“Ya kamu to Yu..siapa lagi..Percuma donk..saya punya orang professional seperti kamu kalo gak dimanfaatkan. Hehehehe…” jawab Pak Khrisna sambil tertawa menggoda Ayu.
“Loh, saya pak? Saya kira bapak akan menugaskan HRD dari kantor yang lain yang di Jakarta.”
“Siapa? Si Hermawan? Shinta? No no no no no. Saya kurang percaya sama mereka.”
“Kurang percaya gimana pak?” Tanya Ayu penasaran.
“Ya saya menilai mereka, tanggungjawab nya kurang besar. Saya percayakan semuanya sama kamu Yu. Karena ya..saya percaya dengan apa yang kamu kerjakan untuk perusahaan ini. Lagian kamu asli Jogja to? Sekalian pulang kampung lah..Tengok keluargamu sesekali.” Sangat pandai sekali Pak Khrisna memberikan tawaran pekerjaan ini kepada Ayu.
 “Tapi pak…”
“Udah…gak usah pake tapi tapi. Saya maunya kamu ya kamu. Saya yakin kamu pasti bisa menyelesaikan tugasmu. Sekarang begini saja. Yang di Jogja, itu bagian kamu, sedangkan untuk yang di Surabaya, biar si Hermawan yang handle. Gimana…? Kira-kira apalagi yang kurang jelas?”
“Trus tugas-tugas saya yang di sini nanti bagaimana ya pak? Saya kasian juga nanti kalo semuanya harus di handle Jodi sendiri.”
“Ayu..Kamu harus terbiasa punya partner kerja ya. Dari awal Jodi memang sudah saya tugaskan untuk backup kamu. Jadi kamu juga harus mulai belajar untuk mempercayakan segala sesuatunya sama dia. Kalau tidak nanti kerjaan kamu malah berantakan.” Jelas Pak Khrisna.
“Oke pak..Baik kalo begitu. Saya akan segera jalankan tugas dari bapak.”
“Oia, satu lagi Yu. Ticket kamu ke Jogja, biar diatur sama Rina ya. Pokoknya dalam minggu-minggu ini kamu harus bersiap. Untuk lebih pastinya nanti Rina akan kasih tahu kamu lagi.”
“Baik pak. Kalo begitu..Saya permisi dulu pak. Masih ada pekerjaan yang lain.”
“Oke Yu. Makasih ya.”
“Ya pak. Sama-sama.” Ayu pun berdiri dari kursinya, beranjak meninggalkan ruangan Pak Khrisna.
“Nah…ini dia udah nongol..Gimane Yu, hasil pembicaraan dengan babe? Hehehe..” Goda Jodi.
“Jod…lu siap-siap gue tinggal ya.”
“Hah, tinggal pegimane maksut loe? Jangan nakut-nakutin gue dong Yu..”
“Hahahaha…elu ya. Kaya’ anak mau ditinggal emaknya. Iya Jod..Jadi..kata Pak Khrisna, dalam minggu-minggu ini gue harus segera berangkat ke Jogja, buat handle recruitment di sana.”
“Haduh…single fighter deh gue.”
“Hahahaha…Semangat dong Jod..Pasti lu bisa lah..nyelesein kerjaan yang di sini..Sekalian belajar tabah. Hahahaha…”
“Siaul lu. Kesannya penuh penderitaan banget ye…jadi perlu tabah. Hhmmm…tau deh…kaya’nye bakal ada yang ketemuan sama mantan ni. Ehem-ehem..Mau pipis ah…” Jodi berusaha menggoda Ayu dan tiba-tiba saja berlalu dari hadapannya.
“Huuu…Sialan lu.” Dan di dalam hatinya Ayu tiba-tiba berdesir. Akankah Ayu bertemu dengan pria itu lagi? Pria yang telah menyakitinya, tapi masih dicintainya sampai saat ini… Di satu sisi ia tidak ingin terluka lagi dengan melihat wajah Moreno. Tapi di sisi lain, ia tidak pernah bisa menyangkal kalau ia memang masih merindukan Moreno terkadang. Tidak akan ada yang tahu akan seperti apa besok hari-harinya selama bertugas di Jogja.
“Krriiingg…” Rabu pagi, telepon di meja Ayu berbunyi. “Halo pagi…” Jodi yang mengangkat telepon.
“Pagi, mas Jodi ya? Mbak Ayu nya ada mas?” Tanya suara si penelepon.
“Ada…Dari siape ye?” Tanya Jodi.
“Rina mas..”
“Oh…neng Rina..bentar ye..Yu, telepon ni, dari Rina.”
“Oh, oke Jod. Tolong transferin ke extention gue ya. Halo Rin..”
“Halo mbak Ayu..mbak..aku udah pesen flight ke Jogja, untuk hari Jum’at pagi ya. Jadi nanti begitu sampe mbak ke kantor yang di sana dulu…Untuk liat-liat keadaan di sana. Setelah itu seperti biasa ko’ mbak. Sabtu Minggunya mbak bisa libur. Bisa istirahat. Otomatis efektif kerjanya hari Senin.” Jelas Rina.
“Trus, nanti begitu di sana ada yang jemput saya apa enggak ya?” tanya Ayu.
“Ada mbak..namanya Pak Ridwan. Dia supir kantor. Jadi mbak gak usah khawatir..”
“Oke deh Rin..”
“Oia mbak satu lagi, pesen dari Pak Khrisna, mbak diminta pilih, mau dicarikan home stay atau mau tinggal di rumah mbak sendiri. Hihihi…” tanya Rina sambil menggoda Ayu.
“Oh…soal itu, kaya’nya aku di rumah ku sendiri aja Rin..Lagian deket ko’ dari kantor yang di sana. Soal uang homestay nya bisa kamu ambil. Hahahaha…”
“Hehehe…enggaklah mbak..kata Pak Khrisna, uangnya tetep untuk keperluan mbak Ayu selama di sana. Ni aku udah siapin semua.”
“Oke Rin. Kalo gitu nanti setelah istirahat aku mampir ke meja kamu ya. Untuk ambil ticket dan keperluan lainnya. Thanks lho infonya.”
“Oke mbak..Aku tunggu ya.” telepon pun ditutup.
“Kenape Yu? Udah tau kepastian berangkatnye kapan?” Tanya Jodi penasaran.
“Udah Jod. Besok berarti terakhir gue ke kantor sebelum gue berangkat ke Jogja. Karna Jum’at pagi gue harus udah berangkat Jod..”
“Yah..kesepian deh gue sendirian. Hehehe…Tapi kagak pape deh..Good luck aje dah buat lu kerja di sane..Kerja yang bener tapi..Jangan malah ketemuan mulu sama si…”
“Sama siapa hayo? Mau ngeledek gue lagi loe ye..”
“Ampun-ampun bu’…Becande…becande..Hehe..tapi..Loe kira-kira gimane? Siap kagak, kalo tiba-tiba harus ketemu dia lagi..?”
“Gak tau lah Jod..Udah ya. Gak usah bahas itu. Gue mau konsen sama kerjaan gue aja.” Ayu mencoba mengalihkan pembicaraan walaupun hatinya tiba-tiba terasa tidak karuan.
“Hhhmm…oke-oke..Gue diem deh..kerja lagi…” Jodi pun berusaha untuk memahami perasaan Ayu.
















Prepare to Jogja
“Baju kerja, udah. Dokumen-dokumen penting, udah. Laptop ku, udah. Apalagi ya? Baju rumah kan sebagian memang masih ada di rumah Jogja. Jadi gak perlu bawa banyak. Hhhmmm…sepertinya memang sudah masuk semua. Cukuplah untuk beberapa pekan di sana.” Ayu bergumam sendiri ketika sedang packing untuk besok pagi. Ayu pulang lebih awal hari ini. Karena ia memang belum sempat packing. Hari Rabu kemarin ia pulang cukup larut untuk menyelesaikan pekerjaannya dan membagi beberapa tugas dengan Jodi. Jadi hari ini ia memutuskan pulang awal agar tidak tidur terlalu malam dan paginya tidak ketinggalan flight.
Dan saat segala sesuatunya sudah tertata rapi di kopernya, Ayu memutuskan untuk segera mengistirahatkan tubuh dan pikirannya. Ada satu hal yang memang sengaja tidak dilakukan Ayu menjelang keberangkatannya ke Jogja esok hari. Yaitu menghubungi keluarganya di Jogja. Ya. Ayu memang sengaja, karena mau bikin surprise untuk mereka. Karena biasanya Ayu pulang ke Jogja hanya pada saat menjelang Lebaran, ataupun saat ada acara keluarga saja. Itupun untuk waktu yang tidak begitu lama. Dan besok, Ayu pulang ke rumah untuk waktu yang cukup lama. Memang untuk bekerja. Tapi masih ada nilai plusnya. Ia bisa berkumpul dengan keluarganya lagi untuk beberapa pekan. “Sambil menyelam minum air.” Pikirnya. “Semoga segala sesuatu yang aku kerjakan di Jogja mulai besok berjalan lancar….Amien.” Doanya sebelum tidur. Ayu pun terlelap.












Jogja….Jogja…..
Bandara Soekarno-Hatta pagi ini lumayan ramai…Mungkin juga dikarenakan menjelang weekend dan liburan panjang. Ayu baru saja tiba di bandara jam 07.30 tadi. Ia langsung menuju ke terminal keberangkatan pesawat yang menuju Jogja. Setelah menunggu beberapa waktu, akhirnya melalui pengeras suara diberitahukan bahwa pesawat yang sudah tertera di ticket Ayu akan segera berangkat. Ayu pun bergegas mempersiapkan diri.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Huft…sudah lega…” Ayu sudah berada di dalam pesawat sekarang. Seat sebelahnya masih kelihatan kosong. Padahal pesawat tidak beberapa lama lagi akan segera take off. Tidak lama muncul seorang pria muda yang saat ini sudah duduk di sebelahnya. Sepintas Ayu memperhatikan pria itu. “Masih terlihat muda, tapi kelihatannya sudah sukses. “Cakep juga. Hihihi..” Seru Ayu dalam hati.
“Ring…” ponsel pria itu berbunyi.
“Halo sayang…” jawab pria itu. “Iya..aku udah di pesawat..sebentar lagi mau take off..Nanti aja ya, kalo udah sampe Jogja aku kabarin kamu..”
“Ooww…udah punya pacar…ato istrinya kali.” Ayu menebak-nebak dalam hati.
“Oke..bye..” Pria itu kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku. Sedangkan di depan sana, seperti biasa pramugari sedang berceloteh mengenai ini dan itu yang harus dilakukan sebelum take off. Safety belt para penumpang pun sudah dipasang, tanda pesawat akan segera take off.
Beberapa menit setelah take off, Ayu mulai menikmati penerbangannya. Ia hanya memandangi view di bawah dari jendela kaca pesawat. Tidak seperti pria di sebelahnya, yang sibuk mencatat ini dan itu, bergumam sendiri seperti sedang menghafalkan sesuatu. Agak sedikit mengganggu memang..tapi Ayu paham betul. Keliatannya pria ini memang orang penting.
Setelah beberapa lama, tiba-tiba, “Ehmm…mbak, maaf banget ya kalo saya dari tadi ganggu perjalanan mbak.” pria itu tiba-tiba berbicara kepada Ayu. Ayu pun seketika menoleh.
“Oh, gak papa ko’. Saya ngerti anda mungkin memang sedang sibuk dan harus segera menyelesaikan suatu hal.”
“Wow. Thank you so much lho. Jarang ada orang yang pengertian kaya mbak. Selama ini saya naik pesawat, orang di sebelah saya selalu complain, karena saya berisik lah, ribet lah, ganggu lah. Padahal saya cuman berusaha untuk menyelesaikan pekerjaan saya tepat waktu. Serba salah memang. Tapi ya..mau gimana lagi. Sekali lagi sorry ya mbak kalo ganggu.”
“It’s OK. Santé aja.” J Jawab Ayu sambil tersenyum ramah.
“Oia, kita belum kenalan.” Kemudian pria itu mengulurkan tangannya ke arah Ayu. “Beno. Or you can call me Ben.” Ayu pun menjabat tangan pria itu.
“Ayu.” Jawabnya singkat.
“Oke mbak Ayu, ngomong-ngomong kerja di mana?” Tanya pria itu lagi.
“Oh iya. Saya lupa bilang. Just call me Ayu. Without mbak.” Jawab Ayu sambil diiringi tawa.
“Oh oke…Ayu…what do you do?” Tanya Ben lagi. Juga diiringi tawa.
“Well…saya kerja di sebuah perusahaan provider terkemuka di Indonesia..Kebetulan saya HRD di sana.”
“It’s sound great. Kalo aku..kerja di perusahaan real estate. Oops..kamu belum tanya ya. Hahahaha…”
“Gak papa ko’ Ben..Just tell me if you want to..Ngomong-ngomong posisi kamu apa di situ? Ko’ keliatannya sibuk sekali..Oopss..sory tanyanya udah jauh ni. Ngomongin jabatan. Hahaha…”
“Hahahaha…nyindir ni keliatannya karena ribet sendiri tadi. Well aku di Marketing nya. Marketing Manager lebih tepatnya.”
“Oouhh…pantes…”
“Pantes apa? Pantes ribet ya? Hahahaha…”
Dalam beberapa waktu saja Ayu dan Beno sudah terlihat sangat akrab. Mereka tidak terlihat seperti orang yang baru kenal. Tapi seperti teman lama yang baru bertemu kembali. Pembicaraan mereka seperti mengalir begitu saja. Dan Ayu sendiri merasa sangat nyaman bercengkerama dengan Beno. Tidak tahu mengapa.
Setelah kurang lebih satu jam penerbangan, pramugari kembali mengisyaratkan kepada para penumpang kalau pesawat akan segera mendarat. Para penumpang pun bersiap.
“Waduh, udah mau turun ni kita. Tumben lho gak terasa hari ini aku naik pesawat. Biasanya ngebosenin banget. Thanks ya Yu udah ditemenin ngobrol.”
“Sama-sama Ben.” J
Tidak beberapa lama kemudian, pesawat yang membawa Ayu dan Beno pun landing di Bandara Adisutjipto Yogyakarta. Ayu dan Beno segera turun dari pesawat. Sampai di bawah dan sekitaran bandara pun mereka masih terlihat berjalan bersama.
“Ben, aku duluan ya. Kayanya orang dari kantor ku udah ada yang jemput di sebelah sana.” Ketika jalan keluar tadi Ayu memang sambil mencari-cari mana orang kantor yang akan menjemputnya. Sampai akhirnya ia menemukan Pak Ridwan, supir kantor di sini yang kemarin disebut-sebut Rina. Pak Ridwan berdiri sambil membawa papan yang bertuliskan namanya. “Ibu Ayusita Mandasari.” Hihi..agak lucu memang ketika membaca tambahan kata di awal namanya. Tapi mau tidak mau Ayu memang harus membiasakan diri.
“Yang mana?” Tanya Ben.
“Yang itu.” Tunjuk Ayu ke arah Pak Ridwan.
“Oh…Ibu Ayusita Mandasari to.” :D Goda Ben kepada Ayu. “Oia Yu, aku boleh minta nomer hape kamu? Siapa tau kamu tiba-tiba mau beli real estate sama aku, ato aku yang butuh promosi provider kamu.” :D
“Tetep ya. Ujung-ujungnya bisnis.” Celetuk Ayu. “Oke. Nomernya….”
Dan nomer handphone pun sekarang sudah saling tersimpan di phonebook ponsel mereka masing-masing.
“Oke Ben, aku duluan ya.”
“Oke. See you then.”
Ayu segera menghampiri pria separuh baya yang dari tadi sudah membawa papan bertuliskan namanya tersebut.
“Pak Ridwan ya?” Tanyanya sopan.
“Iya bu’. Ini ibu Ayu ya?” Pak Ridwan balik bertanya kepada Ayu sekedar untuk memastikan.
“Betul pak…saya Ayu. Sudah lama ya nunggunya?”
“Oh ndak bu…lagian saya juga sudah terbiasa…Kalo begitu monggo bu. Sudah ditunggu di kantor.” Ajak Pak Ridwan.
“Oke pak. Mari…”
Ayu dan Pak Ridwan berjalan ke arah parkir untuk segera menuju kantor mereka. Di dalam mobil Ayu baru sadar, ia sudah kembali ke Jogja lagi. Kota kelahirannya, kota dimana ia dibesarkan, dan sekarang menjadi kota yang ia tinggalkan hanya karena seseorang yang sudah membuangnya. Tiba-tiba saja kenangan-kenangan pada waktu sekolah, kuliah, teman-teman, keluarga, dan pada seseorang itu, orang yang sudah pernah menyakitinya, muncul lagi. Ayu takut, jikalau tiba-tiba ia bertemu lagi dengan Moreno di kota ini. Ia sudah tidak mau membuka luka lama itu lagi. Luka yang selama bertahun-tahun selalu ia coba untuk lupakan. Tapi tidak pernah bisa.
“Ternyata..bu Ayu masih sangat muda ya..Saya kira itu…sudah ibu-ibu sekali. Hehehe….” Celoteh Pak Ridwan tiba-tiba.
“Hahaha…Pak Ridwan ini ada-ada saja..gak perlu panggil Ibu ko’ Pak..Panggil Ayu saja tidak apa-apa..” Tawar Ayu.
“Waduh, ya ndak enak to bu…Ato saya panggil mbak Ayu saja ya..”
“Begitu juga boleh pak.” J
“Denger-denger, mbak Ayu ini orang Jogja juga to? Asli mbak?” Tanya Pak Ridwan penasaran.
“Nggeh pak..Saya orang Jogja. Asli. Lahir di sini, besar di sini. Tapi cari uangnya saja yang di Jakarta.” :D
“Wahahaha…ya ndak papa mbak..yang penting memang ada hasilnya…asal jangan pernah lupakan keluarga yang di sini saja…” Nasihat Pak Ridwan.
“Nggeh pak. Pasti.” (Nggeh=iya dalam bahasa Jawa)
Walaupun sudah setengah baya, tapi cara membawa mobil Pak Ridwan tidak kalah lincahnya dengan supir-supir yang masih muda. Ini terbukti, belum beberapa lama Ayu ada di dalam mobil, ia sudah diharuskan untuk turun lagi. Karena sekarang ia sudah berada di depan kantor cabangnya di Jogja. Pak Ridwan pun dengan sopan membukakan pintu mobil untuk Ayu. “Mbak, barang-barangnya yang lain biar di taro di mobil dulu saja..nanti biar saya yang antar mbak Ayu pulang.” Jelas Pak Ridwan kepada Ayu.
“Waduh, apa tidak merepotkan pak?” Tanya Ayu lagi.
“Ndak mbak..memang sudah tugas saya…Selama mbak Ayu di sini nanti saya yang antar-antar mbak kalo mau kemana-mana..”
“Oh begitu…kalo begitu terima kasih banyak ya pak.”
“Monggo mbak, saya antar ke dalam, ketemu sama bapak Dino. Boss nya beliau mbak di sini. Hehehe…”
 “Selamat siang Pak Dino…Ini Pak..mbak Ayu nya sudah sampai di sini..” Jelas Pak Ridwan kepada Pak Dino setelah Ayu dan Pak Ridwan masuk ke dalam kantor mereka. Pak Dino adalah Manager Divisi untuk wilayah Yogyakarta. Dan untuk beberapa pekan ini, tentu saja Ayu akan sering berurusan dengan pria ini.
“Selamat siang pak. Saya Ayu.” Ayu kemudian langsung memperkenalkan dirinya dan mengulurkan tangannya ke arah Pak Dino.
“Oh, siang mbak Ayu. Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga. Mari, silahkan duduk mbak. Kita ngobrol-ngobrol sebentar. Pak Ridwan, tolong bilang Bejo ya, suruh buatkan minum untuk mbak Ayu.” Pinta Pak Dino kepada Pak Ridwan.
“Nggeh pak. Kalo begitu saya pamit cari Bejo dulu.”
“Monggo monggo.” Pak Ridwan kemudian pergi dari ruangan Pak Dino. “Gimana mbak, penerbangannya ndak ada masalah to?”
“Alhamdulillah tidak ada Pak. Lancar-lancar saja.”
“Syukur kalo begitu…Untuk hari ini..mbak liat-liat kantor kita dulu saja..Biar mulai terbiasa dengan lingkungan sini..Kalo merasa ada yang kurang sreg besok-besok, bilang ke saya saja mbak. Nanti saya yang atasi. Takutnya mbak ndak terbiasa dengan lingkungan kerja di sini. Tidak seperti di Jakarta..hehehe…”
“Kalau soal itu tidak usah khawatir Pak Dino..saya ini sebenarnya asli orang Jogja. Jadi sudah terbiasa dengan keadaan di sini. Malah suasana seperti ini yang selalu saya kangenin. Lebih kekeluargaan.” J Jawab Ayu.
“Baik baik..saya lega kalo mbak Ayu bilang seperti itu. Jadi nanti, setelah makan siang, saya atau staff saya akan ajak mbak Ayu untuk liat-liat kantor kita ini ya mbak. Sekalian kenalan dengan beberapa staff yang sudah ada…”
“Baik pak. Saya manut saja.” J (manut=ngikut, bahasa Jawa)
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sore pun tiba. Setelah melihat-lihat keadaan di tempat kerjanya untuk beberapa pekan ke depan, Ayu pun memutuskan untuk segera pulang ke rumahnya. “Pak Ridwan, tolong antarkan mbak Ayu pulang ya.” Perintah Pak Dino kepada Pak Ridwan.
“Nggeh pak. Sudah siap mbak?” Tanya Pak Ridwan kepada Ayu.
“Sudah pak. Mari.”
“Nggeh mbak. Monggo.”
“Kalau begitu, saya pamit dulu ya pak. Sampai ketemu hari Senin.” Pamit Ayu kepada Pak Dino.
“Monggo mbak..selamat beristirahat. Semoga hari Senin sudah siap untuk bekerja.” J
“Pasti pak. Mari.”
“Monggo monggo mbak..Ati-ati (..hati-hati;bahasa Jawa) nggeh Pak Ridwan.” Seru Pak Dino ke arah Pak Ridwan.
“Nggeh pak..” Mobil Pak Ridwan pun melaju dengan lincah. Di dalam mobil Ayu sudah gelisah, karena akan bertemu dengan keluarga besarnya. Ibunya, adik-adiknya, pasti senang sekali melihat kedatangannya. Sayangnya Ayu tidak sempat membelikan oleh-oleh untuk mereka. Mengingat keberangkatannya yang serba mendadak, dan pekerjaannya yang juga tak bisa ditinggal. Membuatnya tidak ada waktu untuk membelikan sedikit oleh-oleh untuk adik-adiknya. Tapi tak apalah. Besok-besok ia masih bisa mengajak jalan-jalan adik-adiknya sebagai gantinya. Semoga mereka juga bisa mengerti…
“Mbak Ayu, rumahnya yang deket-deket keraton to mbak?” Tanya Pak Ridwan kemudian kepada Ayu.
“Iya pak. Di jalan Haji Agus Salim.”
“Oh nggeh nggeh..Berarti kita sudah mau sampai ya mbak..”
“Nggeh pak..Nanti depan belok kanan pak. Langsung masuk yang gang besar itu.”
“Nggeh mbak.”
“Nah…rumah saya yang cat ijo itu pak.”
“Oh..niku nggeh mbak. Nggeh nggeh nggeh..” (niku=itu;bahasa Jawa)
“Stop di sini saja pak..” Tunjuk Ayu kepada Pak Ridwan beberapa saat kemudian.
“Wah…rumahnya adem ya mbak.” (..adem=sejuk/dingin;bahasa Jawa)
“Hehe..nggeh pak. Ayo pak, mampir dulu…kita ngeteh dulu.” Tawar Ayu.
“Walah, ndak usah mbak..besok-besok saja..Ini kan, mbak Ayu baru sampe. Pasti capek dan mau istirahat. Lagian mau ketemu sama keluarganya dulu kan. Kangen-kangenan dulu…takutnya saya malah ganggu. Hee..” Cerocos Pak Ridwan.
“Hahaha…ya ndak pak..Yaudah…tapi kapan-kapan harus mampir ya pak.” Tawar Ayu lagi.
“Oh nggeh, pasti mbak. Monggo, saya bantu menurunkan barangnya.”
Sebelum turun dari mobil, Ayu memandangi rumahnya sejenak. “How I missed this home so much.” Kemudian Ayu segera turun. Ketika sedang menurunkan barang-barangnya,
“Mbak Ayu…” Teriak seorang bocah.
“Retno…” Sambut Ayu kembali. Ia pun langsung berlari untuk memeluk bocah tersebut. Retno adalah adik Ayu yang paling kecil. Ia mempunyai dua adik, Dimas dan Retno. Dimas sudah duduk di bangku SMA kelas 1, sedangkan Retno masih duduk di kelas 5 SD. “Mbak Ayu Retno kangen…” Ucap Retno sambil masih memeluk erat kakaknya.
“Iya Retno..Mbak Ayu juga kangen..”
“Ayo Mbak..masuk..ketemu ibu dulu di dalem..”
“Iya yok.”
“Mbak Ayu, kalo begitu saya nyuwun pamit nggeh. Barang-barangnya mbak sudah saya turunkan semua…” Ujar Pak Ridwan kepada Ayu. (..nyuwun=minta/mohon;bahasa Jawa)
“Oh, sampe lupa Pak saya. Iya matursuwun sanget ya pak..Sudah merepotkan..” (..matursuwun sanget=terima kasih banyak;bahasa Jawa)
“Mboten nopo-nopo mbak..Pareng..” (..mboten nopo-nopo=tidak apa-apa,pareng=pamit;bahasa Jawa)
“Monggo Pak Ridwan..”
“Itu siapa to mbak?” Tanya Retno setelah Pak Ridwan pergi.
“Itu Pak Ridwan. Supir kantor mbak.”
“Loh, mbak Ayu kantornya udah pindah di Jogja to mbak?” Tanya Retno lagi semakin penasaran..
“Ndak…Mbak cuman ditugasin di sini sementara..Udah yok. Kita masuk dulu ketemu ibu. Ntar mbak ceritakan lagi semuanya.” Ajak Ayu.
“Iya yok mbak. Ibu’….bu’….Liat ni siapa yang dateng…”
“Ono opo to Ret..kowe ko’ bengok-bengok..?” (..bengok-bengok=teriak-teriak;bahasa Jawa)
“Ibu’…” Ayu memandang ke arah Ibunya yang sudah muncul di depan mereka berdua.
“Ayu. Oalah nduk…” Ayu langsung mendekati ibunya, mencium tangannya, dan memeluk ibunya yang sangat ia rindukan. “Kamu ko’ ndak ngabari dulu..kalo mau pulang..Ibu kan bisa masak-masak buat kamu..”
“Halah bu’..kaya ada tamu dari mana aja pake masak-masak segala..Makan apa adanya ya ndak masalah to bu’…”
“Lha ya ndak ngabarin juga kamunya…”
“Sengaja bu’…mau bikin kejutan..hehehe..”
“Ada apa to nduk, ko’ tiba-tiba pulang? Oia nduk Retno, tolong buatkan teh anget ya buat mbakyu mu.” (..mbakyu=kakak perempuan;bahasa Jawa)
“Nggeh bu’.” Jawab Retno.
“Piye nduk, kamu ada apa ko tiba-tiba pulang?”
“Ayu ditugasin di kantor yang di Jogja dalam beberapa minggu ini bu’…”
“Oh gitu to nduk. Ya baguslah. Sukur-sukur kamu dipindah di sini sekalian. Biar lebih deket sama ibu’ sama adek-adekmu.”
“Pengennya gitu bu’..Cuman kantor yang di Jakarta masih membutuhkan Ayu. Jadi ya ndak bisa kalo dipindah begitu saja..”
“Yowes ndak papa..Kamu pasti capek to? Mandi-mandi dulu sana..udah sore, keburu malem.”
“Iya bu’ bentar lagi.” Jawab Ayu sopan.
“Mbak..diminum dulu ni tehnya..” Retno sudah muncul lagi dengan membawa secangkir teh hangat untuk kakaknya.
“Makasih Ret..Oia mas Dimas kemana? Ko’ ndak keliatan?” Tanya Ayu.
“Ndak tau mbak. Tadi sih bilangnya ada kerja kelompok di rumah temannya. Semenjak SMA mas Dimas jadi jarang di rumah.”
“Ya mungkin memang banyak kegiatan Ret…”
“Retno..mbak mu jangan diajak ngobrol terus. Disuruh istirahat…capek pasti..”
“Iya mbak. Istirahat dulu aja. Sini Retno bantu bawain tasnya ke kamar.”
Ayu masuk ke dalam kamarnya. Masih tertata rapi seperti beberapa bulan yang lalu pada saat Ayu pulang ke rumah. Waktu itu libur lebaran. Retno meletakkan tas-tas milik kakaknya di atas tempat tidur. Ia pun membantu Ayu untuk mengeluarkan beberapa pakaiannya untuk disimpan di dalam lemari. “Ret, maaf ya, mbak gak bawa oleh-oleh. Kemaren gak sempet nyari dulu.”
“Walah, ndak papa mbak..Retno juga ngerti..Mbak pulang aja Retno udah seneng..Retno jadi ada temen ngobrol..”
“Memangnya sekarang di rumah ndak ada temen ngobrol…?”
“Ya gimana mbak. Ibu kan terkadang harus jaga toko batik sampe sore. Mas Dimas juga sekarang pulangnya sore terus. Banyak urusan katanya. Kalo Retno pas ndak ada PR ya Retno nyusul ibu’ aja di toko. Tapi kalo ada PR dan sudah capek ya mau ndak mau harus jaga rumah sendiri..” Curhat Retno kepada kakaknya.
“Yaudah..besok-besok mbak temenin ngobrol ya. Tapi ya sama saja..Sepulang mbak dari kantor.”
“Ya ndak papa mbak..paling ndak yang diobrolin ndak itu-itu aja..ada variasinya. Hihihi…”
“Siipp…mbak mandi dulu ya Ret. Kamu sudah mandi belom?”
“Belom mbak. Mbak duluan saja. Nanti Retno setelah mbak Ayu mandinya.”
“Yaudah kalo gitu mbak duluan ya…”
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Setelah mandi…Retno duduk-duduk di beranda depan rumahnya. Sudah lama ia tidak menikmati suasana tenang seperti ini. Sore-sore…duduk-duduk depan rumah..sambil minum teh hangat..Indahnya hidup kalo sudah begini. Tiba-tiba, ringtone ponsel Ayu berbunyi. Muncul nama Jodi di layar ponselnya. “Wah..si Jodi. Aku sampe lupa belom menghubunginya seharian tadi.” Ayu pun segera menjawab telpon dari Jodi. “Halo Jod…”
“Hhhmm…begitu ye..kagak ada kabar sama sekali..Udah nyampe belom loe?”
“Hahahaha…iya Jod..gue udah sampe tadi siang..langsung liat-liat ke kantor, trus sekarang udah di rumah deh. Ini lagi ngeteh.”
“Siaul loe. Udeh enak-enakan ngeteh. Gue mau ngelembur ni hari ini. Biar weekend gue gak kepikiran kerjaan..”
“Tumben loe rajin Jod. Biasanya jarang lembur. Hahaha…” Ledek Ayu.
“Itu kalo ada elu gue jarang lembur. Gak ada elu ya mau gak mau gue harus lembur ni..”
“Hahahah…gak papa..sekali-sekali..biar makin pinter. Hahaha…”
“Ngakak lu ye seneng banget.”
“By the way, ada kabar apa di kantor?” Tanya Ayu.
“Kagak ada apa-apa bu’…Cuman tadi tau-tau si Pak Khrisna telpon gue..dia bilang ada orang baru mau masuk. Paling ntar lu balik orangnye juga udeh ade.”
“Siapa? Ko’ dia gak ada ngasih tau gue apa-apa dari kemaren?”
“Gue tadi sempet ngegosip sih..Sama si Rina. Katanye masih ponakannye si Pak Khrisna. Makanye langsung jadi assistennye si Pak Khrisna. Tangan kanan bo’…”
“Ntar kalo cakep kasih tau gue ya!”
“Sialan lu. Diajak ngomong serius malah tanya cakep ape enggaknye. Lagian belom tau Yu. Belom dikasih data-datanye gue. Biasalah masih sodaraan ama boss. Jadi kelengkapan data menyusul..Gampang lah itu ntar juga lu tau sendiri. Yaudah ye. Besok-besok kalo ada ape-ape gue kabarin lagi. Lu juga kabar-kabar donk..Masak gue terus yang telpon. SMS ke’. Gak tau gue kesepian apa.” Cerocos Jodi.
“Hahahaha..Iya-iya…Besok gue kabar-kabarin..Yaudah ya Jod..Thank you…” Ayu menutup ponselnya.
“Kamu bicara sama siapa itu nduk?” Tiba-tiba ibu Ayu muncul di depannya. Dan sekarang sudah duduk bersamaan dengan Ayu di beranda depan rumah mereka.
“Oh, ibu’. Bikin kaget saja. Teman kantor Ayu bu’…”
“Teman ato teman…?” Desak ibunya.
“Ya teman to bu’. Siapa lagi memang?”
“Ya siapa tau pacar…” Ledek ibunya sambil tersenyum.
“Bukan ko’ bu’.” Tegas Ayu.
“Gimana nduk. Ko’ kamu belom pernah cerita ke ibu soal teman dekat..ato pacar..? Apa kamu belum kepikiran untuk punya hubungan yang lebih serius?” Ibu Ayu tiba-tiba berbicara ke arah pembicaraan yang serius.
“Memang belum ada bu’…Jadi apanya yang mau diceritakan?”
“Umurmu sudah hamper 29 lho nduk. Cobalah buka hatimu…Jangan yang lama-lama itu kamu inget-inget terus. Temen-temen sekolahmu dulu saja sudah punya anak 3 lho. Masak kamu belum mulai apa-apa.”
“Ya kalo memang belum ada masak mau dipaksakan bu’. Nanti jadinya malah ndak baik. Ibu’ doakan saja..Semoga Ayu bisa dapat yang terbaik..”
“Ya kalo doa sih sudah setiap hari nduk..Gak usah terlalu khawatir sama Ibu’ ato adek-adekmu…Selama toko batik masih payu, Insya Allah Ibu’ sama adek-adekmu juga masih bisa makan dan masih bisa sekolah…” Jelas ibunya yang berusaha meyakinkan Ayu. Ibu Ayu memang seorang single parent. Ayah Ayu sudah meninggal beberapa tahun yang lalu karena sakit. Obat-obatan pun sudah tidak mampu lagi menolong nyawa Ayahnya. Mungkin memang sudah takdir. Dan Ayu sekeluarga berusaha mengikhlaskan kepergian Ayah mereka. Untung ibu Ayu sudah mempunyai usaha toko batik yang juga didanai oleh bude-bude Ayu. Jadi ketika Ayah mereka meninggal, Ibu tidak terlalu kesusahan atau bergantung kepada orang lain soal financial keluarga mereka. Tapi setiap bulan Ayu juga tetap berusaha untuk kirim beberapa rupiah dari gajinya. Untuk sekedar bayar sekolah adik-adiknya ataupun uang saku buat mereka, walaupun Ibunya tidak pernah meminta.
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam…”
“Loh, mbak Ayu. Kapan dateng mbak?” Dimas langsung memeluk dan mencium tangan kakaknya.”
“Tadi siang Dim…Kamu ko’ jam segini baru pulang?”
“Iya mbak. Ada kerja kelompok tadi. Mbak ko’ gak kasih kabar kalo mau pulang..Dimas kan bisa jemput mbak di stasiun..”
“Memang mendadak. Lagian tadi mbak naik pesawat. Ndak naik kereta.”
“Waduh, sudah sukses mbak Ayu sekarang. Tumben-tumbenan naik pesawat. Biasanya naik kereta.”
“Dibiayain sama kantor..Mbak di sini juga kan buat urusan kantor..Ada tugas di Jogja.”
“Walah, cuman sebentar berarti mbak?” Tanya Dimas dengan wajah yang agak sedikit kecewa.
“Ya belum tau nang. Sampe pekerjaannya selesai..Baru kembali ke Jakarta.” (..nang=panggilan buat anak laki-laki yg lebih muda;bahasa Jawa)
“Oh..gitu..Kerjanya yang lama aja mbak. Biar bisa lama di rumahnya.”
“Ya ndak bisa gitu nang..Mbak kan juga punya tanggung jawab yang harus diselesaikan di Jakarta. Makanya..Kamu jangan sering keluyuran. Biar lebih sering kumpulnya selama mbak di rumah. Ya.” Pinta Ayu.
“Nggeh mbak. Yowes kalo gitu aku tak mandi dulu ya mbak.”
“Yowes kono..” Ayu menjawab sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak terasa Adik-adiknya sudah tumbuh semakin besar. Banyak perubahan yang jelas-jelas terlihat pada mereka. Sedangkan Ayu, ya masih begini-begini saja. Masih harus bekerja untuk menyambung hidup, untuk masa depannya. Tinggal satu hal yang belum bisa membuat hidupnya komplit. Seseorang yang bisa menjadi pendampingnya kelak. “Semoga Tuhan memberikan yang terbaik suatu saat nanti. Amien”..Itu permintaan Ayu kepada Tuhan. (..kono=sana;bahasa Jawa)
Dan malam ini, sungguh bahagianya Ayu sudah berada di tengah-tengah keluarganya lagi. Makan malam bersama, bercengkerama bersama adik-adiknya, saling bertukar cerita, itu yang selalu membuat Ayu merindukan rumah. Saat-saat yang tidak bisa dibeli sedikit pun dengan uang. Masakan ibunya, kasur dan suasana kamarnya, suasana Jogja, what a beautiful life..”Thanks God for giving me this beautiful moment. Again…J
















Weekend di Jogja….
Setelah semalam beristirahat dengan nyenyaknya, Ayu sudah merasa segar kembali. Dimulai dengan Sabtu pagi di Jogja, Ayu tidak mau ketinggalan untuk menunggu tukang pecel langganannya yang setiap pagi selalu lewat di depan rumah.
“Ret, ayo, nyegat Bude Darmi di depan.” Ajaknya kepada Retno.
“Oh iya mbak. Pasti kangen ya sama pecelnya Bude Darmi..?”
“Iya..Yok. mas mu mana?” Tanya Ayu sambil mencari-cari Dimas adik laki-lakinya.
“Mas Dimas kalo libur ya masih tidur mbak jam segini.” Jawab Retno.
“Waduh..yowes nanti kita belikan saja. Nanti malah keburu Bude Darmi nya lewat kita ketinggalan. Yok.” Ayu langsung menarik tangan Retno.
Sampai di gerbang depan rumah, Ayu dan Retno kemudian menuju ke taman dekat rumah mereka. Di sana ada ayunan. Dan mereka berdua menunggu Bude Darmi si tukang pecel sambil duduk-duduk di sana.
“Mana Ret, ko’ belum keliatan itu Bude Darmi nya?” Ayu sudah tidak sabar menunggu.
“Sabar to mbak..Sudah laper ato kangen sama Budenya?” Jawab Retno sambil meledek kakaknya.
“Hehehe…ya laper, ya kangen sama pecelnya juga.”
“Peceeeeellllll…….” Terdengar suara Bude Darmi dari kejauhan.
“Nah..itu mbak sudah kedengeran itu lho. Lha..itu, Bude Darmi nya juga sudah keliatan.”
“Oh iya…Dipanggil Ret.” Pinta Ayu kepada adiknya.
“Bude..pecel bude..” Retno memanggil Bude Darmi dengan suara yang cukup lantang.
“Oh nggeh nduk..” Bude Darmi pun datang mendekat ke arah Ayu dan Retno. “Loh loh loh..Ini mbak Ayu to?” Bude Darmi bertanya sambil masih memperhatikan Ayu.
“Nggeh Bude..” Ayu pun tersenyum.
“Loh..Kapan pulang mbak Ayu? Biasanya kalo mau lebaran saja pulangnya..?”
“Kemaren siang sampe Jogja Bude..Iya..Kebetulan ada tugas dari kantor di sini..” Jelas Ayu.
“Oh..ngoten to mbak..Wah..tambah ayu ya mbak Ayu ini.” (..ngoten=begitu,ayu=cantik;bahasa Jawa)
“Walah, Bude ini bisa saja.” Wajah Ayu bersemu merah.
“Tenan lho mbak..” Ujar Bude Darmi lagi meyakinkan. “Lha terus kapan..mau rame-ramenya..?” (..tenan=beneran,rame-rame=istilah untuk perayaan pernikahan;bahasa Jawa)
“Rame-rame apa to Bude?” Tanya Ayu heran sambil mengernyitkan keningnya?
“Ya nyebar undangan to mbak..Rame-rame apalagi..sudah ada calonnya to?”
“Belum Bude.” Jawab Ayu singkat. “Haduh..mulai lagi deh pertanyaan-pertanyaan seperti ini.” Keluh Ayu dalam hati.
“Walah…Ko’ sayang sekali cantik-cantik belum ada yang punya. Semoga cepet dapet calonnya ya mbak..Biar gak jadi perawan tua.”
“Ya didoakan saja Bude.” Jujur, kata-kata Bude Darmi barusan sempat membuat pikiran Ayu kacau sejenak. Terutama untuk penekanan kata “Perawan Tua.” “Siapa yang mau untuk jadi perawan tua? Siapa yang mau sampai sekarang masih harus menjadi single? Kalau bukan gara-gara Reno. Ah, tidak. Aku tidak bisa menyalahkan dan berharap pada Reno terus. Mungkin memang sudah jalannya seperti ini. Aku harus yakin, Tuhan pasti sudah menyiapkan seseorang yang tepat, di saat yang tepat pula.” Ayu masih membatin. Berbicara dalam hatinya sendiri.
“Loh, maaf mbak..Haduh..jadi ngelantur. Pecelnya mau dibungkus berapa..?”
“Dibungkus 4 Bude.” Jawab Retno yang menyadari kakaknya tiba-tiba terdiam.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ayu dan Retno sudah di rumah mereka lagi. Akhirnya pagi itu mereka sarapan pecel ala Bude Darmi di beranda depan. Dan berhubung nanti malam malam minggu, Ayu berjanji, akan mengajak adik-adiknya untuk ke Alun-alun depan keraton nanti malam. “Yeee…asikkk…” Teriak si bungsu kegirangan. Ayu dan ibunya hanya bisa geleng-geleng kepala sambil tersenyum menyaksikan ulah Retno.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Retno…jangan lupa itu jaketnya dipake..Kena angin malam nanti kamu malah masuk angin..” Ibu meneriaki Retno yang sedari tadi sudah tidak sabar ingin segera berangkat ke alun-alun dan mondar-mandir ke kamar Ayu.
“Nggeh bu’…Ini Retno juga sudah bawa…” Jawab Retno.
“Jangan cuma dibawa, tapi dipake…”
“Iya Ret, dipake ya. Biar gak masuk angin.” Bujuk Ayu kemudian. “Kalo sudah siap semua, ayo, berangkat. Nanti malah keburu tambah malam. Mas Dimas mana Ret?”
“Mas Dimas….Ayo berangkat…” Retno meneriaki Dimas yang tiba-tiba sudah muncul di hadapan mereka.
“Iya-iya..ndak usah teriak-teriak. Ini lho aku udah siap.” Sahut Dimas.
“Waduh, kamu ko’ wangi sekali Dim?” Tanya Ayu sambil mengendus-ngendus bau adik laki-lakinya.
“Halah. Biasa saja ini mbak..” Jawab Dimas.
“Hhmm…Mbak ngerti ko’. Sudah mulai centil ini.” Ayu tersenyum kepada Dimas.
“Ah, mbak Ayu ini. Kaya gak ngerti anak muda aja.”
“Hihihihi…iya iya..mbak ngerti. Makanya mbak sambil ketawa ini. Hehehehe” Ayu menggoda Dimas.
“Kalo ngerti ya ndak usah ketawa to mbak.”
“Yowes yowes, kalian pada buruan berangkat sana. Sudah jam berapa ini ko’ ndak berangkat berangkat.” Ibu mereka pun sudah mulai ribut. (..yowes=ya udah;bahasa Jawa)
“Ya udah yok kita berangkat.” Ajak Ayu kepada kedua adik-adiknya.
“Yookkk..”
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Alun-alun depan keraton malam ini sangat ramai. Ternyata ada pertunjukan live music dari musisi-musisi lokal Jogja. Pas lah sudah. Malam minggu, ada hiburan, gratis pula. Itu yang dibutuhkan oleh masyarakat saat ini. Hal ini juga cukup membuat Ayu, Dimas, dan Retno agak kebingungan untuk mencari tempat untuk duduk-duduk yang agak kosong. Sampai akhirnya mereka menemukan tempat kosong, dekat tukang sekoteng dan wedang jahe…”Pas banget.” Pikir Ayu. Ayu memilih wedang jahe, sedangkan adiknya memesan sekoteng. “Kalo kalian mau beli jajan yang lain beli saja ya..Bilang mbak.” tawar Ayu kepada Dimas dan Retno.
“Siippp…lah mbak..” Jawab kedua adiknya kompak.
“Ayu..” Ada suara seseorang yang mengagetkan Ayu.
“Ben..” Sontak Ayu sedikit kaget karena tiba-tiba bertemu dengan pria di pesawat beberapa hari yang lalu itu. “Kamu..kamu ngapain di sini?” tanya Ayu jadi terbata-bata.
“Loh, aku baru mau tanya itu. Malah keduluan..” Jawab Ben diiringi tawa.
“Aku lagi malam mingguan sama adik-adik ku..Oia. Dimas, Retno, kenalin, ini temen Mbak Ayu.”
“Halo…Aku Ben..” Dengan ramahnya Ben langsung memperkenalkan diri kepada kedua adik Ayu. Dimas dan Retno pun segera menjabat tangan Ben bergantian. “Kompak ya kalian. Jalan bertigaan seperti ini..” J Ujar Beno tertegun melihat kebersamaan mereka bertiga. Maklumlah. Beno adalah anak tunggal. Orang tua nya pengusaha sukses di Jogja. Mereka berhasil mengekspor kerajinan-kerajinan Yogyakarta ke beberapa negara. Jangankan adik atau kakak. Perhatian dari kedua orangtuanya pun jarang ia dapatkan. “Betapa beruntungnya Ayu.” Pikir Ben. “Jadi acaranya apa ni di sini, Retno, Dimas?”
“Cuman nongkrong-nongkrong aja mas..malam mingguan..kaya ndak ngerti anak muda aja.” Sahut Dimas.
“Hush. Yang sopan dikit jawabnya.” potong Ayu.
“Loh, ya bener to mbak. Namanya anak muda ya wajar..kalo nongkrong-nongkrong kaya gini..Ya kan mas Ben?” Dimas berusaha mencari persetujuan dari Ben.
“Iya. Bener Dim. Maklumlah..Mbak Ayu kan sibuk..Jadi jarang bisa nongkrong-nongkrong kaya gini..” ledek Ben.
“Kamu ini. Ada-ada saja.” wajah Ayu bersemu merah.
“Jadi rumah kamu masih di deket-deket sini ya Yu?” Tanya Beno.
“Iya Ben. Kamu sendiri?”
“Sama. Aku juga. Udah kamu gak usah tau..Nanti kamu mampir lagi.” goda Beno.
“Iiih..geer kamu..” balas Ayu, kemudian kedua nya tertawa.
Tidak disangka tidak diduga. Pertemuan kedua dengan Ben sungguh membuat Ayu semakin penasaran dengan pria itu. Tapi Ayu juga tidak mau terlalu berharap. Karena sewaktu di pesawat sendiri Ayu mendengar Ben seperti berbicara dengan seseorang yang cukup special. Ayu takut, ketika ia mulai berharap banyak, ternyata harapannya malah salah tempat. Perkenalan dengan Ben adalah suatu kebetulan. Pertemuannya yang kedua juga suatu kebetulan yang tidak pernah ia harapkan. Sosoknya yang supel, smart, charming, membuat Ayu jadi sedikit bertanya-tanya. Ingin mengenal Ben lebih jauh lagi. Tapi sekali lagi, ia belum berani untuk memulai. Karena ia tidak mau merusak hubungan seseorang. “Mungkin ini suatu kebetulan. Yang orang lain juga bisa alami. Yang kemudian hari pula kebetulan itu bisa hilang begitu saja. Dan tidak diingat-ingat lagi.” Ayu mencoba berbicara untuk meyakinkan hatinya sendiri.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Minggu pagi, ketika Ayu baru bangun tidur, dan mulai membantu ibunya di dapur, “Gimana semalam? Dapet apa di alun-alun? Ibu’ semalem sudah ngantuk. Jadinya Ibu tinggal tidur saja. Ingat kalo Dimas bawa kunci gerbang depan.”
“Ya dapet duduk duduk, dapet wedang jahe sama sekoteng. Sama dapet angin bu’.
“Sama dapet cowok bu’. Tu si mba Ayu.” Dimas yang baru bangun tiba-tiba muncul dan nyeletuk mengenai pertemuan Ayu dan Ben semalam.
“Hush, kamu ini. Ngawur kalo bicara.” sergah Ayu.
“Cowok apa to Dim?” Tanya ibu mereka jadi penasaran.
“Lha ya tanya sama mbak Ayu sendiri to bu’…” Dimas yang tadi nyeletuk sekarang sudah menghilang dari dapur sambil cekikikan. “Hihihihi…”
“Siapa to nduk?” Ibu Ayu jadi semakin penasaran.
“Bukan siapa-siapa bu’…Cuma temen..” Jelas Ayu.
“Temen sekolahmu dulu apa gimana…?”
“Temen, kenal di pesawat. Kebetulan rumahnya juga di sini. Cuman kerjanya di Jakarta. Ya sama kaya aku ini.” Jelas Ayu.
“Ha mbok diajak mampir…”
“Halah. Ibu ini. Lha wong baru kenal ko’ sudah diajak mampir-mampir. Ya ndak enak to bu’.”
“Ya apa salahnya. Masih single to?”
“Kayanya sudah ndak..” Terlihat sedikit kekecewaan di wajah Ayu.
“Lha kamu tau dari mana..Kalo dia sudah ndak single?”
“Dari bahasanya telpon-telponan sama seseorang waktu di pesawat.” Ayu ingat betul. Waktu itu Beno mengucapkan kata sayang kepada seseorang saat di pesawat melalui ponselnya.




Start Working (Again) ….
Senin pagi, Ayu sudah sampai di kantornya. Beda sekali ketika Ayu di Jakarta. Ia harus berjuang di jalanan agar bisa sampai di kantor pagi. Tidak terlambat saja sudah bersyukur sekali. Terkadang ada saja kendalanya. Angkot yang lama lah. Harus dioper sana sini lah. Dan macet. Itu sudah menjadi makanan sehari-hari penduduk di Jakarta. Syukurlah beberapa minggu ini Ayu bisa terlepas dari itu semua.
Sedangkan suasana kantor Ayu yang di Jogja belum begitu ramai. Karena jumlah karyawan yang ada belum komplit. Itulah mengapa Ayu ditugaskan di sini. Untuk membuat kantor menjadi komplit. Ayu sudah mempersiapkan beberapa iklan untuk dipasang di media massa setempat. Tidak lupa juga ia pasang di media online. Agar applicant segera ia dapatkan. Cari orang/karyawan itu gampang-gampang susah. Kadang bertemu dengan orang yang sikapnya kurang baik, atau kemampuannya yang kurang. Tapi ketika sudah bertemu dengan kandidat yang cocok, ternyata si kandidat tidak cocok dengan gaji yang ditawarkan. Ya semua pekerjaan memang ada suka dukanya. Ayu hanya berusaha menjalani dan melewatinya saja. Toh semua pasti ada hikmahnya. “Pagi mbak Ayu. Gimana mbak, persiapan cari orang barunya?” Tegur Pak Dino pagi ini. Ternyata Pak Dino ini termasuk atasan yang disiplin. Ini masih relatif pagi untuk atasan seperti dia dengan datang ke kantor pada jam segini. Tidak terlambat saja sudah baik. Tapi bapak yang satu ini malah bisa datang lebih awal. Biasanya atasan atasan Ayu yang di Jakarta, selalu datang lewat dari jam masuk kantor. Intinya pasti molor. Jarang sekali ada atasan yang ikut tepat waktu seperti ini.
“Pagi Pak Dino. Alhamdulillah sudah saya persiapkan semua pak. Pagi ini saya baru akan urus untuk pemasangan iklan dulu. Untuk selanjutnya kita tinggal tunggu dari beberapa lamaran yang masuk. Bapak pagi sekali datang ke kantor?”
“Wah, ya harus kasih contoh yang baik to mbak sama karyawan. Masak saya suruh karyawan saya datang pagi saya nya sendiri datang siang..”
“Bagus sekali itu pak. Semoga selalu seperti ini ya.”
“Amien ya mbak. Baiklah. Selamat bekerja kalo begitu. Nanti kalo ada dokumen-dokumen yang diperlukan mbak bisa langsung cari saya.” tawar Pak Dino.
“Baik pak. Terimakasih sebelumnya.”
“Sama-sama..” Jawab Pak Dino sambil berlalu dari hadapan Ayu. Yak. Ayu semakin bersemangat menjalani pekerjaannya di Jogja. “Lebih cepat selesai, lebih baik.” Pikirnya dalam hati. Ia segera menelepon media massa setempat, mengirim email kepada beberapa media online. Tak lupa juga ia menelepon Jodi, untuk dimintai bantuan. Terutama masalah dana yang harus segera ditransfer. Dan itu semua tidak mudah. Tapi juga tidak terlalu sulit untuk seorang Ayu yang sudah bekerja di perusahaan ini selama beberapa tahun. Dengan mudahnya ia bisa negosiasi dengan para atasannya. Ia sudah hafal betul. Pak Khrisna ingin karyawan yang seperti apa. Dan tak lupa ia juga menyesuaikan dengan keadaan di sini. Di Jogja.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Hari pertama sudah berhasil Ayu lewati. Iklan mengenai perusahaannya yang sedang mencari karyawan baru langsung terbit pagi ini di media masa setempat. Ayu juga sudah cek di media online. Dan iklannya pun sudah aktif tayang. Tak butuh waktu lama…aplikasi-aplikasi mulai masuk..Ayu mulai memilah-milah. Mana kandidat yang cocok dan yang akan ia panggil untuk serangkaian test dan interview. Ada beberapa posisi yang ditawarkan. Yaitu Accounting, Finance, Administrasi, Sekretaris, juga tentunya untuk posisi HRD. Sudah banyak yang berminat. Tapi tentu saja sekali lagi Ayu harus menyeleksi satu persatu. Jadilah ia mulai mengatur jadwal interview untuk esok lusa. Beberapa kandidat sudah dipilihnya. Ada 5 orang yang harus dipanggil untuk test dan interview besok Kamis. “Semoga hasil test dan interview nya tidak mengecewakan. Dan sesuai dengan yang diharapkan. Amien..” Doa Ayu.
“Nduk..Tadi Ibu’ di toko batik, ketemu sama temen lama ibu’. Namanya Jeng Tatik.” Tiba-tiba Ibu duduk di sebelah Ayu. Setelah makan malam bersama tadi. Ia tampak sumringah sambil menceritakan perihal pertemuannya dengan teman lamanya.
“Iya. Trus kenapa bu’? Mau reunian?” Ayu berusaha menanggapi cerita ibunya.
“Ndak..ya cuman cerita cerita..Cerita soal anak-anak, cerita soal keluarga, ya cerita soal kerjaan juga..”
“Trus?”
“Ternyata anaknya sama sama kerja di Jakarta. Sama kaya kamu.”
“Oia? Siapa bu’? Ayu kenal apa ndak?” Ayu malah jadi penasaran.
“Ya makanya itu..Ibu’ sama Jeng Tatik itu rencananya mau ngenalin anaknya sama kamu..”
“Ko’ keliatannya special gitu to pake dikenal-kenalin segala? Tunggu tunggu tunggu tunggu.” Seru Ayu. Ia malah jadi curiga. “Jangan jangan, anaknya laki-laki ya? Trus ceritanya Ibu’ mau jodoh jodohin aku. Gitu ya?”
“Bukan menjodohkan..tapi mengusahakan…”
“Nah..ini ni. Ini yang Ayu ndak suka. Jaman sekarang ko’ masih ada sih cerita jodoh menjodohkan seperti ini. Ayu ini bukannya ndak laku bu’…Cuman memang belom ketemu sama orang yang pas saja….”
“Ya ibu’ juga ndak mau memaksakan ke kamu ko’ nduk..Kalo kamu cocok ya Alhamdulillah. Tapi kalo ndak yowes. Ibu’ ndak akan memaksa kamu harus sama anaknya Jeng Tatik.”
Ayu sebenarnya agak jengkel. Karena sampai kapanpun ia tidak begitu setuju dengan perjodohan atau segala macamnya. Tapi ia juga tidak berani melawan kehendak ibunya. Tidak dengan cara yang berontak atau membantah. “Semoga Ibu’ bisa mengerti alasan ku menolak adanya perjodohan. Aku akan coba bicara pelan-pelan. Mungkin tidak sekarang. Tapi semoga besok bisa.” Dalam hatinya sudah campur aduk tidak karuan. Kenapa tiba-tiba Ibunya punya ide seperti ini. “Mungkin juga karena Ibu’ kasihan sama aku yang belum mempunyai pendamping sampai dengan saat ini.” Pikir Ayu.
“Mbak Ayu..bantu Retno mengerjakan PR yok mbak..” Tiba-tiba suara Retno membuyarkan lamunannya.
“Oh, yaudah sini. PR apa?” Tanya Ayu kemudian.
“Bahasa Inggris mbak.” Ayu mulai membantu Retno untuk menyelesaikan PR nya. Tapi jauh dalam pikirannya, Ayu masih harap-harap cemas dengan apa yang Ibunya baru saja bicarakan. Matanya berusaha berkonsentrasi untuk Retno. Tapi hati dan pikirannya, entah kemana ia sendiri bingung.

Hari ini hari Kamis. Sesuai dengan schedule yang sudah dibuatnya sendiri. Beberapa applicant sudah ada di kantor Ayu pagi ini. Ia mulai sibuk mempersiapkan soal test. Membaginya untuk beberapa orang. Ruang meeting untuk tempat test, sudah dibooking nya hari ini khusus untuk test dan interview. “Bismillah…semoga hari ini berjalan lancar..” Ayu pun mengawali harinya dengan semangat.
“Mbak Meta Kurniawan.” Panggil Ayu diantara para applicant. “Mas Budi Rahardjo.” Anda langsung masuk ke ruangan yang di pojok sebelah sana ya!” Pinta Ayu. Begitu dua orang applicant tersebut masuk ke dalam ruang test, Ayu segera menyusul untuk memberikan beberapa form data diri yang harus diisi. Lebih cepat lebih baik. Agar test segera bisa diselesaikan. Dan interview bisa tepat waktu. “Mas dan Mbak, ini form data diri pelamar yang harus kalian isi dulu. Tolong diisi sejelas jelasnya ya! Dan jika sudah selesai, kalian bisa langsung mengisi beberapa soal yang ada di lembaran berikutnya. Ingat, anda di sini bersaing untuk mendapatkan pekerjaan. Test ini menentukan. Jadi tidak ada yang namanya saling memberikan atau bertukar jawaban ya. Baik kalo gitu, saya beri waktu 1 jam 15 menit untuk mengisi form dan menyelesaikan test anda masing-masing. Selamat mengerjakan.” Ayu pun meninggalkan ruangan test. Sambil menunggu applicant yang sedang menyelesaikan test, Ayu berusaha menyelesaikan pekerjaan yang lainnya. Karena ia juga harus membenahi kelengkapan data HRD di kantor ini. Sehingga nanti begitu HRD baru sudah masuk, Ayu tinggal serah terima tugas saja..”Kriinggg…kriiingg…” Tiba-tiba ponsel Ayu berbunyi. Ternyata Pak Khrisna. Ayu segera menjawab telponnya. “Halo..”
“Iya..Ayu. Apa kabar kamu di Jogja? Kelihatannya betah ya? Hahaha…” Terdengar suara Pak Khrisna yang familiar di kuping Ayu. Khas dengan gaya bercandanya. Ayu tersenyum geli mendengar kalimat Pak Khrisna.
“Bapak ini bisa saja..Ya namanya orang kerja ya harus betah pak. Kalo gak betah nanti saya gak dibayar..”
“Hahahahaha…” Seketika itu juga Pak Khrisna pun tertawa mendengar jawaban Ayu. “Gimana Ayu? Progress cari orangnya bagaimana?”
“Alhamdulillah sudah berjalan Pak..Ini juga saya sedang adakan test. Setelah ini langsung interview. Peminatnya cukup banyak Pak. Saya sampai agak kewalahan untuk menyeleksi lamaran yang masuk.”
“Wah, bagus itu. Semakin banyak pilihan semakin mudah untuk dapat orang ya mudah-mudahan.”
“Insya Allah pak.”
“Oia satu lagi. Saya ada mau tambah Man Power di kantor kita yang di Jakarta. Saya mau tempatkan dia untuk assist saya. Sekalian belajar.” Dalam hatinya Ayu teringat mengenai hal ini. Mungkin ini yang kemarin Jodi bicarakan dengannya melalui telepon.
“Halo, Yu, kamu masih dengerin saya kan?” Suara Pak Khrisna tiba-tiba kebingungan karena suara Ayu menghilang. Mungkin karena ia bengong tadi..hihihihi..
“Oh, iya pak. Saya denger ko’.” Jadi orang barunya mau masuk kapan? Atau sudah mulai kerja sekarang?”
“Belom..Beberapa bulan kemarin dia memang di Jakarta. Tapi beberapa hari ini dia pulang ke Jogja. Karena dia dan keluarganya tinggal di sana. Dia bilang ada beberapa dokumen dan barang-barang yang harus dipersiapkan untuk bekerja di sini katanya. Ehmm..Kebetulan dia keponakan saya Yu…Dan kelihatannya setelah kamu kembali ke Jakarta dia juga baru akan masuk kantor. Jadi tolong, kamu bantu dia untuk mempersiapkan data-data karyawan apa saja yang perlu dikumpulkan ya!” Pinta Pak Khrisna.
“Baik pak. Segera setelah urusan saya di Jogja selesai, saya akan kembali ke Jakarta.”
“Baiklah Ayu kalo begitu. Selamat bertugas kembali ya.”
“Baik pak. Terima kasih..” Tut..tut..tut..Sambungan telepon pun terputus.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sudah hampir satu jam berlalu. Ayu segera kembali ke ruang test. Untuk melihat apakah para applicant sudah selesai mengerjakan soal atau belum. Karena waktu tinggal beberapa menit lagi. Sebelum waktu makan siang tiba setidaknya dia sudah bisa menginterview beberapa applicant. Agar applicant yang lain tidak terlalu lama menunggu. Yap. Sudah tepat satu jam lebih 15 menit berlalu. Ayu meminta hasil test mereka dikumpulkan. “Kalian tunggu di luar sebentar  ya. Nanti saya panggil lagi untuk interview.” Ujar Ayu kepada para applicant. Mereka pun keluar dari ruang test. Sedangkan Ayu tetap tinggal di ruangan untuk mengecek hasil test mereka.
Setelah beberapa saat, Ayu mulai memanggil applicant nya lagi satu persatu. Kali ini untuk interview. “Meta Kurniawan.” Applicant tersebut melangkah masuk ke ruang interview, dan pintu pun ditutup…….
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Huft…” Ayu meletakkan tas kerjanya di atas tempat tidur kamarnya, melemparkan badannya ke kasur. Perlahan-lahan matanya mulai terpejam.
“Nduk..Ayu..” Suara Ibu masih terdengar di telinga Ayu. Ibu terlihat sedang mendekat ke arahnya. “Nduk..” Panggil Ibunya lagi sambil menepuk lengan Ayu.
“Eh, Ibu’ kenapa bu’?” Tanya Ayu.
“Tumben kamu pulang kerja langsung tiduran. Capek sekali kelihatannya. Banyak to kerjaan hari ini?”
“Ya lumayan bu’. Habis interview beberapa orang tadi di kantor. Sama ngerapiin file-file karyawan.”
“Mbok mandi-mandi dulu..! Biar badannya agak seger.” Perintah Ibunya.
“Nggeh bu’. Sebentar lagi Ayu mandi.”
“Oh iya nduk. Tadi Jeng Tatik ke toko ibu’ lagi.”
Haduh..mau bahas tentang perjodohan lagi..” Keluh Ayu dalam hati. “Ada apa lagi memang bu’?”
“Dia bilang dia mau maen ke sini hari Minggu besok. Kemungkinan sama anaknya. Biar sekalian kenal sama kamu.”
“Aduh..ndak bisa laen hari apa bu’? Minggu Ayu rencananya pengen ajak jalan-jalan adek-adek. Ayu berusaha mencari alasan.
“Yasudah. Kalo gitu hari Sabtu aja. Biar nanti Jeng Tatik Ibu’ telpon. Kamu siap-siap ya!” Ibu langsung berlalu dari kamar Ayu.
“Tapi bu’…” Ayu masih mencoba memanggil ibunya. Tapi ibu tidak kembali ataupun sekedar menoleh ke arahnya.
“Huft…ada-ada..saja. Aku harus mengulang nasib Siti Nurbaya lagi..Nasib..nasib.” Dilemparkannya lagi tubuhnya ke kasur. Kali ini lebih kencang.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ayu tiba-tiba teringat Jodi setelah makan malam dengan keluarganya usai. Ia ingin menanyakan perkara keponakan Pak Khrisna tadi siang. Sekaligus curcol. Soal perjodohannya dengan anak sahabat ibunya. Persis sekali seperti di sinetron-sinetron jaman sekarang. Semakin membuat Ayu tidak mengerti harus bagaimana menyikapinya. Ia segera mengambil ponselnya, mendial nomer Jodi. Tut…Tut….Sudah nada sambung. Ia harus menunggu beberapa saat. Tut….”Haduh..tumben si Jodi lama banget ngangkat telponnya.” Tut…..
“Halowww….” Terdengar suara riang dari seberang sana.
“Haduh Jod…lama deh ngangkatnya..Lagi ngapain sih?” Baru diangkat Ayu sudah langsung complain ke Jodi.
“Haduh…Baru diangkat aje udah langsung disemprot gue. Iye iye maap. Ada apaan sih? Tumben heboh bener. Nepsong bener nelponnye.”
“Pak Khrisna udah bilang sama lu belom, soal ponakannya itu mulai masuk kapan?”
“Belomlah. Emang kenape? Tanya-tanya ponakannye mulu?”
“Yee..si Jodi ditanyain. Enggak..Tadi pagi kan dia telpon gue..Belom bilang juga sih ke gue mau kapan masuknya. Dia cuman bilang beberapa minggu lagi aja. Ya siapa tau dia tiba-tiba bilang ke elu. Secara kan gue gak ada di kantor. Jadi dia bilangnya sama yang deketan.”
“Kagak..Belom same gue juga. Udeh..Makanya lu buruan balik ke Jakarte. Biar gak penasaran kaya gini.”
Ayu menggaruk-garuk kepalanya. “Masalahnya gak segampang itu Jod..Kerjaan di sini aja belom beres masak udah mau ditinggal pulang.” Sungut Ayu. “Ya pokoknya ntar kalo ada berita baru lu update ke gue ya!”
“Pastilah..Elu kan bossnye. Hehehe…” Canda Jodi. “Trus, elu sendiri, ada update apa di sane? Kerjaan? Lancar-lancar aja kan?”
“Kerjaan so far so good lah..Cuman nyokap gue aja ni yang lagi gak good.”
“Nyokap lu? Ade apaan emang?” Tanya Jodi penasaran.
“Haduh Jod..Nyokap gue tu lagi insist mau ngejodohin gue sama anak temennya..”
“Hah?” Sejenak terdengar Jodi setengah berteriak. Mungkin karena sedikit kaget. Tapi setelah itu, “Bagus donk. Biar lu cepet dapet jodoh. Hahahahah…”
“Aduh..ni orang ternyata sama aja sama emak gue…Huuu….”
“Trus elu maunya gue harus gimane..? Nyusul elu ke Jogja trus pura-pura ngaku gue cowok elu? Iye gitu? Drama deh.”
“Elu…tu yang lebay. Ya maksudnya kasih saran ke’..gue harus gimana-gimananya..” Sungut Ayu.
“Yaudah, gue bilangin ye Yu..Coba dijalanin aje dulu..Disuruh kenalan, kenalan aje dulu! Siapa tau yang dipilihin nyokap lu tu orang baek-baek..Apalagi kalo cakep dan tajir. Waduuuhh..Nilai plus tuh. Hahahaha….Kalo emang lu kagak ngerasa sreg same orangnye..baru lu ngomong lagi sama nyokap lu kalo lu gak mau..Gue yakin ko’. Nyokap lu juga ngerti. Secara die kan juga pernah muda..Dan gue juga yakin, nyokap lu ngejodohin elu kaya gini karna ngerasa khawatir sama loe..Sama anaknye yang udah mulai beranjak tua tapi belom kawin-kawin..hahahaha..” Panjang lebar Jodi menasehati rekan kerja dan sahabatnya itu.
“Huft…gitu ya? Yaudah deh. Untuk kali ini gue dengerin nasehat loe. Siapa tau manjur. Hehe..”
“Obat..kali manjur.” Sambung Jodi.
“Yaudah Jod. Thanks ya. Besok-besok gue sambung lagi ceritanya.”
“Oke. Good luck ye pekerjaannye dan perjodohannye. Hahaha….” Ayu dan Jodi sama-sama menutup ponsel mereka. “Kasian si Ayu. Pasti lagi gak karuan banget tu hatinye. Ya tapi mudah-mudahan die segera nemu jodoh yang bener dah.” Jodi mendoakan sahabatnya dari jauh. Sejauh ini tak ada yang salah dari Ayu. Dia memang Ayu, cantik. Smart, sederhana, gak neko-neko, dan selalu bisa bertanggung jawab penuh dengan apa yang dia lakukan. Masalahnya hanya satu. Ada yang masih mengganjal di hatinya sampai sekarang. Dan itu Reno.





(Thank God is Friday) Oh No God, It’s Already Friday… L
Jum’at. Ini sudah hari Jum’at. Ayu sudah mulai tidak focus dengan pekerjaannya. Yang ada di otaknya hanyalah besok itu Sabtu. Dan pertemuannya dengan ibu Tatik serta anaknya amat sangat membuat Ayu bingung. “Hufftt…aku pasrah saja deh. Toh ibu’ bilang kalo aku gak sreg gak akan dipaksakan. Semoga saja ibu’ masih ingat dengan apa yang dikatakannya. Untuk tidak memaksa anaknya.”
Seperti hari sebelumnya. Kegiatan Ayu di kantor masih sama. Recruitment. Test, interview, menyeleksi para applicant. Sampai ia menemukan orang yang cocok untuk posisi-posisi yang lowong. “Pagi mbak Ayu.” Itu Kinar. Staff administrasi dan merangkap Sekretaris Pak Dino untuk sementara waktu.
“Oh, kamu Kin. Ada apa ya? Tumben kamu maen ke ruanganku?” Tanya Ayu sambil tersenyum kepada Kinar.
“Ndak mbak..cuman mau kasih tau..Nanti sore sepulang kerja, kita ada acara kumpul-kumpul..”
“Waduh, ada yang ulangtahun ya?” Pikir Ayu.
“Ndak mbak..ini buat tradisi..Setiap sebulan sekali, di akhir minggu, kita pasti ngadain acara kaya’ begini. Bukan karena ada apa-apa sih..Biar antar karyawan itu jadi makin akrab dan kekeluargaannya tetep ada.” terang Kinar sumringah.
“Wah..bagus itu.”
“Gimana, mbak Ayu bisa join kan?”
“Bisa bisa. Saya malah langsung semangat mendengarnya. Acaranya di mana Kin?”
“Rencananya kita mau cari warung lesehan di sekitaran Malioboro atau Keraton mbak.”
“Oke..Nanti aku dikabar-kabarin lagi ya kalo ada update terbaru. Pokoknya saya ikut.” pinta Ayu penuh semangat.
“Pasti mbak..Mari, kalo begitu saya permisi dulu ya mbak.”
“Iya Kin. Makasih lho ajakannya.”
“Iya mbak. Sama-sama.” Balas Kinar menutup pembicaraan.
“Wah..Kalo gitu aku harus telpon ibu’ dulu ni. Mumpung masih pagi. Ibu’ juga paling belum berangkat ke toko.” Kriingg…kring…Telepon di rumah Ayu berbunyi..Ibu agak sedikit berlari agar bisa segera mengangkat telepon.
“Iya iya..mbok sabar..ini yang telepon.” Telepon diangkat. “Halo..Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam..Bu’, ini Ayu.”
“Ealah..kamu to nduk. Ada apa? Tumben telpon ke rumah segala.”
“Ndak..Ayu cuman mau minta ijin sama ibu’. Keliatannya nanti sore Ayu pulang agak malam. Ada acara sama temen-temen kantor.”
“Ono acara opo to nduk?” tanya Ibu penasaran. (..ono=ada,opo=apa;bahasa Jawa)
“Cuman acara rutin kumpul-kumpul aja ko’ bu’.” Seru Ayu.
“Oh yowes nek ngono. Asal jangan terlalu malam. Sing ati-ati yo.” (..yowes nek ngono=ya udah kalau begitu,sing ati-ati yo=yang hati-hati ya;bahasa Jawa)
“Nggeh bu’. Matursuwun nggeh bu’. Assalamu’alaikum..” Tutup Ayu mengakhiri percakapannya.
“Wa’alaikumsalam..”
“Lumayan. Ada sedikit hiburan hari ini. Biar gak terlalu mikirin buat besok. Besok mau jadi apa. Terserahhh…” Itulah Ayu dengan sedikit kebingungannya.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Setelah jam 5, orang-orang di kantor Ayu pun bersiap. Kinar juga sudah mengajak Ayu untuk segera berangkat. Kinar bilang, “Nanti mbak Ayu boncengan sama aku aja..” Ayu mengiyakan tawaran Kinar tersebut. Maka ketika jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, Ayu dan rombongan kantornya bergegas ke tempat tujuan. Sampai akhirnya mereka menemukan tempat yang pas. Warung lesehan di Jogja memang lebih asik daripada restoran-restoran mahal lainnya. Hal inilah yang membuat Ayu selalu kangen dengan kota kelahirannya. Makan malam untuk beberapa orang pun segera dipesan. Gudeg, tempe tahu penyet, buntil, ayam goreng, jeroan goreng, sambel terasi yang menggoda selera, teh manis hangat, hhhmmm….terlihat sekali mereka sudah tidak sabar ingin segera melahap makanan-makanan tersebut. Lidah Ayu pun terasa sudah tak sabar ingin digoyang. Diiringi alunan live music dari para pengamen jalanan. Yang suaranya tak kalah bagus dengan penyanyi-penyanyi ibukota. Para karyawan ini, mereka terlihat sangat akrab satu sama lain. Bahkan sudah seperti keluarga sendiri. Ayu benar-benar bisa merasakannya. Walaupun baru beberapa hari di kantor ini, tapi hawa kekeluargaan memang sudah melekat pada mereka. Makan malam sambil berbincang-bincang, bersenda gurau, sungguh amat membuat suasana terasa kental. Tidak ada perbedaan jabatan atau apapun di antara mereka. Termasuk Pak Dino. Di mata Ayu ia adalah sosok atasan yang low profile. Tidak pernah memandang bawahannya sebelah mata, tidak semena-semena. Dan malam ini, Ayu semakin melihat kenyataan tersebut. Pak Dino tidak ada masalah duduk bersila bersama staff-staff lainnya. Semuanya sama rata. “Alangkah indahnya negeri ini jika semua orang seperti Pak Dino.” Pikir Ayu dalam hati. Tidak sadar dengan apa yang dipikirkannya, Ayu sampai tersenyum sendiri melihat apa yang ada di hadapannya. “Lho…mbak Ayu, malah senyum-senyum saja..monggo, dihabiskan makanannya. Tambah kalo perlu.” Tawar Pak Dino dengan ramahnya. Pak Dino pun tersenyum.
“Nggeh pak.” balas Ayu disertai senyuman yang tulus.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Deru motor Kinar menembus malam yang sudah mulai sunyi. Ya. Kinar berbaik hati mengantarkan Ayu sampai ke depan rumahnya malam ini. “Stop stop stop Kin..ini rumahku sudah sampai.”
“Oh, ya ya ya mbak..”
Ayu segera turun dari motor Kinar. Membuka helm dan menyerahkan kepada si empunya. “Ayo, mampir dulu.” Tawar Ayu.
“Makasih mbak. Tapi lain waktu saja ya. Sudah malam. Nanti aku dicari sama simbok ku. Heeheehe..” Tolak Kinar secara halus. (..simbok=ibu;bahasa Jawa)
“Oalah..tapi bener lho. Kapan-kapan maen kesini..”
“Pasti mbak. Kalo gitu, aku pamit dulu ya mbak. Makasih lho sudah mau ikut acara kita.”
“Sama-sama Kin..aku juga makasih sudah diajak. Sampai diantar pulang lagi.”
“Ah ndak papa mbak. Sesekali. Yaudah ya mbak. Assalamu’alaikum..” Salam Kinar sambil menghidupkan sepeda motornya kembali untuk beranjak pulang.
“Walaikumsalam..” Ayu membalas salam Kinar. Ayu segera melangkah masuk ke dalam rumah. Ternyata ibu sudah menunggu di depan pintu. Ayu jadi teringat, dulu sewaktu Ayu sudah beranjak remaja, ketika Ayu ada kegiatan sampai malam, Ibu pasti selalu menunggu di beranda rumah ataupun di depan rumah seperti itu. Itulah Ibu. Tetap akan mengkhawatirkan anaknya walaupun anak-anaknya sudah beranjak dewasa. Dan ternyata sampai sekarangpun Ibu masih seperti itu. Ayu tersenyum. “Assalamu’alaikum bu’.” Salam Ayu.
“Walaikumsalam..Alhamdulillah kamu sudah sampai rumah. Piye acarane? Rame?”
“Ya rame bu’. Wong rame-rame.” Ibu dan anak tersebut pun berjalan masuk ke dalam rumah. Sampai ruang tengah, Ayu memutuskan untuk duduk dahulu.
“Mau ibu’ buatkan teh nduk?”
“Ndak usah bu’. Wong tadi habis ngeteh. Nanti Ayu ambil minum sendiri. Lha ibu’ ko’ jam segini belom tidur. Biasanya sudah tidur.”
“Ibu’ tu memang sengaja nungguin kamu ko’ nduk.”
“Yasudah..Ayu kan sudah sampe rumah..Ibu’ istirahat saja sekarang..” Pinta Ayu kepada Ibunya.
“Ibu’ nungguin kamu…memang karena ada yang mau dibicarakan..” Lanjut Ibu kemudian.
“Hhmm…pasti soal pertemuan besok.” Dalam hati Ayu. “Ada apa to bu’?” Tanya Ayu.
“Soal besok, tadi Jeng Tatik telepon Ibu’ lagi. Dia minta maaf. Pertemuannya ndak jadi besok. Anak nya mendadak harus kembali ke Jakarta tadi pagi.”
“Alhamdulillah…” Ayu bersorak gembira dalam hatinya. Ia berusaha menyembunyikan senyuman kegembiraan dari bibirnya. Ia hanya ingin tetap menghormati Ibunya. Tapi jujur, rasanya seperti minum sebotol air di tengah kemacetan Jakarta. Huft…Ayu lega.
“Tapi Ibu’ sama Jeng Tatik tetap akan mengenalkan kalian besok Lebaran, atau jika ada kesempatan lagi, atau selama kamu belum mempunyai pendamping nduk. Jujur, Ibu’ bener-bener khawatir sama kamu. Ibu’ ndak pengen kamu terus berlarut-larut sama masa lalumu, tanpa memikirkan masa depanmu. Ibu’ harap, kamu mengerti maksud Ibu’ nduk.” Perlahan lahan ibu beranjak pergi dari hadapan Ayu. Ayu yang ditinggal, duduk terdiam. Tiba-tiba saja ia merasa bersalah terhadap Ibunya yang selalu memikirkan yang terbaik untuk masa depannya.
“Mungkin semua yang dikatakan Ibu ada benarnya. Tidak seharusnya aku hanya memikirkan ego dan persepsi ku sendiri. Huft..Tuhan..Tolong berikan satu saja yang terbaik untuk ku dan keluarga ku.” Tiba-tiba saja air mata Ayu menetes. Dan kesunyian malam menemaninya. Dalam kesendirian…









Have Fun Together
Malam Sabtu yang sendu sudah berhasil Ayu lewati. Sabtu tenang pun akhirnya ia nikmati. “Ini saatnya sedikit bersenang-senang dengan sister and brother.” Seru Ayu dalam hati. Seperti yang sudah diungkapkan Ayu kepada Ibunya beberapa hari yang lalu, Ayu memang sudah berjanji untuk mengajak jalan-jalan Retno dan Dimas ke Malioboro. Sekalian Ayu ingin belanja, membelikan oleh-oleh untuk teman-teman kantor dan kost nya. “Kalau tidak disempatkan sekarang kapan lagi.” Pikirnya. Karena kelihatannya belum tentu minggu depan Ayu masih berada di Jogja. Pekerjaannya di sini sedikit demi sedikit sudah hampir selesai. Tinggal menemukan beberapa orang calon karyawan lagi. Dan Ayu diharuskan untuk segera kembali ke Jakarta. Baiklah, Ayu sudah siap dengan style nya yang selalu simple dan santai. Tinggal menunggu adik-adiknya bersiap-siap kalau begitu.
“Dimas, Retno, piye? Udah siap jalan belom?” Ayu sedikit berteriak memanggil kedua adiknya. (..piye=gimana;bahasa Jawa)
“Ya mbak..bentar lagi..” jawab keduanya kompak.
“Hhhmm..kompak bener jawabnya.” Sembari menunggu adik-adiknya, Ayu memeriksa kembali barang-barang bawaannya. Ia mengeluarkan ponselnya. Ayu jadi teringat, sudah lama ia tidak membuka Facebooknya. Saking sibuknya mungkin. Ia mulai membuka lagi halaman situs jejaring sosial tersebut. Ada beberapa friends request ternyata. Beberapa orang teman SMA dan kuliah nya dulu. Dan satu orang lagi, Ayu tiba-tiba tersenyum sendiri. Ada perasaan yang tiba-tiba menyengat tubuhnya. Membuat jantungnya tiba-tiba berdetak tak karuan. Beno Wicaksono. Nama itu yang tiba-tiba membuat jantung Ayu berdetak tak karuan. Ayu sendiri tak mengerti kenapa. Ayu ingin segera mengarahkan anak panah di ponselnya ke tanda “Confirm”. Tapi tiba-tiba, “Doooorrrr…..” Ayu terkaget-kaget dibuatnya. Ternyata Dimas dan Retno. “Ayo mbak..malah asik sendiri.” Keluh Dimas.
“Iya ayo mbak..berangkat..” Tarik si kecil Retno. Mau tidak mau ia melupakan soal Beno dan Facebooknya untuk sementara waktu. Tapi jujur di dalam hati kecilnya, Ayu sangat amat penasaran dengan sosok seorang Beno.
“Ayo ayo..kita berangkat…Pamitan sama Ibu’ dulu yok.”
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Setelah berpamitan dengan Ibu mereka. Ayu, Dimas, dan Retno, segera berangkattt….Untungnya jarak dari rumah ke Malioboro tidak terlalu jauh. Cukup dengan naik becak yang mangkal di depan gang, beberapa menit saja, mereka sudah sampai di tempat tujuan. Setelah turun dari becak, Retno langsung menarik tangan kakaknya. Mengajaknya ke suatu tempat. “Aduh..jalannya jangan cepat-cepat donk..” Keluh Dimas.
“Iya ini si Retno. Jangan buru-buru nduk..kita kan masih lama jalan-jalan di sininya nanti..” Ayu pun menasehati. Tapi yang dinasehati tak mau menggubris omongan kakak-kakaknya.
“Udah..pokoknya ayo mbak..Retno pengen beli jaket. Jaketnya tu bagus banget..Beberapa bulan yang lalu pas Retno diajak jalan-jalan sama temen Retno dan ibunya, jaketnya tinggal satu..Retno mau beli tapi uang tabungan Retno belum cukup..Sekarang kalo Retno minta dibelikan sama mbak Ayu ndak papa to mbak? Hehehe..” Cerocos Ayu yang sudah tidak sabaran kelihatannya.
“Iya..Pasti mbak belikan. Tapi jangan buru-buru begini to nduk jalannya..” Tapi Retno tetap berjalan cepat sambil menarik tangan mbaknya. Sedangkan Dimas, berusaha mengikuti langkah kakak serta adik nya di depan. Saking seriusnya memperhatikan dan mengikuti kakak dan adiknya, tiba-tiba ia dikagetkan oleh orang yang berjalan di belakangnya. Kelihatannya orang itu juga terburu-buru. Sampai-sampai menabrak Dimas yang sedang berjalan di depannya. Mungkin juga karena barang bawaannya yang terlalu banyak. “Aduh, piye to mas iki. Kalo jalan liat-liat dong mas.” Gerutu Dimas. Sedangkan yang ditegur hanya bilang,
“Maaf, maaf mas, saya ndak sengaja. Maaf sekali. Saya buru-buru. Maaf ya mas.” Orang tersebut langsung berlalu dari hadapan Dimas. Ayu yang baru sadar Dimas tidak ada di belakangnya, langsung mencari-cari. Ternyata Dimas tertinggal cukup jauh darinya. Dimas terlihat sedang mengikat tali sepatunya yang terlepas. Ayu segera menahan Retno yang masih tetap menariknya.
“Nduk nduk..bentar, itu lihat, mas Dimas kenapa itu masih ketinggalan jauh. Ayo kesitu dulu.” Ayu segera menghampiri adik laki-lakinya. “Kamu kenapa nang?”
“Itu lho mbak. Ada orang jalan di belakang Dimas. Ndak liat-liat main tubruk saja. Sampe kaget aku. Tali sepatu ku aja sampe keinjek gini.” Jelas Dimas ketika ditanya kakaknya.
“Orang yang mana to? Kamu ndak bilang sama dia suruh jalannya ati-ati..?”
“Itu lho mbak. Yang mau nyebrang itu orangnya. Aku udah ngomong sama dia. Dia nya minta maaf gitu sambil buru-buru..” Jelas Dimas.
“Yang mana to?” Tanya Ayu penasaran. Sambil melihat orang-orang di sekelilingnya.
“Itu lho..yang bawa belanjaan banyak.” Tunjuk Dimas kepada seorang pria yang berdiri tepat di zebra cross. Ayu melihat sosok seorang pria yang ditunjuk Dimas. Ia mengamati pria itu dari belakang. Sesaat ia terdiam. Tapi ternyata ia mengenali sosok itu. Perlahan-lahan ia berusaha mengejar pria itu. Tapi sebelum Ayu berhasil sampai di dekatnya, pria itu sudah menyebrang jalan. Tangan Ayu pun tak berhasil menepuk pundak pria itu. Ingin memanggilnya, tapi tidak tahu kenapa suara Ayu seakan tercekat di tenggorokan. Ayu hanya bisa mengamati sosok itu dari jauh. Perlahan-lahan pria itu pun berlalu dari penglihatan Ayu.
“Mbak..mbak Ayu kenapa to? Kenal to sama orang tadi?” Dimas menghampiri mbak nya yang terlihat ingin mengejar orang yang barusan menabraknya dari belakang.
“Ehmm…endak Dim. Cuman ko’ kaya mirip temen mbak dulu. Entah iya entah bukan. Mbak juga masih ragu. Makanya tadi mbak pengen manggil. Cuman udah keburu nyebrang yaudah ndak jadi aja.”
“Walah…bukannya dipanggil aja tadi mbak mumpung masih deket.”
“Udah ndak papa. Udah yok. Kita lanjut lagi jalan-jalannya.” Ajak Ayu.
“Tapi ko’ muka mbak Ayu malah kaya orang bingung gitu to mbak?” Tanya Dimas tiba-tiba.
“Udah ndak papa..mbak ndak papa. Ayok. Nanti keburu siang.” Ayu berusaha menghindari pertanyaan Dimas.
Dalam hati Ayu tidak menentu. Ayu yakin sekali. Kali ini ia tidak salah. Sosok pria tadi adalah Reno. Pria yang masih menghantui hidupnya. Muka Ayu masih terlihat seperti orang yang habis melihat hantu di siang hari. Mendadak pucat, seperti orang linglung. Pandangan pun tiba-tiba kosong. Tapi ia berusaha seperti tidak terjadi apa-apa di hadapan adiknya.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Retno berhasil mendapatkan jaket yang diinginkannya. Sedangkan Dimas, mendapat tas baru dari Ayu. Ayu juga tidak lupa membelikan sandal untuk ibunya. Sudah beberapa plastik belanjaan yang dibawa Ayu. Dimas juga membantunya. Belanjaan Ayu memang kebanyakan untuk oleh-oleh teman kantornya dan juga teman kost nya. Beberapa kaos “Mrongos” dan “Dagadu” Jogja untuk Jodi. Sandal, gantungan kunci, dan daster batik untuk teman-teman perempuannya. Lega rasanya ia sudah mendapatkan apa yang ia cari. Dan sepertinya sudah saatnya makan siang ketika mereka juga sudah lelah untuk berbelanja. “Pada laper ndak ni..?” Tanya Ayu pada kedua adiknya.
“Laperrr…..” Jawab mereka kompak.
“Oke..kalo gitu kita makan dulu yok. Kalian mau makan dimana?” Sambil berjalan mereka menentukan akan makan dimana siang ini.
“Aku pengen itu lho mbak..makan makanan yang kaya orang-orang Jakarta..yang di tipi-tipi itu..” Si kecil Retno bersuara menyampaikan keinginannya.
“Oh gitu..Yaudah kalo gitu kita masuk mall di sebrang situ yah.” Ayu segera menggandeng si kecil Retno dan memberikan kode kepada Dimas agar tetap mengikutinya. Ayu tahu apa yang diinginkan adiknya. Mereka memang jarang makan makanan sejenis fast food atau yang lainnya. Mungkin karena mereka juga jarang diajak keluar rumah oleh Ibu. Maklum. Ibu juga sibuk untuk mengurus toko batik.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sampailah mereka di Malioboro Mall. Mall terdekat yang berada di seputaran Malioboro. “Mbak, aku mau yang itu aja..” Retno berbisik di telinga Ayu sambil menunjuk ke arah sebuah tempat makan.
“Oh..itu..itu namanya Pizza. Retno beneran mau itu?” Tanya Ayu meyakinkan Retno. Karena takutnya Retno akan berubah pikiran lagi setelah melihat food court food court yang lain.
“Iya mbak. Yang itu aja.”
“Kalo yang itu, mau ndak?” Ayu menunjuk sebuah food court lagi untuk memantapkan hati si kecil.
“Ndak ah mbak. Kalo ayam kaya gitu Retno juga udah sering makan.”
“Oke. Sip. Kita kesana. Kamu juga mau to Dim?” Tanya Ayu kepada adik yang satunya.
“Dimas diajak makan dimana aja mau mbak..”
“Oke deh kalo begitu…”
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Setelah makan siang, disertai obrolan-obrolan adik kakak di antara mereka, mereka pun memutuskan untuk segera pulang. Karena hari juga sudah semakin sore. Kasihan ibu di rumah sendirian menunggu. Tidak lupa Ayu take away makanan untuk Ibunya.







Last Few Days in Jogja
Ini adalah beberapa hari terakhir di Jogja bagi Ayu. Tinggal mendapatkan Sekretaris bagi Pak Dino, dan selesailah tugas Ayu di kota ini. Sementara untuk posisi HRD, Ayu sudah mendapatkan 2 orang. Satu untuk HRD manager dan satunya lagi untuk staff HRD. Maka dari itu sisa hari nya di Jogja akan digunakan untuk menjelaskan Job Description sekaligus serah terima setelahnya. Sebenarnya Ayu sudah merasa betah dengan suasana di kantor ini. Tapi mau bagaimana lagi. Karena kantor Ayu yang sesungguhnya adalah di Jakarta. Mungkin juga beberapa tugas sudah menungunya di Jakarta.
Pagi ini ia harus menemui Pak Dino. Kemarin ia memang sedikit agak lupa untuk menyampaikan bahwa ada applicant yang harus Pak Dino interview untuk posisi sekretaris. Sekretaris Pak Dino untuk saat ini masih dirangkap oleh Kinar. Jadi ia berusaha untuk bisa menemui Pak Dino pagi ini juga sebelum Pak dino membuat appointment lainnya.
Ayu mulai melangkah ke ruangan Pak Dino. Seperti biasanya Pak Dino sudah ada di kantor pagi-pagi sekali. “Tok tok tok..” Ayu mengetuk pintu ruangan Pak Dino. “Masuk..” Terdengar suara Pak Dino yang mempersilahkan tamunya untuk masuk dari dalam. Ayu pun segera membuka pintu ruangan tersebut.
“Pagi Pak.”
“Pagi..Mbak Ayu..mari masuk mbak..”
“Terimakasih Pak..”
“Silahkan duduk mbak.”
“Tidak usah Pak. Saya sebentar saja ko’. Maaf sebelumnya kalau terkesan mendadak. Saya memang lupa kemarin untuk menyampaikan ke Pak Dino, bahwa hari ini saya ada schedule interview dengan applicant untuk posisi Sekretaris yang nantinya akan menjadi sekretaris bapak. Apa bapak ada waktu siang ini untuk interview juga?”
“Wah ya ada..Itu bisa diatur mbak..Jam berapa nanti interviewnya?” Tanya Pak Dino.
“Setelah makan siang ya pak. Nanti saya interview si applicantnya dulu, kemudian giliran Pak Dino setelahnya. Bagaimana pak?”
“Oke..saya manut mbak Ayu saja yang sudah berpengalaman. Hehehe…” Kelakar Pak Dino.
“Baik kalo begitu pak. Saya permisi dulu. Terimakasih ya pak.”
“Sama-sama mbak Ayu.”
Ayu kembali berjalan ke ruangannya, untuk menyusun beberapa schedule lainnya dan menyelesaikan pekerjaan yang belum terselesaikan. Kriingg…kringg….Ponsel di meja kerja Ayu berdering. Nama Jodi terlihat di layar ponselnya. “Halo Jod..” Jawab Ayu sambil tetap memandangi layar komputernya.
“Ape kabar lu? Kapan balik Jakarte?”
“Buset dah..to the point banget nanyanya.”
“Yaiyalah..secara kerjaan di sini udeh numpuk no..”
“Lah elu kerjanya apa aja di sana sampe kerjaan bisa numpuk? Makan gaji buta ya?”
“Sialan lu. Udah pontang-panting ni Yu gue kerja sendiri..Seriusan..kapan balik?” Tanya Jodi dengan nada yang agak memaksa.
“Beberapa hari lagi Jod..Ini kerjaan di sini juga udah mau kelar. Sabar yak. Heheh.” Ayu mencoba memberikan pengertian kepada partner kerjanya. “Hari ini juga gue mau email si Rina buat ngurusin tiket.”
“Oke. Fine. Gue tunggu loe. Tapi udah beli oleh-oleh kan buat gue?”
“Tetep lu ye gak jauh dari yang namanya oleh-oleh. Mmmhh…gimana ya..Dibeliin gak ya..Liat-liat ntar deh. Hahahha…” Canda Ayu.
“Kalo kagak dibeliin oleh-oleh, wajib traktir begitu sampe Jakarte.” Ancam Jodi. ”Yaudah deh. Cuman ngecek lu doank. Takut kagak balik-balik. Besok kabar-kabarin lagi ye kalo udah tau kapan baliknye!”
“Iya iya Jod..tenang aja..” Jawab Ayu meyakinkan temannya.
“Oke. Bye..”
“Bye Jod..” Setelah Ayu menutup ponselnya, Ayu langsung menulis email untuk Rina. Agar diuruskan tiket untuk kembali ke Jakarta secepatnya.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Siang ini setelah selesai interview dengan beberapa kandidat sekretaris untuk Pak Dino, Ayu beserta Pak Dino, langsung memutuskan dan memilih, siapa kandidat yang pantas untuk posisi tersebut. Dan beberapa hari kedepan, calon sekretaris Pak Dino tersebut sudah bisa langsung masuk kerja. Tidak lupa juga Pak Dino dan Ayu meminta Kinar untuk mempersiapkan dokumen serah terima tugas kesekretarisan yang selama ini masih dipegang oleh Kinar. Saat ini setidaknya Ayu sudah bisa bernafas lega. Karena itu berarti tugasnya di Jogja sudah hampir selesai. Waktu bersama keluarga pun tinggal beberapa hari lagi. Sudah terbayang di kepala Ayu tugas-tugas di Jakarta yang menunggunya. Hari-hari sibuk dan melelahkan akan segera ia temui kembali…Dan bukan Ayu namanya. Jika tidak bisa menghadapi semua itu..
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Malam terakhir di Jogja, setelah beberapa minggu penugasannya, saat ini Ayu sudah kembali harus packing untuk kembali ke Jakarta. Tidak beberapa lama setelah ia mengirim email ke Rina, untuk diuruskan tiket Jogja-Jakarta, ia sudah mendapatkan jadwal kembalinya ke Jakarta. Besok sore Ayu sudah harus kembali ke Jakarta. Mungkin paginya ia akan berpamitan dengan staff kantornya yang ada di Jogja terlebih dahulu. “Sudah masuk semua belom nduk barang-barangmu?” Ibu tiba-tiba masuk ke kamar Ayu.
“Belom ini bu’. Ini baru tak cek lagi.” Jawab Ayu.
“Berangkatnya besok sore to? Mau Ibu’ masakin lauk apa nduk?”
“Walah. Ndak usah bu’..paling cuman beberapa jam aja..Memangnya kaya’ naek kereta..Bisa seharian di jalan.” Terang Ayu.
“Oh yowes nek ngono. Kamu lanjutin dulu ya bebenahnya. Nanti kalo ada yang dirasa kurang bilang Ibu’.”
“Nggeh bu’..” Ibu meninggalkan Ayu yang masih merapikan barang-barangnya, dan memindahkannya ke dalam koper.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Saya minta maaf ya Pak..kalo selama di sini sering merepotkan..” Pagi ini Ayu sudah berada di kantor untuk menemui Pak Dino dan staff-staff lainnya. Tanpa basa-basi, ia segera berpamitan kepada rekan-rekannya. Karena sore ini ia sudah harus duduk di pesawat lagi untuk kembali ke Jakarta.
“Ah…mbak Ayu ini..Ya sudah jelas tidak merepotkan to mbak..Justru saya yang mau bilang terimakasih..Karena mbak Ayu sudah banyak sekali membantu kami di sini. Kantor jadi komplit. Hehehe…” Sela Pak Dino di tengah kata-kata perpisahan yang meluncur dari bibir Ayu.
“Sama-sama Pak..Memang sudah tugas dan tanggung jawab saya kalo soal itu.” Jawab Ayu dengan untaian kata yang manis dari bibirnya. “Kalo gitu..saya langsung pamit ya Pak..Karena sore nanti saya sudah harus kembali ke Jakarta. Jadi harus siap-siap dulu di rumah.”
“Oh nggeh mbak..monggo..Jangan bosan kalo sewaktu-waktu nanti ditugaskan lagi ke sini..Hehehe..”
“Dengan senang hati pak..Mari..” Ayu bergegas keluar dari ruangan Pak Dino. Staff yang lain pun sudah ia pamiti. Sudah cukup lega untuk meninggalkan kantor ini sekarang. Walaupun sebenarnya ia lebih merasa betah di kantor ini. Tapi apalah daya, the real office is in the big city. “And my real jobs were there..”
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Sudah masuk ke tas semua nduk barang-barangmu?” Ibu bertanya. Memastikan sekali lagi agar tidak ada yang tertinggal.
“Sudah bu’. Sudah masuk semua. Kalo gitu Ayu pamit ya Bu’..Ayu balik dulu ke Jakarta..” Pamit Ayu sambil mencium tangan ibundanya..Tanda hormat sekaligus tanda sayangnya.
“Yowes..Sing ati-ati yo nduk..Jadi kamu pulang ke rumah lagi lebaran besok?”
“Insya Allah Bu’..”
“Ibu berharap, lebaran besok, kamu sudah bisa menentukan pilihan ya nduk. Sekali lagi ibu cuman khawatir sama kamu..ndak kurang, ndak lebih. Ini buat kebaikan dan masa depanmu sendiri. Belajar buka hati nduk..” Tiba-tiba mata Ayu terlihat berkaca-kaca. Ia tidak bisa melawan kata-kata ibunya. Karena ia tahu, setiap Ibu menginginkan yang terbaik untuk anaknya.
“Amien Bu’ Insya Allah.” Jawab Ayu singkat tapi dengan tatapan yang berusaha meyakinkan ibunya. “Dimas, Retno, mbak pamit dulu ya..kalian belajar yang rajin..Jagain Ibu’, jangan suka ngelawan.” Pesan Ayu kepada kedua adiknya, sambil mencium kening dan pipi mereka masing-masing. Dimas dan Retno pun mencium tangan Ayu. Ibu, Dimas dan Retno, mengantarkan Ayu ke halaman depan. Mobil kantor dan Pak Ridwan sudah menunggunya. Sebelum masuk ke dalam mobil, sejenak Ayu menoleh ke belakang, dan melambaikan tangan ke arah keluarganya. Ibu, Dimas dan Retno pun membalas lambaian tangan Ayu.







                Back to J Town…
“Selamat pagi…..”
“Ayu…….Ya ampun…elo gak ngabar-ngabarin gue sih. Buset dah…Mane oleh-olehnye?” Jodi langsung menodong Ayu yang baru masuk ke dalam ruangan kantor mereka. Tangannya menengadah di hadapan Ayu.
“Buset…gak tau diri banget ni..Gue baru dateng bukannya disambut, ditanyain kabarnya gimana gitu,eh malah langsung ditodong. Hhmm…teman yang baik.” Ayu pura-pura memasang muka cemberut di hadapan Jodi. Ia bertolak pinggang sekarang.
“Hahahaha…becande Yu…ah. Lu kayanye gemukan ye.” Jodi clingak clinguk mengamati badan Ayu. “Tuh. Lengen tangan lu tambah padet.”
“Ah masa si? Perasaan biasa-biasa aja.” Ayu juga jadi sibuk memperhatikan badannya sekarang.
“Yang merhatiin kan orang Yu.”
“Yayayaya whateverlah..Alhamdulillah kalo tambah gemuk. Gimana? Gue harus gimana ni. Hari pertama kerja?”
“Kaya anak baru aje loe. Syukur Alhamdulillah..loe udah masuk. Pas..banget. hari ini keponakannye si boss juga baru masuk. Paling bentar lagi loe ditelpon sama si boss. Secara dia juga udah tau kan kalo lu bakal masuk lagi hari ini?”
“Iyalah…Kan si Rina juga pasti reporting ke dia. Yaudah. Syukur deh. Bisa kenalan sama orang baru. Semoga ganteng. Lumayan, ponakan boss gitu loh.” Ayu tersenyum ke arah Jodi sambil ngeloyor pergi ke mejanya.
“Eh..dasar. Matre juga ni si Ayu. Hhmmm…”
Ayu bergegas ke meja kerjanya yang sudah beberapa pekan ia tinggalkan. Cukup rapi. Ternyata Jodi pintar juga menjaga agar mejanya tetap terlihat rapi seperti ini. Hanya saja memang banyak tumpukan file dan kertas-kertas yang baru ia lihat. Mungkin itu adalalah tumpukan pekerjaan yang harus segera ia kerjakan dan follow up. “Fiuh…Siap-siap kerja keras lagi..”
------------------------------------------------------------------------------------------------------------


“Halo selamat pagi.” Terlihat Jodi sedang menjawab telepon yang berdering di meja kerjanya.
“Oh, Pak Khrisna. Sudah Pak. Ayu sudah masuk hari ini.” Ayu mendengar namanya disebut-sebut. “Baik Pak. Nanti kami siapkan. Baik Pak. Saya segera sampaikan ke Ayu.” Jawab Jodi yang setelah itu langsung menutup gagang teleponnya. Jodi tiba-tiba segera menghampiri Ayu. “Beruntung banget lu Yu..Kemaren ngarepin dapet kenalan ponakannye Boss. Hari ini nih. Pas..banget elu masuk orangnya juga masuk.” Cerocos Jodi.
“Sumpeh loe? Wah..asiiik…Hahahaha…” Jawab Ayu sambil diiringi tawa ceria.
“Barusan uncle nya yang telpon gue..Katanye kita disuruh nyiapin berkas-berkas yang harus diisi..Ntar orangnye mau ke sini sendiri. Sekalian lu disuruh ceritain profil perusahaan katenye.”
“Siapp…Gak ada masalah. Segera laksanakan. Hahahah…” Tangan Ayu membentuk sikap hormat di depan Jodi. Jodi yang diperlakukan seperti itu hanya memonyongkan mulutnya.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Tok tok..” Terdengar suara pintu ruangan HRD diketuk. Jodi yang duduk di kursi paling depan segera melongok ke arah luar ruangan. Ia pun memberikan kode ke orang yang mengetuk pintu untuk masuk.
“Selamat pagi.” Sapa orang tersebut.
“Pagi. Maaf Pak, mau bertemu dengan siapa?”
“Ini pasti Pak Jodi ya? Ehhmm..Saya diminta Pak Khrisna pagi ini untuk bertemu dengan HRD staff, untuk melengkapi file-file karyawan yang harus diisi.” Terang pria tersebut.
“Oh..Ini Pak Putra ya?” Ayu yang duduk di ruangan dalam, entah kenapa semakin penasaran dengan sosok pria yang dari beberapa waktu yang lalu sudah ramai dibicarakan orang sekantor dan juga Jodi. Mungkin karena ia keponakan Boss. Orang jadi semakin penasaran dengan sosoknya. “Silahkan duduk dulu Pak! Biar saya siapkan berkas-berkasnya yang harus diisi.” Jodi menghampiri Ayu yang masih duduk manis di kursinya. “Mane Boss, udeh disiapin?” Tanya Jodi.
“Udah ni..Eh, gimana Jod, cakep gak?” Ayu bertanya sambil sedikit-sedikit melongok ke meja Jodi. Penasaran.
“Hhmmm…lumayanlah..not bad..Apalagi ntar kalo udeh banyak duit..Hhmm..tambah caem pasti. Udeh sono..Ape elu aje ni yang ngasih berkas-berkasnye?” Tawar Jodi sambil menyodorkan beberapa lembar file.
“Eeitts..bagian gue ntar aja..yang face to face..Yang gampang-gampang kaya begini elu aja yang atur. Hahaha…” Ayu menahan tawanya sambil mengembalikan file-file yang disodorkan oleh Jodi. Jodi segera kembali ke mejanya dan duduk di hadapan pria tersebut.
“Ini Pak Putra. Mohon dibaca dulu perjanjian kerja yang kami tawarkan, apabila sudah jelas, Pak Putra bisa langsung tanda tangan, tapi jika ada yang dirasa masih kurang jelas, Pak Putra bisa tanyakan kepada saya.” Jelas Jodi kepada pria tersebut.
“Oke Pak Jodi, saya baca dulu ya.” Jawab pria tersebut singkat. Dan dalam beberapa detik saja matanya sudah fokus ke arah lembaran-lembaran yang diberikan oleh Jodi.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Seperempat jam kemudian…”Pak Jodi, sudah saya baca, dan saya rasa saya sudah cukup mengerti dengan isi perjanjiannya. Dan beberapa biodata diri juga sudah saya isi.” Pria tersebut menyodorkan berkas-berkas ke arah Jodi. Jodi yang disodorkan berkas-berkas tersebut langsung mengeceknya. Tidak detail. Yang terpenting semua data sudah terisi lengkap. Berkas-berkas tersebut langsung dimasukkan ke dalam amplop oleh Jodi, untuk berikutnya diserahkan kepada Ayu.
“Ni Yu, udeh kelar ngisi biodata ame tanda tangan surat perjanjian kerjanye. Mo lu apain abis ini terserah.” Gurau Jodi sambil menyerahkan amplop yang berisikan berkas-berkas karyawan baru tersebut kepada Ayu.
“Hahaha…Yaudah gih..suruh duduk depan gue orangnya..!” Perintah Ayu. Yang masih memperhatikan monitor komputernya tanpa membuka terlebih dahulu amplop yang sudah diberikan oleh Jodi.
Pria tersebut masuk, tanpa bisa melihat secara jelas wajah Ayu. Karena terhalang komputer. Ia langsung menyapa, “Selamat pagi Bu Ayu.”
Ayu yang mendengar suara tersebut sontak langsung berdiri dan mengalihkan wajahnya dari monitor komputernya. “Pagi…” Seketika itu juga nafasnya terhenti. Pandangannya tepat tertuju kepada pria yang sudah ada di hadapannya. Tangan Ayu yang sudah terjulur untuk berjabatan tangan perlahan-lahan ia tarik kembali. Tiba-tiba matanya berkaca-kaca. Nampak gurat amarah, kesedihan, pertanyaan, tercampur dalam pandangan matanya. “Kamu…” Ayu mencoba mengeluarkan suaranya kembali.
“Ayu..” Pria itu pun mengeluarkan suaranya. Setelah dalam sekejap tadi juga tertegun dengan pemandangan di depannya. Namun tiba-tiba Ayu berjalan ke depan ke arah meja Jodi.
“Jod, tolong lu urus aja orang ini.” Dengan suara yang bergetar, Ayu menyerahkan amplop biodata dan berkas-berkas pria tersebut. Ia pun langsung pergi meninggalkan ruangan. Jodi yang menerima amplop tersebut dan melihat sikap Ayu yang tiba-tiba aneh, berusaha mencerna keadaan yang terjadi. Ia melongok ke arah pria si karyawan baru tersebut, yang masih berdiri mematung menghadap ke meja Ayu. Jodi kemudian membuka lagi amplop tersebut. Ia mencoba menemukan keganjilan yang terjadi. Ia teliti kembali semuanya. Dan betapa kaget pulalah Jodi ketika ia baru sadar dan baru membaca dengan detail, bahwa karyawan tersebut adalah, “Moreno Putra.” Pak Putra yang dipanggil orang-orang di kantornya dan juga oleh Pak Khrisna, ternyata adalah Moreno Putra. Pria yang meninggalkan Ayu begitu saja..Ketika Ayu benar-benar menaruh harap padanya..Jodi pastinya mengerti perasaan Ayu saat ini. Kaget sekaligus bingung harus bersikap seperti apa. Tapi untuk lebih baiknya saat ini, Jodi akan mengambil alih pekerjaan yang ditugaskan kepada Ayu untuk di-handlenya. Ia mencoba melangkah ke meja Ayu.
“Bapak Moreno Putra, silahkan duduk, biar saya yang akan menjelaskan mengenai profil perusahaan kepada Bapak.” Pria itu hanya terdiam, dan menuruti perkataan Jodi. Ia pun duduk.
Sementara itu, di dalam toilet, Ayu menangis…Ia berusaha menenangkan dirinya. Cukup kaget untuk mengetahui bahwa keponakan Pak Khrisna ternyata adalah Moreno. Pria yang pernah dicintainya, pernah ada dalam hidupnya. Dan mungkin masih sampai dengan saat ini. Ayu semakin sadar bahwa pria yang dilihatnya di bioskop, ataupun di Jogja beberapa pekan yang lalu memang Reno. Karena Pak Khrisna pernah bilang keponakannya ini sudah beberapa lama stay di Jakarta. Tapi baru beberapa hari yang lalu kembali lagi ke Jogja untuk mengambil beberapa dokumen dan barang. Ya. Itu memang Moreno. Tidak seperti sebelum-sebelumnya ketika ia sangat ingin sekali memandang wajah Moreno lagi, kali ini tiba-tiba saja rasa itu hilang setelah Ayu mengetahui bahwa Reno akan jadi atasannya. Ia sadar betul bahwa untuk ke depannya ia akan lebih sering berhadapan dengan Moreno. Karena itulah yang dikatakan oleh Pak Khrisna kepadanya. Keponakannya tersebut adalah asistennya. Tangan kanannya kelak. Oleh sebab itu semua masalah perusahaan harus melalui Putra yang notabene adalah Moreno terlebih dahulu. Baru setelah itu jika tidak bisa diselesaikan, Pak Khrisna yang akan turun tangan. “Oh Tuhan..tolong bantu aku untuk memantapkan hatiku..menguatkan hatiku..Bagaimanapun ini pekerjaanku..Aku harus professional. Tidak terhalang oleh masalah pribadiku..Tolong bantu aku Tuhan..” Ayu berdoa dalam hati..Tiba-tiba ponselnya bergetar..Sebuah SMS ia terima. Ayu membukanya. Ternyata Jodi.
“Udeh kelar…Orangnye udeh kagak ada. Lu dimane? Balik dulu ke ruangan yak..!”
Tanpa membalas pesan tersebut, Ayu segera menghapus air matanya, menarik nafas dalam-dalam sekali lagi…Dan melangkah keluar meninggalkan toilet. Menuju ruangannya.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ayu melangkah kembali ke ruangannya. Mencari Jodi yang ternyata sedang duduk di kursi kerjanya. Jodi yang melihat Ayu sudah kembali masuk ruangan, seketika berdiri. Ia menarik tangan Ayu. Membiarkan wanita tersebut duduk di kursinya. “Gue paham…Sorry gue gak liat biodatanye secara detail tadi pas pertama kali die kasih berkas-berkasnye..”
“Lu gak perlu minta maaf Jod…Lu gak salah..Gue cuman masih agak kaget tadi…Jadi tiba-tiba gak bisa ngontrol diri...” Ayu mengeluarkan suaranya kembali. Kali ini dalam keadaan yang sudah sedikit agak tenang.
“Yang sabar ye Yu..Biar gimane lu tetep harus professional..Besok-besok lu banyak kerja ma die. Kalo sekiranye ade yang lu rasa berat buat lu adepin...Gue siap bantu. Lu tinggal bilang aje..”
“Makasih banget ya Jod. Makasih udah ngertiin  perasaan gue..” Ayu menggenggam tangan Jodi.
“Udeh tugas gue sebagai temen lu..” Jodi pun membalas genggaman tangan Ayu. “Udeh ah kerja lagi. Malah kaya sinetron kite. Ntar ada yang liat dikira kite ngapa-ngapain lagi. Pasaran gue ntar turun…Hahahaha…” Canda Jodi.
“Hahahaha…bisa aja lu.” Ayu jadi ikut tertawa dibuatnya. Jodi memang teman yang selalu bisa mencairkan suasana. “Yaudah yok kerja lagi.” Dan Jodi segera kembali ke meja kerjanya.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Keesokan paginya, setelah pertemuan Ayu kembali dengan Moreno, ia masih tidak percaya bahwa ia akan bertemu dengan pria itu lagi. Ayu berdiri di depan cermin meja riasnya. Ia sibuk memandangi dirinya sendiri di cermin. Tapi dengan pandangan yang hampa. Sekali lagi, ia meyakinkan dirinya sendiri kalau dia pasti bisa melewati masa-masa ini. Tanpa Moreno saja ia bisa melewatinya. Dan saat ini, ketika ia hadir kembali dalam kehidupannya, mau tidak mau ia harus melawan rasa itu lagi. Biar bagaimana ia tidak mau diremehkan oleh Moreno. Pria itu mungkin memang pernah mencampakkannya. Tapi bukan berarti saat ini ia bisa semena-mena terhadapnya. Perasaan cinta, perasaan rindu, ia buang jauh-jauh…Untuk saat ini, ia tidak bisa membiarkan Moreno masuk lagi begitu saja ke kehidupannya.
“Pagi…Gimane Yu, better lu?” tanya Jodi yang sudah stand by di kantor lebih awal daripada Ayu.
“Yah..lumayanlah Jod. Memang harus better sebenernya. Gue gak mau kalah sama dia. Gue gak mau dia tambah kegeeran gara-gara ngeliat gue nangis di depan dia. Just let it flow Jod. Semoga semuanya bakal baik-baik saja.”
“Good! Dan pagi ini, kite harus udeh meeting same die. Siap tempur ya buk..!” Jodi menepuk kedua pundak Ayu. Ayu yang ditepuk pundaknya malah bengong. “Woooii…”Jodi setengah berteriak sambil mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Ayu. “Wooii..sadar wooii..”
“Eh, iya Jod..iya. Gue siap meeting. Sama dia. Hari ini.” Jodi mengacungkan jempol persis di depan wajah Ayu.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ayu dan Jodi sudah duduk di ruang meeting. Meeting kali ini masih melanjutkan meeting sebelumnya mengenai penempatan man power di beberapa kantor cabang yang baru. Dan kali ini…dalam meeting ini, Pak Khrisna memperkenalkan Pak Putra, alias Moreno secara formal di depan staff, sebagai orang kepercayaannya. Beberapa kali mata Ayu dan Moreno sempat bertemu pandang. Ayu berusaha berkonsentrasi dan mengikuti jalannya meeting. Bergitu juga dengan Moreno. Walaupun berusaha berkonsentrasi, ia masih mencuri pandang ke arah Ayu beberapa kali. “Yu, Jodi mencolek tangan Ayu. Bicara berbisik kepadanya. Si Reno liat-liat ke elu mulu noh.”
“Masak sih?” Tanya Ayu yang juga berbisik ke arah Jodi.
“Iye no…Jangan terpengaruh Yu! Jual mahal dikit! Hihihi…”
“Hihihi…Iya. Biarin aja.”
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Beberapa waktu setelah meeting selesai, Ayu dan Jodi pun kembali ke ruangan. Dan hanya beberapa menit sebelum jam makan siang, pintu ruangan mereka diketuk. “Tok tok tok…” Jodi yang ada di bagian depan segera melihat siapa yang mengetuk pintu. Ternyata boss baru mereka. Reno. Reno melangkahkan kakinya masuk, berjalan ke arah Jodi. “Eh, Pak Putra. Mmm..Ada apa ya pak?” Tanya Jodi.
“Mmm..Bu Ayu nya ada? Saya bisa ketemu?”
“Mmm…” Jodi nampak ragu. Tapi ia memberanikan diri untuk menemui Ayu. “Yu, cowok lu tu..eh, si boss mude tu..mo ketemu same loe. Diijinin kagak…?”
Ayu yang mendengar hal itu, menarik nafasnya terlebih dahulu. Sebelum ia berujar…”Suruh masuk deh Jod.”
“Oke. Siip…” Jodi mengacungkan kedua jempolnya ke arah Ayu, sambil mengedipkan matanya disertai senyuman genit agak sedikit menggoda Ayu. Dan beberapa saat kemudian, sudah berdiri sosok Reno di hadapan Ayu. Ayu masih terdiam di hadapannya. Untuk kali ini, Moreno yang membuka percakapan.
“Hai Yu. Kamu apa kabar?” Tanyanya entah basa-basi, ataupun memang ini maksud kedatangan Reno. Untuk menanyakan kabar Ayu.
“Baik Ren.” Jawab Ayu sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. “Kamu sendiri? Baik banget ya keliatannya?”
“Ya seperti yang kamu liat sekarang. Kalo gak ada om ku..Belum tentu aku bisa masuk ke perusahaan yang sebesar ini. Tidak seperti kamu yang sukses berusaha sendiri. Kamu hebat.” Meluncur sejurus pujian dari mulut Reno yang sambil tersenyum saat mengucapkannya. Entah Ayu harus senang atau geli mendengarnya.
“Semua orang hidup itu kan memang harus berusaha Ren. Kalo gak berusaha ya bukan orang hidup namanya. Tapi orang mati. Kamu bisa meyakinkan om mu agar kamu bisa masuk sini juga itu merupakan suatu usaha. Jadi kamu juga sudah bisa dibilang hebat.” Reno tersenyum mendengar ucapan Ayu.
“Belom Yu. Aku baru mulai berjuang. Untuk memulai dan mempertahankan kepercayaan yang telah diberikan oleh om ku.”
“It’s good Ren..Selamat berjuang kalo gitu. So…Maksud kedatangan kamu ke sini ada keperluan lain atau hanya ingin menanyakan kabar ku?” Ucapan Ayu kali ini bernada agak menyindir. Tapi tidak tahu yang disindir merasa atau tidak.
“Nope. Aku cuman ingin menemui kamu…Terlepas dari kita dulu pernah memiliki hubungan pribadi…Aku harap kamu tidak mencampur adukkan masalah ini dalam pekerjaan kita nantinya. Aku minta maaf jika di masa yang lalu aku pernah menyakiti kamu..Tapi aku harap, kita bisa bekerja secara professional.”
“Ren, tanpa kamu minta pun aku akan bersikap professional. Apalagi kamu itu boss ku. Yang lalu juga sudah kuanggap masa lalu. Dan soal kemarin, aku hanya kaget melihat kamu lagi di depan ku. Tapi untuk ke depannya, kamu tidak perlu khawatir aku akan bersikap seperti apa.” Tegas Ayu panjang lebar.
“Oke. Thanks Yu..I’m so glad to hear that.” Jawab Reno. Reno melirik arlojinya. “Sudah jam 12 pas. Waktu makan siang.” Pikirnya. “Sudah waktunya makan siang, mau makan siang bareng?”
“Sure. Kalo kamu juga mau untuk ngajak Jodi.”
“Of course..” Jadilah siang ini Ayu, Jodi, dan Juga Moreno, makan siang bersama. Tidak terlalu banyak pembicaraan. Mungkin karena Ayu dan Moreno masih sama-sama canggung karena sudah lama tidak bertemu setelah hubungan pribadi mereka berakhir. Dan kali ini mereka dipertemukan dalam satu tempat yang mengharuskan mereka bertemu hampir setiap hari dan setiap waktu. Yaitu pekerjaan. Mau tak mau mereka tidak bisa mengelak. Mau tak mau mereka harus menghadapinya. Meskipun bagi Ayu, ini adalah suatu kepedihan yang masih terasa. Mengingat sampai dengan saat ini ia tidak tahu pasti perasaannya terhadap Moreno. Rindu, bingung, sedih, marah. Masih bercampur jadi satu ketika ia harus berhadapan dengan Moreno. Tapi Ayu tak mau memperlihatkannya di hadapan Moreno. Seperti janjinya pada Moreno dan dirinya sendiri. Ia memang harus professional. Apapun perasaannya…Ataupun perasaan Moreno padanya…Saat ini.


What Happened on My Facebook??
Kali ini, Ayu membuka halaman Facebook nya lagi…Setelah sekian lama ia tinggalkan karena pekerjaan yang memakan hampir seluruh waktunya. Seketika ia menepuk jidatnya sendiri. Bagaimana mungkin ia bisa lupa untuk hanya sekedar menekan tab “Confirm” pada friend request nya dari seorang Beno. Yak. Beno Wicaksono. Pria di pesawat yang pernah terbang bersama dengannya ke Jogja. Dan pertemuan singkatnya dengan pria itu. Membuat Ayu mengingat kembali every little moment perjumpaannya dengan Beno. Tanpa menunggu lama lagi, Ayu langsung mengarahkan cursor ke arah tab “Confirm” pada halaman Facebook di laptopnya. Ayu memperhatikan Profile Picture Beno di situ. Terlihat seperti bukan di Indonesia..Ayu memperhatikannya dengan seksama. Ia lihat satu persatu setiap photo Ben. Membaca beberapa status yang masih terlihat di wall nya. Dan melihat info diri Ben. Ooww..Ternyata already “In Relationship” dengan seorang wanita bernama “Vhera Anggraini.” Hhhmmm…Ayu kembali menelan ludah pahit..Ia tidak berani menaruh harapan kepada pria ini. Tiba-tiba sound chat Ayu berbunyi.
·    Beno Wicaksono          * X
“Hai bu Ayu…Apa kabarnya..? Makasih ya udah di confirm setelah sekian lama saya meng-add. :D “

·    Ayusita Mandasari      * X
“Hahaha…Maaf ya Mister Beno..Gak ada maksud sama sekali. Baru buka Facebook lagi… :D “

·    Beno Wicaksono          * X           
“Iya deh yang orang sibuk… :p Kapan ni..Kita bisa tuker pengalaman lagi..? Cerita-cerita lagi? J

·    Ayusita Mandasari      * X
“Boleh..Kalo weekend saya pasti bisa..Gak tau deh kalo bapak yang satu ini.. J

·    Beno Wicaksono          * X
“Hahaha..Okelah. Pasti suatu saat nanti bisa diatur lah ya..”
Begitulah sekilas percakapan antara Ayu dan Beno. Cukup membuat Ayu surprise..Surprise karena ia senang bisa mengenal seorang Beno yang menyenangkan..Surprise karena Beno juga masih mengingatnya..Dan surprise karena ia sudah mengetahui status Beno sekarang. His in relationship anyway…Hhhmmm…”Tapi tak apalah. Dia masih bisa berteman dengan seorang Beno yang menyenangkan itu.” Pikirnya. Mumpung Ayu belum terlalu menaruh harap. Ia yakin ia akan baik-baik saja.
Dan Dengan Berjalannya Waktu…
Sudah 1 bulan terlewati semenjak Reno ada di Jakarta. Dan di kantor ini..sudah begitu cukup waktu mereka bertemu dan bertatap muka langsung. Sepertinya sudah cukup meyakinkan perasaan Ayu bahwa pria yang kerap bersamanya akhir-akhir ini, tidak akan bisa masuk ke hatinya lagi. Walaupun rasa nyeri itu masih hinggap terkadang, walaupun kenangan-kenangan bersama Reno tidak mudah untuk dihapus. Tapi bukan berarti ia harus selalu mengingat-ngingatnya. Terlebih sikap Reno yang terlihat lebih professional. Lebih menyadarkan Ayu bahwa ia memang sedang berhadapan dengan pekerjaannya. Bukan masa lalunya.
Memang tidak pernah terpikirkan oleh Ayu sebelumnya akan bekerja dengan seorang mantan pacar yang pernah dicintainya..Orang yang dulu pernah meninggalkannya dengan alasan ia tidak lebih berhasil dari Ayu, saat ini malah jadi atasannya. Hingga pada suatu malam, Ayu dan Jodi harus lembur sampai malam. Pekerjaan yang dikejar deadline harus segera mereka selesaikan. Malam ini cukup sampai dengan jam sembilan malam saja..Ayu dan Jodi segera merapikan peralatan kantor mereka..mematikan komputer, AC ruangan, dan lampu. Mereka segera turun ke arah lobby. “Yu, sorry banget ye. Malem ini gue kagak bisa nganterin lu..Bonyok gue udah rempong ni dari tadi nelponin mulu. Katanye udah ditunggu di rumah. Lagi ada acara keluarge gitu deh..” Ujar Jodi.
“Ya gak papalah Jod..Gue masih bisa naik taxi ini..Yaudah lu ati-ati ya..Jangan ngebut..! Yang penting selamet…
“Oke deh..Lu juga ati-ati ye! Ditelpon aje..taxinye..daripada lu nunggu di luar gedung.”
“Iya..abis ini gue telpon. See u tomorrow ya..” Ayu melambaikan tangannya ke arah Jodi. Sambil berjalan ke arah pelataran gedung, Ayu mengeluarkan ponselnya. Berniat untuk segera booking taxi sebelum terlalu malam..Sambil menekan keypad handphonenya..tiba-tiba sebuah klakson mobil mengagetkannya. “Tin..tin…” Sebuah mobil sudah berhenti tepat di depannya.
Ayu kembali mendongakkan kepalanya. Untuk melihat siapa orang yang ada di balik setir tersebut. Kaca mobil perlahan-lahan terbuka. “Yu..Baru pulang..?”
“Oh God..Ternyata Reno.” Ucap Ayu dalam hati. “Oh..kamu..Aku kira siapa. Iya. Baru selesai lembur sama Jodi.”
“Trus ini nunggu Jodi ato gimana?”
“Enggak..baru mau manggil taxi. Jodi udah jalan duluan tadi. Buru-buru. Ada keperluan katanya.” Jelas Ayu.
“Bareng aja Yu. Daripada kamu kemaleman.”
“Ah enggak Ren. Makasih. Takut ngerepotin kamu..Lagian kan beda arah.”
“It’s fine..Ayolah..Naik aja.!” Pinta Reno. Dengan langkah yang sedikit ragu-ragu, Ayu memberanikan diri juga untuk mengiyakan tawaran Reno. Ayu membuka pintu mobil. Dan dalam sesaat Ayu sudah duduk di samping Reno. Tidak seperti beberapa hari sebelumnya. Entah mengapa kali ini jantungnya berdegup kencang. Nyaris Ayu tidak bisa mengontrolnya. Di kantor, mungkin ia dengan mudahnya untuk bersikap biasa saja ketika menghadapi Reno. Karena selalu ada Jodi, ataupun staff lain ketika mereka bertemu muka. Tapi tidak untuk kali ini. Ia hanya berdua saja dengan pria ini. Dan sedang terlepas dari pekerjaan mereka.
Mobil pun mulai melaju. Ayu masih terdiam di seat nya. Pandangannya hanya lurus ke depan melihat ke arah jalan. Reno menghidupkan radio di mobilnya. Sampai akhirnya ia menemukan satu channel. Sebuah lagu mulai terdengar.
You know all the things I’ve said...
You know all the things that we had done..
The things I’d gave to you..
“Haduh..kenapa mesti pas lagu ini sih…?” Rutuk Ayu dalam hati. Lagu yang dipopulerkan oleh Ten to Five ini memang cukup menjadi kenangan ketika jaman kuliah dulu. Malah lagu ini pernah dinyanyikan oleh Reno ketika ada kegiatan Charity di kampusnya. Dan pada saat itu, Reno sedang mencoba mendekatinya…”Oh..God..How could this happened to me this night..Please not this song God..!” Sekelebat memori itu tiba-tiba muncul lagi.
“Yu, ko’ diem aja?” Tiba-tiba Reno membuka percakapan.
“Eh..Iya ni..Udah mulai ngantuk. Capek..” Ayu mengarang jawaban seketika.
“Kamu sering pulang malam seperti ini ya?”
“Terkadang..Gak tiap hari ko.”
“Aku gak pernah nyangka bisa ketemu kamu lagi Yu. Dalam satu kerjaan pula’.” Ayu hanya tersenyum kecut mendengar ucapan Reno tersebut.
Apalagi aku Ren..Nyesek.” Jawab Ayu dalam hati.
“Banyak hal yang terjadi setelah kita pisah Yu.”
“Eehhmm…Ren, kost q sebelah sana. Kita belok kiri setelah pertigaan.” Ayu sengaja mengalihkan pembicaraan Reno. Ayu tidak habis pikir. Bisa-bisanya dia masih bicara soal dulu di saat seperti ini. “Bukan ini yang aku mau saat ini. Bukan hal ini lagi.” Gerutu Ayu dalam hati dengan wajah yang sudah tidak bersahabat. “Yap. Stop di sini aja Ren..” Pinta Ayu ketika mobil sudah memasuki komplek. “Yak…Oke. Makasih banyak ya Ren. Sorry kalo malam-malam begini harus ngerepotin.”
“Never mind Yu..” Jawab Reno lembut.
“Oke. Aku masuk dulu ya. Sampai ketemu besok.” Ayu bergegas membuka pintu mobil. Tapi kalah cepat dengan gerakan tangan Reno yang tiba-tiba sudah menarik tangan Ayu. Ayu sontak kaget. Ia menoleh ke arah Reno. “Maksudnya apa Ren?”
“Kapan kamu ada waktu, dan aku bisa jalan bareng kamu?”




















Beno Wicaksono
“Iya sayang..Besok malam aku temenin kamu..Maaf banget aku tadi gak bisa..aku ada meeting sampai malam tadi.” “Iya aku janji…” “Yaudah kamu istirahat dulu ya..Besok aku telpon lagi. Bye..” Beno mematikan sambungan telpon di ponselnya. Tangan kirinya merogoh kunci apartmentnya. Tangan kanan nya kembali memasukkan ponsel ke saku celananya. Dibuka nya kamar tersebut. Ia letakkan tas kerja di sebuah meja di sudut kamar. Beno membuka kulkas mini nya. Mengambil sekaleng soft drink. Menarik penutupnya. Dan mulai menikmatinya. Sambil duduk di pinggiran tempat tidur. Pandangannya mengarah ke jendela luar. Beno mulai berjalan ke arah jendela tersebut. Membukanya. Agar bisa ia rasakan udara malam masuk ke kamarnya. Terlihat lampu-lampu kota Jakarta yang indah. Jakarta memang hanya terlihat indah jika malam. Itu menurut pendapat Beno. Karena siang hari sampai dengan sore isinya hanya polusi dan kemacetan.
Beno Wicaksano, seorang Marketing Manager pada sebuah perusahaan real estate di Jakarta. hidupnya tidak pernah terlepas dari pekerjaan yang padat. Ia memiliki seorang kekasih bernama Vhera Anggraini. Yang mungkin hanya ditemuinya pada setiap akhir pekan. Jabatan Beno dan dan pekerjaannya yang semakin padat, membuat waktu untuk kekasihnya memang semakin berkurang. Tak urung terkadang Vhera sering complain karena kesibukan Ben yang semakin menjadi-jadi. Vhera merasa kurang diperhatikan. Apalagi ia juga adalah seorang anak tunggal. Sama seperti Beno. Ayah dan Ibu nya yang jarang pulang ke rumah karena keluar kota ataupun stay di luar negeri untuk jangka waktu yang cukup lama demi mengurusi bisnis mereka, membuat Vhera haus kasih sayang dan perhatian. Tak heran kenapa Vhera sering menuntutnya dari Beno. Beno selalu mengerti alasan kekasihnya. Tapi belakangan ini kelakuan Vhera semakin berlebihan. Terkadang siang hari di tengah meeting yang baru dimulai, atau pada saat Beno bertemu dengan client, Vhera menelponnya hanya sekedar untuk ditemani belanja ataupun jalan-jalan. Tentu saja Beno harus bisa menolaknya dengan halus. Dan hari ini Vhera mendadak ngambek yang teramat sangat karena Beno menolak permintaannya lagi. Terpaksa besok Beno harus mengambil cuti dadakan. Demi menemani Vhera. Entah alasan apa yang akan dia berikan kepada atasannya. “Semoga bisa diterima…” Pikir Beno.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pagi ini, seperti biasanya Beno bangun pagi-pagi sekali. Ia segera memutar otak mencari alasan untuk tidak masuk kerja hari ini. Akhirnya ia menemukan satu buah alasan. Ia segera mengetik SMS. Untuk dikirimkan kepada atasannya. “Pagi Pak Wisnu, maaf sekali, hari ini saya tidak bisa masuk kerja. Mau control ke dokter dan istirahat. Karena dari semalam sampai dengan pagi ini kepala saya pusing dan badan agak demam. Untuk schedule meeting hari ini posisi saya untuk sementara akan diwakilkan oleh Rudi. Mohon pengertiannya. Terima kasih.” Message Sent. Dan beberapa saat kemudian ia menerima SMS lagi. Message delivered. Dan yang berikutnya, ia segera mengirimkan pesan singkat untuk Rudi untuk menggantikannya dalam meeting hari ini. “Huft….” Beno menarik nafas lega. Mungkin lebih baik ia matikan ponselnya. Agar tidak ada yang menghubunginya untuk sementara waktu.” Tapi bagaimana dengan Vhera?” Oh iya. Beno akan menghubunginya lewat telepon apartment saja. Segera ia dekati telepon di meja kamarnya. Siap untuk mendial nomer Vhera. Sudah nada sambung. Tinggal menunggu ada yang mengangkatnya. Ben tau jam segini Vhera biasanya belum bangun. Tapi ia harus segera dibangunkan agar segera bersiap-siap jika memang ia ingin Ben menemaninya jalan-jalan atau sekedar belanja.
“Halo kediaman Cokro…”
“Halo…bi’, Vhera sudah bangun?”
“Maaf ini darimana?”

“Beno bi’…Vhera sudah bangun?

“Oh..Mas Ben…Bibi’ kira siapa…Ya jelas belom donk mas.”
“Tolong dibangunkan Bi’! Bilang aja telpon dari saya!” Perintah Ben kepada salah satu asisten rumah tangga di rumah Vhera. Ada tiga orang asisten rumah tangga yang ada di rumah keluarga Vhera. Termasuk tukang kebun. Tapi belum termasuk supir pribadinya.
Bi’ Inah segera naik ke lantai atas. Menuju kamar Vhera, sambil membawa wireless phonenya. “Non Vhera…Bangun non…Non…” Bi’ Inah berusaha membangunkan Vhera sambil menepuk-nepuk kakinya. “Non..Bangun...”
“Mmm...Kenapa sih Bi’…?” Vhera bersuara sambil menggeliat kecil. Sementara matanya masih terpejam.
“Ini non…ada mas Beno…Eh, ada telpon dari mas Beno…”
“Hah?” Seketika itu juga Vhera bangun dan langsung menyambar telepon yang ada di tangan Bi’ Inah. “Halo, Ben, kamu di mana?”
“Halo cantik…Akhirnya bangun juga..Aku masih di apartment..Satu jam lagi aku sampe situ ya. Kamu buruan siap-siap gih! Katanya mau ditemenin belanja…”
“Serius kamu Ben? Kamu, kamu gak kerja?”
“Enggak. Aku ambil cuti hari ini. Buat kamu.”
“Uh..so sweet..Makasih ya sayang..Yaudah aku mandi sama siap-siap dulu ya..Kamu jangan lama-lama…” Pinta Vhera dengan nada manjanya.
“Iya sayang. Aku juga mo mandi dulu. Sabar ya. Oke. See u then..” Beno meletakkan teleponnya. Sesuai janjinya, ia segera mandi dan bersiap-siap untuk menemui Vhera.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sementara itu di tempat yang berbeda, Ayu baru saja tiba di kantornya. Sangat jarang sekali Ayu datang lebih dulu daripada Jodi. Setelah semalam tidak bisa tidur dengan nyenyak, dan pagi ini terbangun lebih awal dari biasanya, Ayu memutuskan untuk berangkat ke kantor lebih pagi. Mencoba untuk segera mencari kesibukan. Agar apa yang dikatakan Reno tadi malam tidak selalu terpikir dan berputar di otaknya. Kali ini ia benar-benar yakin. Untuk tidak terjerumus lagi ke dalam cintanya. Cinta yang justru mempersulitnya.
“Buseettt….pagi bener bu’ udah ngejogrok di mari.” Tegur Jodi dengan tawa lebar.
“Iya..mumpung bisa bangun agak pagi..Daripada ntar telat.”
“Bangun pagi ape emang kagak tidur semaleman? Hahaha….” Ledek Jodi diiringi tawa yang selalu terdengar seakan tidak pernah ada beban dalam hidupnya. Lepas.
“Sialan lu. Loe kira gue abis ronda semaleman gak tidur.”
“Ye kali aje Yu..Nerusin kerjaan di rumah. Kan biasanye lu gitu.”
“Sekarang enggak lagi deh Jod..Sampe rumah ya buat istirahat..”
“Sip sip…eh, tapi ngomong-ngomong, semalem lu langsung dapet taxi kan?” Tanya Jodi.
“Mmmm….” Sebelum Ayu selesai meneruskan kalimatnya, terdengar suara ruangan mereka diketuk. Jodi mundur beberapa langkah dari meja Ayu. Berusaha mengintip siapa yang datang ke ruangan mereka pagi-pagi dan belum jam kerja begini. Tumben.
“Hah…Reno…Reno tu Yu.” Jodi berbicara agak berbisik ke arah Ayu.
“Hah? Mo ngapain dia. Lu temuin deh Jod! Siapa tau penting urusan kerjaan.” Pinta Ayu kepada Jodi. Jodi pun berjalan mendekati pintu.
“Oh..Pak Putra..Ada yang bisa dibantu pak?”
“Mmm…Bu Ayu ada Jod?” Jodi yang ditanya begitu langsung melirik ke arah Ayu. Ayu mengangguk. Memberikan isyarat kepada Jodi.
“Ada pak. Silahkan..” Jodi mempersilahkan Reno alias Putra masuk menuju meja kerja Ayu.
“Pagi Yu..”
“Pagi Pak Putra..” Seketika Ayu langsung berdiri dari kursinya. “Ada yang bisa dibantu pak?” Tetapi yang ditanya begitu malah tersenyum.
“Kamu formil banget..Santai aja..Ini kan belum jam kerja..”
“Iya..tapi bagaimanapun bapak kan atasan saya…Saya harus siap kapan pun bapak memerlukan saya.”
“Oke..Saya cuman mau kasih tau..Kalau siang ini, saya mau ajak kamu dan Jodi untuk lunch meeting. Tempatnya kamu tentukan saja mau dimana. Tidak terlalu formil, tetapi saya mau ada pembicaraan khusus antara saya, kamu, dan Jodi sebagai staff HRD. Jadi nanti tolong kamu book saja dulu tempatnya mau dimana, dan segera infokan ke saya. Oke?” Perintah Reno.
“Baik pak. Biar nanti saya diskusikan dulu dengan Jodi mengenai tempatnya. Mmm…ada dokumen-dokumen yang perlu dipersiapkan pak?”
“Nggak usah..Apa yang kita bicarakan nanti tolong dicatat saja.”
“Oke. Nanti segera saya informasikan ke bapak.”
“Oke. Oya Yu. Kamu sudah sarapan? Ini saya ada roti keju. Buat kamu dan Jodi.” Reno menyodorkan sekotak roti keju ke arah Ayu. Ayu mengangkat tangannya perlahan-lahan untuk menerima kotak tersebut. Ia berusaha tetap bersikap sopan di depan atasannya. Walaupun di dalam hati kecilnya bertanya. “Kenapa lagi ini. Kenapa mesti roti keju Ren..Kenapa…?”
“Terima kasih pak.” Balas Ayu.
“Saya permisi dulu ya.” Reno pun melangkahkan kakinya ke luar ruangan. Sedangkan Ayu, masih terpaku sambil memegangi kotak roti kejunya. Pandangannya menatap heran dengan tingkah laku Reno dari semalam. Roti keju adalah menu sarapan favorit Ayu sewaktu kuliah dulu. Dan sebenarnya sampai sekarang. Dulu, Reno sering membawakannya roti keju. Hampir setiap pagi malah. Dan sekarang, kenapa ia kembali mengulang semuanya lagi. Setelah yang lalu ia tinggalkan begitu saja. “Reno…jangan buat aku tersiksa seperti ini lagi…” Ayu berujar dalam hati sambil masih menggenggam kotak rotinya.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Akhirnya…sudah diputuskan, lunch meeting Ayu, Jodi, dan Pak Putra alias Reno hari ini adalah di daerah Sarinah. Yang kebetulan dekat dengan kantor mereka. Pizza menjadi menu pilihan mereka.
“So…siang ini, sengaja saya ajak kamu Jod, dan kamu Ayu, supaya saya lebih mengerti mengenai kebijakan-kebijakan, peraturan-peraturan, serta project-project apa saja yang sedang dijalankan oleh HRD ke depannya. Karena menurut Pak Khrisna, beliau justru lebih banyak mempercayakan project-project yang akan jalan di kantor kita kepada kalian. Terutama kamu Ayu.” Lunch meeting pun dimulai. Diawali oleh Reno yang membuka pembicaraan.
“Seperti meeting yang sudah-sudah Pak Putra, kita semua sudah tau bahwa akan ada beberapa kantor cabang lagi yang kita buka di beberap daerah. Untuk wilayah Jogja, semuanya sudah beres. Kita tinggal terima laporan progress dari kantor cabang yang di sana. Sedangkan untuk beberapa cabang lagi, Surabaya dan Bandung, karena kantor nya lebih besar, jadi memerlukan staff yang lumayan banyak. Perekrutannya still in progress pak.”
“Mmm..tapi terus dipantau kan? Tidak ditinggalkan begitu saja?”
“Pasti pak. Jodi setiap Minggu nya follow up kepada masing-masing HRD pelaksana di sana.”
“Itu bagus..Saya mau laporannya secara tertulis setiap minggunya ya. Biar saya juga bisa pantau..Lalu ada project apa lagi?”
“Untuk sementara itu dulu pak. Karena kita memang sedang benar-benar fokus di area itu. Sedangkan mengenai produk, promo yang kemarin masih berjalan. Laporannya ada di Jodi. Jod lu bawa kan Jod?”
“Oh, iya pak. Saya bawa laporan penjualannya yang saya dapat dari Divisi Sales. Silahkan.” Jodi menyodorkan sejumlah lembaran kertas ke arah Reno. Reno menerimanya dan mulai membalik-balik kertas tersebut.
“Mmm…maaf pak, saya permisi ke toilet sebentar.” Pak Putra menganggungkan kepalanya sambil melirik ke arah Ayu. Ayu berdiri dan melangkah mencari toilet. Ayu melewati smooking area, dan…ia ternyata menemukan sosok yang sudah tidak asing lagi. “Beno…?” Ayu mempercepat langkahnya. Berdiri di depan meja tempat pria itu duduk. “Beno…?” Tegur Ayu sambil menyentuh perlahan pundak Beno.
“Ayu….What a surprised to meet you here…” Sambut Beno dengan nada yang sumringah.
“Well, surprised juga ngeliat kamu di sini. Sama siapa?”
“Oouu..sama cewek ku..cuman lagi ke toilet barusan..”
“Oh gitu…tumben santai banget? Lagi gak kerja?”
“Iya..aku ambil cuti..Kamu sendiri sama siapa?”
“Ada..sama temen-temen kantor..sama boss juga. Kebetulan lagi lunch meeting juga..” Jawab Ayu disertai senyum yang ia usahakan bisa terlihat semanis mungkin.
“Wah..sibuk terus ya kayanya. Well, kapan ada waktu, nanti kita ketemu ya. Pengen ngobrol banyak sama kamu. Kan kita sekampung..Dan banyak cerita menarik ni pasti dari kamu. Hahaha…”
“Boleh aja..Asal jangan ada pertumpahan darah ya kalo kamu nemuin aku..” Ledek Ayu.
“Enggaklah..”
“Oke kalo gitu, aku mau ke toilet dulu Ben. Sampe ketemu lagi ya. Salam buat nyonyah! Hahah…” Gurau Ayu.
“Hahahaha…Oke..Nanti aku sampaikan..See ya.” Ayu kemudian melanjutkan langkahnya untuk menemukan toilet. Tapi ooppss…Ia menabrak seseorang. Kakinya terinjak.
“Aduh…mbak..maaf..saya gak sengaja..Maaf soalnya lagi buru-buru..”
“Mmm..gak papa mbak. Gak kenapa-napa juga kaki saya.” Jawab Ayu.
“Aduh sekali lagi sorry lho mbak..Makasih atas pengertiannya.”
“Iya mbak gak papa..” Wanita itu tersenyum sekali lagi ke arah Ayu. Kemudian menghilang dari hadapannya. “Hhmm…sepertinya aku pernah melihat wanita itu. Tapi dimana ya?” Ah sudahlah.” “Aaww…sakit juga ternyata.” Rutuk Ayu setelah berada di dalam toilet di depan cermin. Ayu membenahi rambutnya, dan sedetik kemudian teringat lagi akan Beno. Entah kenapa pertemuannya dengan Beno selalu tidak pernah diduga. Semuanya suatu kebetulan. Dan penuh surprise memang. Dan pria itu..Ayu sendiri tidak tahu mengapa selalu menciptakan kenyamanan buat Ayu. Mungkin pertemuannya dengan Ben baru beberapa bulan yang lalu. Tapi semuanya terasa seperti ia sudah mengenal Ben cukup lama. “Entahlah..semoga semuanya hanya suatu kebetulan yang tidak perlu dicerna dengan daya pikir yang dalam.”
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Sayang maaf lama ya…”
“Udah? Oke gak papa..”
“Tadi aku sampe nabrak orang pas keluar toilet. Saking buru-burunya. Gak enak ntar kamu kelamaan nunggu.” Vhera melempar senyumnya ke arah Beno.
“It’s fine sayang. Kamu mau aku anterin kemana lagi sekarang?” Beno menggandeng tangan Vhera mesra. Keduanya keluar menuju tempat parkir. “Kamu belum jawab pertanyaan ku. Mau kemana lagi kita?”
“Mmm….Kita pulang aja Ben. Aku udah lumayan capek. Santai sambil nonton film di rumah aja ya.” Vhera tersenyum lagi ke arah Ben.
“Oke…Oh iya. Tadi aku ketemu temen. Orangnya asik. Aku kepikiran buat ngenalin dia ke kamu. Mungkin bisa jadi temen share…Ato sekedar hang out pas aku gak bisa nemenin kamu.”
“Temen perempuan? Kenal dimana?” Mata Vhera melirik Beno menunggu jawaban berikutnya yang keluar dari mulutnya. Seperti tidak sabar.
“Pernah satu pesawat sama aku waktu ke Jogja..”
“Dan udah pernah ketemuan lagi? Ko’ bisa bilang orangnya asik?” Tanya Vhera lagi penuh selidik.
“Ya ketemunya paling pas kaya gini aja…Gak pernah sengaja ketemuan. Ya taunya pas ngobrol-ngobrol di pesawat..Dia juga asli Jogja soalnya.”
“Ooh…”
“Loh, ko’ cuman ooh komennya?”
“Ya mau gimana lagi? Kan aku belom tau orangnya.”
“Ya maka dari itu..Aku mau kenalin ke kamu. Kalo aku mau macem-macem justru gak akan aku kenalin ke kamu sayang…Aku cuman pengen kamu punya temen yang bisa diajak ngomong pas aku gak ada.”
“Emangnya kamu mau kemana sih..?”
“Honey..Kamu tau sendiri kan pekerjaan ku seperti apa..? Aku gak bisa terus-terusan ada di samping kamu..Dan aku rasa Ayu cocok buat jadi temen kamu.”
“Oh…Jadi namanya Ayu..”
“Yap.” Jawab Beno singkat. Beno tau Vhera pasti malah menaruh curiga padanya. Tapi sudahlah biarkan saja. Toh Vhera tidak punya bukti apapun kalau sampai menuduhnya macam-macam. Beno kembali konsen di belakang kemudinya. Jalanan Jakarta yang tidak begitu macet membuat Beno dengan leluasa menyetir mobilnya. Di benaknya masih terpikir untuk segera mengenalkan Ayu kepada Vhera. Apalagi di saat Vhera sedang labil seperti ini. Vhera sangat butuh teman bicara. Terutama di saat ia tidak bisa menemani Vhera. Ia tidak mau mengecewakan orang yang paling ia sayang. Tapi untuk saat ini, ia juga tidak bisa memilih mana yang lebih penting. Antara pekerjaan atau kehidupan pribadinya. Karena semuanya memang bukan untuk dipilih. Dua-duanya bukan pilihan. Dua-duanya merupakan hal yang penting. Dan karena keduanyalah ia hidup.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Malam ini Ayu harus lembur lagi. Tapi kali ini tanpa Jodi. Partner kerjanya tersebut pulang lebih awal tadi. Karena sedang tidak enak badan katanya. Ayu juga tidak bisa memaksakan memberikan pekerjaan kepada Jodi. Ia menyuruh Jodi agar pulang lebih awal dan istirahat. Agar besok bisa fresh. Tadinya Ayu juga tidak berniat untuk lembur…Tapi karena ada beberapa laporan yang harus ia selesaikan, mau tidak mau ia lembur lagi malam ini. Dan tanpa disangka, kejadian kemarin malam terulang lagi. Reno datang, muncul di hadapannya, menawarkan untuk mengantarnya pulang. Sebenarnya Ayu sudah menolak, tapi entah kenapa hati kecilnya tidak pernah bisa menolak Reno. Ia naik lagi ke dalam mobil itu. Duduk bersebelahan lagi dengan Reno. Hanya berdua. Tanpa ada siapa-siapa lagi. Kali ini hening. Reno mengemudikan mobilnya tidak begitu kencang. Entah kenapa perjalanan pulang kali ini jadi terasa lama buat Ayu. Tidak ada pembicaraan. Yang ada hanya diam. Reno yang biasanya membuka percakapan terlebih dahulu kali ini juga belum membuka mulutnya lagi. Ayu memberanikan diri untuk sedikit melirik ke arah Reno. Perlahan-lahan. Tampak gurat lelah di wajah Reno. Sedari dulu Reno memang begitu. Jika terasa sangat lelah, ia akan lebih memilih untuk diam. Jadilah sepanjang perjalanan Ayu juga tidak mau membuka percakapan apapun. Sampai akhirnya mereka sampai di depan komplek kost Ayu. Barulah kali ini Ayu membuka mulutnya juga, untuk sekedar mengucapkan terimakasih kepada Reno. “Makasih banyak ya Ren, maaf ngerepotin lagi..” Reno tidak menjawab. Tapi hanya mengangguk dan tersenyum ke arah Ayu. Ayu membuka pintu mobil, berjalan ke arah pintu pagar. Tiba-tiba Reno turun dari mobil. Mengejarnya. Dan sekarang pria itu sudah berdiri di samping Ayu.
“Yu, aku boleh main ke sini besok?”
“Besok?” Ayu memutar otaknya. Ia baru ingat kalau besok hari Sabtu. Itu weekend.
“Mmm….mmm…”
“Kenapa…? Aku gak boleh main ya..? Aku gak akan macem-macem ko’ Yu. Cuman mau ngobrol aja sama kamu.” Jelas Reno dengan sangat lembut. Dan ternyata suara Reno masih terdengar sangat syahdu di telinga Ayu. Reno tersenyum kali ini.
“Mmm…Oke…” Jawab Ayu singkat.
“Makasih ya..” Reno tersenyum lagi ke arah Ayu. “Kalo gitu sampe ketemu besok. Aku pulang dulu ya.” Reno melambaikan tangannya ke arah Ayu. Ayu tidak membalasnya. Tapi hanya mengangguk, kemudian menunduk. Reno membalikkan badan. Melangkah ke arah mobilnya. Dan dalam hitungan menit sudah melaju kencang. Sedangkan Ayu, masih tidak percaya dengan apa yang diucapkannya kepada Reno barusan. Ia mengizinkan Reno untuk main ke sini? Ke kostnya? Kenapa ia tidak pernah bisa menolak seorang Reno? Apa sebenarnya yang diinginkan hatinya? “Haaahh….” Ayu menarik nafas panjang. Mulai melangkah masuk lagi ke dalam rumah kostnya.






My Other Soul Say “No”
Ayu masih tidak bisa mengontrol dirinya. Masih tidak bisa mempercayai kenapa ia mengiyakan ketika Reno bilang akan main ke tempatnya. Entah apa yang menguasai diri Ayu tadi malam. Pikiran dan hatinya tidak bisa dikompromikan. Dan sampai siang ini, belum ada konfirmasi lagi dari Reno akan datang ke kostnya jam berapa. Tidak ada SMS ataupun telpon. “Aaahh…kenapa aku malah jadi bingung seperti ini?” Ayu seharusnya memang tidak perlu lagi mengharapkan Reno. Dalam bentuk apapun. Itulah janjinya pada dirinya sendiri. Tapi entah kenapa semalam semuanya terjadi begitu saja. Reno meminta izin untuk datang ke kostnya. Ia ragu, Ayu bingung. Tapi entah kenapa ia menjawab “OK” dalam beberapa menit kemudian. Ia langsung merutuki dirinya ketika itu. Dan sekarang, rasa cemas, bingung, tidak tahu harus berbuat apa nanti, bercampur dengan degup jantungnya yang semakin lama semakin cepat. “Aduh…kenapa aku harus deg-degan seperti ini…?” Tiba-tiba pintu kamarnya diketuk.
“Tok tok tok tok…” ”Mbak Ayu…”
“Itu suara Ibu kost.” Pikirnya. Ayu segera membukakan pintu.
“Eh, Ibu’, ada apa ya bu’?”
“Itu…Ada yang cari di depan. Katanya temennya mbak Ayu.”
“Ohh…Laki-laki ato perempuan bu’?” “Haduh..kenapa ia mesti tanya seperti ini…Siapa lagi yang akan datang kesini kalau bukan Reno.”
“Laki-laki…Namanya kalo gak salah Reno..” Yak. Pasti dia.
“Oh..oke bu’, makasih..Sebentar lagi saya segera turun..” Ibu kost tersenyum kepada Ayu sambil menganggukkan kepalanya. Ia menuruni anak tangga dengan hati-hati. Karena bunyi sandal heels nya yang cukup keras. Ayu kembali menutup pintu kamarnya, menyandarkan dirinya di pintu. Menarik nafas panjang seraya memejamkan matanya dalam beberapa detik. Ia berjalan ke arah cermin. Melihat pantulan dirinya di sana. Agak memutar badannya ke kanan dan ke kiri. Melihat wajahnya sekali lagi..Tapi…tunggu dulu. Kenapa ia harus melakukan ini semua? Toh Reno sudah bukan siapa-siapanya lagi. Ayu menghentikan kegiatan yang barusan dilakukannya. “Terserah bentuk ku mau seperti apa. Tidak ada yang perlu dispecialkan lagi.” Ayu segera keluar, mempercepat langkahnya menuruni anak tangga. “Hey…kenapa aku harus tergesa seperti ini? Seperti orang yang merindukan kekasihnya.” Ayu menghentikan langkahnya. Dan kembali melangkah. Namun kali ini dalam kecepatan yang sangat normal.
Sesampainya di beranda depan, ia memperhatikan Reno dari belakang. Wangi maskulin Reno masih tercium olehnya. “Bau yang tidak pernah berubah.” Pikirnya. Ia menarik nafas lagi. “Ren, udah lama?” Reno memalingkan wajahnya ke arah Ayu. Kemudian berdiri.
“Enggak…baru sepuluh menit. Lagi ngapain? Ada yang dikerjain? Ganggu gak?” Tanya Reno.
“Enggak…Lagi santai-santai aja..” Ayu duduk. Berusaha untuk tenang. Walau hatinya tidak bisa. Pandangannya dilemparkannya ke arah jalanan di depan kost. Ia tahu Reno sedang memperhatikannya. Sekali lagi ia berusaha tenang. Ia memberanikan diri untuk memandang Reno. “Jadi kamu tadi dari mana?”
“Dari rumah om Khrisna..langsung ke sini..Kamu terlihat agak kurusan ya sekarang. Udah berapa lama Yu kita gak ketemu?”
“Ya…sekitar 5 tahun lebih..”
“Dan kamu gak berubah ya Yu. Masih tetap Ayu yang sederhana walaupun sekarang sudah sukses…Masih tetap cantik.” Ayu memalingkan pandangannya dari Reno. Menunduk. Ia menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. Tidak tahu lagi harus merasa senang, atau tidak ketika Reno mengatakan pujian-pujian seperti itu untuknya.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
 Beno memegang kepalanya. Menekannya keras. Ini hari Sabtu. Tapi ponselnya tidak berhenti berbunyi dari tadi. Mau tidak mau ia harus mengikuti perintah boss nya. Hari ini ia harus menemui beberapa orang client di kantor. Beno bingung. Karena hari ini ia sudah berjanji kepada Vhera untuk menemuinya…”Vhera pasti bakal marah lagi..Huft…” Apa lagi yang akan ia katakan kepada Vhera. Sangat susah untuk membuat Vhera mengerti posisinya. Beno masih terdiam di pinggir tempat tidurnya. Otaknya berpikir keras. Mencari cara agar Vhera bisa mengerti. Ia segera mengenakan kaos oblongnya…Pergi ke balkon untuk sedikit mencari udara segar. Berharap setelah ini ia memiliki keberanian untuk menelpon Vhera dan terpaksa untuk membatalkan pertemuan mereka. Lagi. Beno membelakangi balkon. Melipat kedua tangannya pada dada bidangnya.
“Kriiinggg…Krriinggg…” ”Shit…” Ponsel Beno berbunyi lagi. Kali ini ia merutuk. Ia kembali lagi ke tempat tidurnya. Mencoba meraih ponsel. Dan segera melihat nama pada layar ponselnya…”Oh God…” Ternyata Vhera. Mau tidak mau, ia harus bicara dengan Vhera sekarang juga. “Halo sayang. Tumben pagi-pagi udah bangun?”
“Iya donk…Harus semangat..Kan hari ini mau ketemu kamu…” Ujar Vhera manja.
“Mmm…sayang,”
“Iya sayang..Kamu buruan gih. Siap-siap. Biar kesininya agak pagian trus abis itu kita jalan.” Beno belum selesai menyelesaikan satu kalimat. Tapi Vhera sudah memotong pembicaraannya.
“Sayang…Maaf…banget. Hari ini kayanya kita belom bisa ketemu dulu..”
“Apa Ben? Gak bisa ketemu lagi?” Suara di seberang sana mulai menampakkan kekecewaannya.
“Mmm..Iya Vher…Maafin aku…Boss minta aku untuk menemui client hari ini…Dan kelihatannya akan sampai malam…Mungkin besok kita baru bisa ketemu.”
“Ben please…Kenapa kamu baru bilang sekarang…? Aku udah bikin rencana dari semalem..” Vhera mulai merengek layaknya anak kecil.
“Maaf sayang…Aku baru dapet info pagi ini…Barusan juga aku mau telpon kamu..Tapi kalah cepet sama kamu..Sekali lagi aku minta maaf udah ngerusak rencana kamu..Tapi aku gak ada maksud untuk itu..Ini di luar kehendak ku…Ini tuntutan profesi ku Vher…Dan aku harap kamu bisa mengerti ya sayang…” Isak tangis Vhera semakin terdengar di telinga Ben.
“Kamu memang gak pernah bisa ngerti aku Ben. Gak pernah bisa. This is weekend and you still choose your job. Not me. Aku kecewa sama kamu Ben. Bener-bener kecewa…”
“Vher…” Tut….tut…tut…tut….Vhera sudah memutuskan sambungan telponnya. “Aarrggghhh…” Beno setengah berteriak. Ia kecewa dengan keadaannya sendiri. Dan sekarang sepertinya hampir putus asa. Ini memang bukan sekali dua kali ia membatalkan janjinya dengan Vhera. Wajar memang kalau Vhera sampai kecewa seperti ini. Tapi kali ini ia benar-benar bingung dibuatnya. Haruskah ia keluar dari pekerjaan yang sudah ditapakinya dari nol? Rasanya memang tidak mungkin. Beno tipe orang yang mandiri. Walaupun ia memiliki orang tua yang kaya raya, tapi ia tidak mau bergantung pada mereka. Ia sudah bertekad untuk bisa sukses dari hasil jerih payahnya sendiri. Dan saat ini ia mulai merasakan kesuksesan semakin dekat kepadanya. Tapi ternyata ia juga harus mengorbankan orang-orang terdekatnya.
Di tempat lain, Vhera masih terisak di tempat tidurnya. Kali ini kekecewaannya pada Ben sudah tidak dapat dibendung lagi. Di tengah tangisnya, ia mengambil telpon genggamnya, men-dial sebuah nomor…”Halo…Papi…”
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Yu, kita keluar sebentar yok. Sambil cari makan siang.” Ajak Reno.
“Mmm…Aku belom laper Ren. Kalo kamu mo keluar cari makan, silahkan…Cuman aku gak ikut.” Tolak Ayu.
“Masak jam segini belom laper? Udah tengah hari lho Yu.” Reno mencoba merayu Ayu. Sambil melemparkan senyum ke arahnya. “Oh come on Yu…I know you…Paling gak bisa kalo nahan laper kan? Makan juga selalu ontime.” Reno masih berusaha meluluhkan Ayu.
“Itu dulu Ren. Sekarang aku sudah terbiasa menahan lapar.” Raut wajah Ayu seketika berubah. Pandangannya dialihkannya lagi. Bukan Reno yang dipandangnya. Melihat raut wajah Ayu  yang berubah, Reno menghentikan usahanya.
“Oke oke..I’m not gonna push you..Mmm…Aku telpon delivery burger aja deh. Buat ganjel perut sementara. Tapi nanti sore, kamu harus mau nemenin aku makan sebagai gantinya. Karena kamu telah menelantarkan tamu kamu sampe kelaparan. Oke?” Reno menjentikkan jarinya di depan wajah Ayu yang masih muram. Seketika Ayu melepaskan tawanya. Kali ini lebih lama…
“Oke Ren…Oke.. :D “
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Beno sudah tiba di kantornya. Rasanya beraattt…sekali melangkahkan kaki di kantor di hari weekend begini. Tapi sudahlah…Mau tidak mau. Ini resiko pekerjaannya. “Huft..
Pintu mobil ditutup. Beno siap melangkah masuk ke dalam kantor. Memasuki ruangan kantor yang sepi di weekend seperti ini rasanya memang sangat tidak nyaman. Tapi Beno memantapkan hatinya. Ia segera menuju ke ruang meeting. Terlihat lampu ruangan sudah menyala. “Pasti si boss sudah datang.” Pikirnya. Ternyata benar. Sudah ada boss nya yang duduk di balik meja sambil membuka beberapa berkas.
“Ah….Ben. Kebetulan kamu sudah datang. Saya lagi prepare beberapa agreement. Tolong bantu saya cek ya. Sudah komplit atau belum.” Dengan segera Beno menghampiri si boss. Meletakkan tas dan laptopnya di meja meeting terlebih dahulu. Dan hanya dalam hitungan detik ia sudah ikut fokus pada berkas-berkas yang berserakan di meja.
“Mereka datang jam berapa boss?” Tanya Beno kepada boss nya.
“Sudah dalam perjalanan…Beberapa jam lagi sampai.” Si boss menjawab tanpa menatap lawan bicaranya. Ia masih sibuk untuk membaca berkas-berkas tersebut. “Kamu coba cek yang ini ya..! Kelihatannya masih ada yang kurang.” Beno pun tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari kertas-kertas itu. Berusaha untuk fokus. Karena sebagian otak nya juga berputar untuk Vhera.
“Kalo ditambahkan point yang ini gimana pak?”
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sudah pukul dua siang, tapi Reno belum beranjak dari kursinya. Masih banyak hal yang ia ceritakan pada Ayu. Yang entah kenapa tidak semua dari cerita Reno yang bisa Ayu tangkap ataupun sekedar pay attention. Obrolan-obrolan masa lalu yang entah kenapa juga Reno ceritakan lagi. Yang hanya akan menguak luka yang sudah mulai tertutup di hati Ayu. Sesekali Ayu hanya menganggukkan kepala ataupun menggelengkan kepalanya. Itu sebenarnya adalah tanda bahwa ia tidak begitu tertarik dengan hal yang Reno ceritakan. Tapi biar bagaimanapun ia berusaha untuk menghormati Reno sebagai tamunya.
“Oke. Sudah jam dua siang. Seperti janji kamu, harus mau nemenin aku cari makan. Burgernya cuman bertahan 2 jam Yu. Haahahahahah…”
“Mmmm….” Ayu masih kelihatan berpikir untuk menerima tawaran Reno.
“Oh come on Yu…don’t be like that…! Tamu adalah raja lho. Dan kamu sudah membiarkan tamu mu kelaparan. Please…This time I beg you…”
“Oke deh. Let’s go…” Setengah hati Ayu menerima ajakan Reno. Di satu sisi ia tidak tega membiarkan Reno kelaparan di tempatnya. Tapi di sisi lain ia merasa agak risih harus jalan berdua dengan Reno sekarang. Terlebih sekarang ini ia adalah pimpinan Ayu di kantor. Bagaimana jika ada karyawan atau teman-teman kantor yang melihat. Tapi sudahlah. Hanya sekali ini saja. Semoga di lain waktu ia bisa menolak ajakan-ajakan Reno yang lain. “Tapi apakah bisa?” Ayu mulai ragu pada dirinya sendiri. Selama ini kelemahannya hanyalah Reno. Hanya Reno yang bisa meluluhkan hatinya. Hanya Reno yang tidak pernah bisa ditolaknya. Bahkan hingga saat ini, saat Reno kembali hadir di kehidupannya, Ayu tak kuasa untuk dengan tegas menolak ajakan ataupun tawarannya. “Huft…memang berat.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ruang meeting sudah terlihat lebih hidup. Karena client yang ditunggu-tunggu sudah datang. Setelah sedikit basa-basi dan bersalaman, mereka berusaha untuk mengakrabkan diri. Beberapa orang langsung datang dari Jepang untuk menemui Pak Wisnu dan Beno. Untuk membahas bisnis mereka tentunya. Demi mereka Beno harus merelakan kehilangan moment yang paling ia tunggu-tunggu setiap minggunya. Bersama Vhera. Sumpah demi Tuhan kali ini Beno benar-benar tidak fokus. Pikirannya terpecah. Hatinya khawatir. “Vhera pasti sakit hati sekali dibeginikan terus.” Terselip bayangan Vhera di otak Beno disela-sela meeting mereka.
Beno maju ke depan. Menghidupkan projector yang sudah disiapkan. Menyelipkan sebaris doa sebelum memulai presentasinya. “Fokus…Aku harus segera menyelesaikan ini semua untuk Vhera.” “Oke gentleman, let me start my presentation. First of all……”
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Mobil Reno berhenti di sebuah restoran. Tidak begitu mewah, tapi terlihat ramai dan hommy. “Yok, turun.” Ajak Reno. Tapi yang diajak masih tidak bergerak. “Hellow…Apa mau dibukain pintu mobilnya…?” “Oh please Ren…don’t be like that! You just remind me bout all.” Rutuk Ayu dalam hati.
“Oh…gak usah. Aku bisa sendiri ko’. Aku cuman masih liat-liat suasana restorannya. Soalnya belom pernah ke sini sebelumnya.” Dalih Ayu. Ia pun segera melepas safety belt nya. Membuka pintu mobil dan segera turun. Tak beberapa lama sudah terlihat ia berjalan beriringan dengan Reno. “Helloww…aku gak mimpi kan? Why Reno still in my side?” Guraunya dalam hati.
Jarak mereka tidak lebih dari 10 sentimeter sekarang. Tanpa disadari, Reno menggenggam tangan Ayu. Ayu tercekat. Nafasnya berhenti beberapa saat. Degup jantungnya berlari. Aliran darahnya naik sampai ke kepala. Seketika itu juga ia menghentikan langkahnya. Reno menatapnya. Ia berusaha melepaskan genggaman tangan Reno dengan halus. Tapi Reno malah menggenggamnya semakin kencang. “Ada apa ini Ren…? Kenapa kamu bersikap seperti ini padaku?” Hati Ayu semakin tidak menentu. Terasa kacau dan serba salah.
Setelah menemukan spot yang nyaman, barulah Reno melepaskan tangan Ayu. Ia tersenyum ke arah Ayu. Menatapnya tajam. Ayu menjadi semakin salah tingkah. “Mmm…Ren, katanya kamu laper. Buruan pesen makan dong…!” Ayu berusaha memulai percakapan untuk mengalihkan perasaan kacaunya.
“Oh iya..Waitress nya mana ya?” Ayu sedikit lega. Pandangan Reno sudah tidak lagi menusuk jantungnya. “Kamu mau pesen apa Yu?”
“Menunya aja belom dikasih mana aku tau mau pesen apa Ren…”
“Oh iya ya..Dari dulu kamu memang selalu lebih pinter daripada aku. Hahaha….” Ayu pun tersenyum.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Setelah beberapa jam presentasi akhirnya meeting pun selesai. Beno berhasil meyakinkan para client nya. Dan sekarang Pak Wisnu bisa tersenyum puas…Ia memang selalu puas dengan hasil kerja Beno. Itulah kenapa sebagian project diserahkan langsung kepada Beno. Karena hasilnya selalu akan memuaskan.
Selepas meeting, Pak Wisnu menjamu tamunya untuk makan siang. Late lunch sebenarnya. Tapi tak apalah. Belum terlalu sore juga untuk memulai makan siang. Beno berjalan di depan rombongan client nya dan juga Pak Wisnu. Sesampainya di lobby depan, “Mmm…pak, saya bawa mobil saya sendiri saja. Setelah makan siang saya mau langsung pulang.” Izin Beno kepada boss nya.
“Oh silahkan. Gak papa. Tugas kamu sudah selesai Ben hari ini. Tapi kamu juga harus tetap ikut makan siang ya. Temani saya…”
“Baik pak. Kalau gitu ke restoran yang biasa saja bagaimana pak?”
“Oke. Gak papa. Kamu jalan duluan gak papa. Sekalian booking place ya.”
“Baik pak. Kalau gitu saya jalan duluan.” Beno kemudian berjalan mempercepat langkahnya.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ayu dan Reno menikmati makan siang mereka. Percakapan jarang terjadi selama makan siang berlangsung. Yang ada Reno sibuk memperhatikan Ayu sedari tadi. “Tu kan..sekarang keliatan siapa yang sebenernya lebih laper.”
“Mmm…eh, well…memang laper..Setelah liat makanan di resto ini ternyata enak ya. Maybe I need to take Jodi sometimes here..Dia kan kulineri sejati..Anyway thanks lho Ren udah diajak ke sini…” Reno tersenyum melihat mimik wajah Ayu.
“Never mind Yu..Aku memang beberapa kali makan di sini..sama beberapa orang temen..Tempatnya enak, makanannya enak, harganya juga terjangkau. Ya syukurlah kalo kamu suka.”
“Ya. Kamu bener. Semuanya enak di sini. Kamu sendiri, tadi katanya laper sekarang malah makan dikit banget.”
“Aku jadi kenyang liat kamu makan.”
“Hahaha…keliatan kelaparan sekali ya aku?” Tanya Ayu. “Hey..kenapa aku malah jadi lupa diri seperti ini..Bisa ketawa ketiwi lagi sama Reno. Perasaan seperti apa ini sebenarnya yang aku rasakan sekarang terhadapnya?” “Mmmm….aku ke toilet sebentar Ren.”
“Oke.” Sembari menunggu Ayu, Reno segera membayar makanan mereka. Lima menit kemudian Ayu sudah muncul lagi. “Udah? Cabut yuk!”
“Loh. Belom dibayar kan Ren?”
“Udah..tadi udah aku bayar waktu kamu di toilet.”
“Curang kamu ya. Makan berdua bayarnya sendiri.”
“It’s fine Yu..Kan aku yang ngajak..Yaudah yok. Kita jalan lagi.” Ayu dan Reno pun berdiri dan segera berjalan menuju parking area.
“Eh Ren, bentar deh kayanya aku mau minta brosur dari restoran ini dulu. Mau Tanya sama mbaknya itu dulu yah.” Ujar Ayu sambil menunjuk seorang waitress.”
“Oh…oke. Kalo gitu aku tunggu di mobil aja ya.”
“Oke.” Jawab Ayu. Ayu segera menghampiri waitress tersebut.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Beno sudah sampai di resto tempat dia dan Pak Wisnu biasa makan siang. Setelah memarkirkan mobilnya, ia segera berjalan masuk menuju resto tersebut. Sambil merogoh handphonenya..Masih berharap Vhera menghubunginya lagi. Tapi ternyata tidak sama sekali. Beno berjalan menunduk, sambil terus mengecek handphone nya. “Brrruuukkk…Aaawwww…” Beno kaget. Ia baru sadar ia telah menabrak seseorang. Ia segera berjongkok di depan wanita itu.
“Aduh mbak…sorry sorry mbak…Saya bener-bener gak sengaja.”
“Makanya…kalo jalan tu liat-liat mas..Haduh..Kaki saya sakit tau..keinjek sepatu mas.” Ayu mendongakkan kepalanya. “Beno….”
“Ayu…Oh my God…Oh God, Yu. Ya ampun…Aku minta maaf Yu. Bener-bener gak sengaja. Kamu ngapain di sini?”
“Beno…seharusnya aku yang Tanya kaya gitu sama kamu. Kamu ngapain di sini dan sekarang nginjek kaki ku..Masih sakit tau Ben…”
“Oh my God…Yu aku bener-bener minta maaf Yu..Gak sengaja..Tadi aku jalan sambil mainan HP. Oh..come on..aku bantu kamu berdiri ya.”
“Hahahaha….” Ayu tiba-tiba saja tertawa melihat wajah panik Beno.
“Ko’ malah ketawa sih? Oh…boongan ya sakitnya.”
“No…cuman flashback aja..ketemuan kita selalu gak sengaja kaya gini.”
“Iya yah. Selalu gak terduga kaya gini yah kita? Hahahaha….” Jawab Beno yang dibalas dengan gelegar tawanya. Beberapa saat Beno terlupa akan Vhera.
“Kamu sama siapa? Sama cewek kamu?” Tanya Ayu. Barulah Beno tersadar Vhera masih marah kepadanya. Raut wajahnya sedikit demi sedikit berubah.
“Enggak..Sama boss sama client. Cuman mereka masih on the way..Aku mau reserved tempat dulu.”
“Ohh…” Balas Ayu singkat.
“Kamu sendiri sama siapa?”
“Sama temen. Udah nunggu di mobil. Makanya tadi aku jalannya  buru-buru.”
“Temen apa temen…? Dikenalin lah ke aku…Siapa tau besok-besok kita bisa double date kan..?” Tawar Beno.
“No Ben. Just friend. Eh, udah dulu ya. Gak enak udah ditunggu. Anything you want to share just text or call me okay?”
“Okay…” Ayu melambaikan tangannya. “Yu…” Tiba-tiba Ayu harus membalikkan badannya lagi.
“Apa?” Yang dilihatnya hanya senyum Ben yang hangat.
“No…nothing. Ati-ati ya.” Ben pun melambaikan tangannya. Ayu tersenyum dan melambaikan tangannya lagi. Entah kenapa setiap melihat Ayu, Ben teringat akan seseorang. Kemandiriannya, celotehnya, pikirannya yang maju tapi tetap sederhana. “Seandainya aku kenal Ayu lebih dulu daripada Vhera. Mungkin akan lain cerita. Ah…apa-apaan aku ini. Malah ngelantur. Aku gak bisa kehilangan Vhera. I love her so much.” Itulah Ben…yang selalu berkomitmen setiap memulai apapun dalam kehidupannya. Cinta, pekerjaan, dan hal-hal lainnya. Ia sudah berkomitmen untuk menetapkan hatinya pada Vhera, ia juga akan mempertahankannya sampai titik darah penghabisan. Begitu pula dengan pekerjaannya. That’s why saat ini ia belum bisa memilih, antara Vhera atau pekerjaannya. Dua-duanya sesuatu yang penting bagi Beno.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ayu sudah berada di dalam mobil lagi. Di samping Reno. Mobil pun melaju. Sisa sisa rasa kenyang masih menghinggapi keduanya. Ayu menutup mulutnya yang mulai menguap. “Kenapa Yu? Ngantuk?”
“Iya ni. Biasa penyakit abis makan…”
“Hahahaha…Yaudah tidur dulu aja…Nanti aku bangunin kalo udah nyampe.” Ayu mengangguk tanda setuju. Matanya tiba-tiba saja terasa berat. Udara sore ini juga sangat mendukung rasa kantuknya yang tidak tertahankan. Dan sekarang ia mulai terpejam. Perlahan. Diam-diam Reno terus memperhatikan Ayu. Wanita ini selalu terlihat menarik di matanya. “Aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini lagi…” Mobil Reno terus melaju. Kali ini tidak kembali ke kost Ayu. Entah kemana Reno akan membawanya.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ayu terbangun dari tidurnya. Mencoba melebarkan pelupuk matanya..Melihat sekeliling. Dan ia tersadar, Reno tidak ada di mobil. Mata Ayu berpencar lagi. Mencoba berpikir dimana ia berada sekarang. “Pantai?” Ayu baru sadar ia berada di pantai saat ini. Kenapa Reno membawanya ke sini? Kenapa Reno mencoba membawanya lagi ke tempat favoritnya ini? Dan kemana Reno?” Ia membuka pintu mobil. Berjalan beberapa langkah dari mobil. Dia mendapati Reno. Ia sedang duduk pada pasir pantai. Pandangannya lepas mengarah ke birunya air. Ayu menghampirinya perlahan.
“Ren, kamu kenapa gak bilang mau ajak aku ke sini? Dan kenapa gak bangunin aku?” Ayu ikut duduk di samping Reno. Reno setengah kaget melihat Ayu sudah ada di dekatnya.
“Eh, Yu, sorry…Aku gak bilang aku mau ajak kamu ke sini..Tiba-tiba kangen pantai. Dan sorry aku gak ngebangunin kamu. Abis kamu keliatannya pules banget. Jadi aku gak tega.” Reno tersenyum tipis ke arah Ayu.
“Oke gak papa Ren..Aku juga udah lama gak ke pantai. Thanks for taking me here…”
“Sama-sama…Mmm…Yu, aku boleh bicara?”
“Loh. Dari tadi kan kamu sudah bicara? Kenapa minta ijin lagi?” Ayu tertawa meledek.
“Mmm…Can we try for another one? Like before?”
“Another one? Maksud kamu?” Ayu mengernyitkan dahinya. Menatap Reno penuh tanya.
“Apa aku masih punya kesempatan untuk bisa bersama kamu lagi? Seperti dulu…” Ayu tersentak dengan pernyataan Reno. Ia mulai bangkit berdiri. Jari-jarinya diremasnya sendiri. Pandangannya tidak lagi tertuju ke arah Reno.
“Kenapa Ren…?” Mata Ayu mulai berkaca-kaca. Pandangannya masih tidak tertuju untuk Reno. Reno pun mulai bangkit berdiri.
“Kenapa? Karena aku masih menginginkan kamu Yu.”
“Menginginkan? Hanya menginginkan? Dan besok-besok kalo kamu sudah tidak menginginkan aku lagi kamu campakkan aku lagi? Begitu Ren?” Kali ini air mata Ayu sudah mulai turun. Pipinya sudah mulai basah. Nada suara Ayu yang biasanya lembut kali ini sudah berubah agak meninggi. Reno tersentak. Terdiam beberapa saat.
“Bukan begitu Yu..Aku menginginkan kamu karena aku masih mencintaimu..”
“Masih mencintaiku? Lalu kenapa kamu meninggalkan aku dengan alasan yang tidak masuk akal kalau kamu bilang kamu masih mencintai aku? Atau hanya karena kita tiba-tiba dipertemukan kembali di sini lalu kamu bisa seenaknya memacari ku lagi?”
“Please Yu…just give me a second to explain…” Reno menarik nafasnya dalam-dalam. Ia mencoba menggenggam tangan Ayu yang ternyata dengan secepat kilat ditampik oleh Ayu. “Aku memang salah. Aku meninggalkan kamu. Mungkin sudah membuat hati kamu sakit.”
“Memang sakit Ren. Sangat sakit. Bukan mungkin lagi.” Potong Ayu.
“Ya…ya…aku salah…Aku meninggikan ego ku sendiri…Aku merasa harga diri ku hilang begitu kamu berhasil lulus terlebih dahulu daripada aku..Aku merasa ditinggalkan…”
“Aku tidak pernah berusaha meninggalkanmu Ren. Tidak sedikitpun terpikir…”
“Ya okay…I’m wrong..That’s why I’m taking you here..Untuk minta maaf..Dan berharap semuanya bisa kembali seperti dulu..”
“Tidak semudah itu Ren…Kamu pikir berapa lama hati ku masih terus terasa sakit? Kamu pikir aku tidak tau apa yang kamu lakukan…atau kamu berhubungan dengan berapa perempuan lagi setelah kamu melepasku? Sedangkan aku, masih terpekur menerima kenyataan pait yang sampai sekarang masih aku anggap tidak masuk akal sama sekali.” Langit yang mulai gelap, mendung yang semakin menjadi. Sama seperti tangis Ayu yang semakin menjadi. Tiba-tiba saja hujan turun.
“Hujan Yu. Ayo. Kita bicarakan ini nanti saja. Ayo balik ke mobil.” Ayu berjalan perlahan di belakang Reno. Hujan yang cukup lebat tidak membuat Ayu berlari agar segera sampai di tempat teduh. Reno masuk ke mobil terlebih dahulu. Disusul Ayu yang masuk dengan langkah gontai. Mereka terdiam. Masih berusaha meredam emosi mereka masing-masing. Terlebih Ayu. Reno menarik nafasnya lagi…Kali ini lebih dalam..”Sekali lagi aku minta maaf Yu. Gak semestinya aku dulu ninggalin kamu.”
“Cukup Ren. Gak perlu kamu perpanjang lagi kalimatmu.”
“Oke…” Reno masih mencoba untuk bisa menggenggam tangan Ayu. Diraihnya tangan yang basah dan dingin tersebut. “Aku mencintaimu Yu…Masih benar-benar mengharapkan kamu bisa menjadi milikku lagi..” Ayu masih diam tertunduk. Ia mulai kedinginan dengan tubuh dan pakaiannya yang basah kuyup. Reno memberanikan diri untuk membelai rambut Ayu. Perlahan-lahan posisi duduknya semakin dekat ke arah Ayu. Ayu masih terdiam. “Kamu harus jadi milik ku lagi Yu…” Tiba-tiba Reno memeluk Ayu dengan kencang. Mencoba mencium bibirnya. Ayu sontak kaget. Spontan ia tampar wajah Reno. Berusaha melepaskan pelukan itu. Berusaha mengelak sekuat tenaga. Reno tidak mau kalah. Ia lingkarkan lagi tangannya ke tubuh Ayu. Disingkapnya ke atas rok yang dikenakan Ayu. Ayu mulai berteriak.
“Reno….Lancang kamu Ren…Lepas Ren….!”
“Aku masih cinta kamu Yu…”
“Enggak. Bukan cinta yang kamu punya sekarang Ren. Lepaskan aku sekarang atau aku akan melaporkan hal ini ke Pak Khrisna?” Ayu masih berusaha melepaskan jeratan tangan Reno di tubuhnya. Dan kini jeratan itu mulai melonggar. Nafas Ayu masih tersengal-sengal. Ia tidak menyangka Reno akan berbuat seperti ini kepadanya. Orang yang dulu dikenalnya sangat lembut. Sekarang sudah berubah seperti binatang buas yang akan menerkamnya. Karena pergaulan atau perempuan-perempuan lain kah? Ayu sudah hilang akal untuk bisa mencerna semuanya. Ia memandang Reno yang sampai dengan saat ini juga masih menatapnya tajam. “PLLAAAKKK…” Tangan Ayu mendarat lagi di pipi Reno. Tanpa berkata apa-apa lagi Ayu segera turun dari mobil. Berlari dalam hujan. “Taxi…..”
“Aaaaarrrggghhhhh…..” Reno berteriak sekencang-kencangnya. Membenturkan kepalanya pada setir mobil.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Beno melaju dengan kecepatan yang hampir maksimal. Padahal di luar sana masih hujan. Ia tidak bisa menunggu sampai besok lagi untuk menemui Vhera. Kata maafnya ingin segera disampaikan secara langsung di hadapan kekasihnya itu.
Beno melirik arlojinya. Jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Tapi di luar sana terlihat seperti malam sebentar lagi. Cuaca yang tidak mendukung tidak mengurungkan niatan Beno untuk segera menemui Vhera. Sedang apa Vhera sekarang? Itu yang ada di pikiran Ben saat ini. Masih menangiskah? Atau sudah mulai bisa melupakan dirinya? Aaahhh….bermacam tanya tersibak di otak Beno.
“Hufftt…Come on…” Tin tin…Beno mengklakson panjang mobil yang ada di depannya. Mendadak mobil itu berhenti. Pengemudinya keluar. Mencoba untuk memeriksa keadaan mobilnya. Beno mencoba menunggu beberapa waktu. “Huft…” Ia menghembuskan nafasnya. Jari-jarinya mengetuk-ngetuk setir mobil. Menunggu beberapa waktu lagi. Ia mulai melirik arlojinya. “Huft…” Beno sudah tidak bisa menunggu lama lagi. Ia keluar dari mobil. membanting pintu mobilnya. Maju ke depan, ke arah mobil yang mogok di depannya. Terlihat Beno berbincang dengan si empunya mobil mogok itu. Ternyata Beno berniat membantu untuk mendorong mobil mogok tersebut. Mulailah Beno mengeluarkan segenap tenaganya untuk mulai mendorong. Dalam hitungan menit, mobil mogok tersebut sudah berada di pinggir. Tidak lupa Beno memberikan nomor telpon jasa derek kepada pemilik mobil tersebut.
Beno segera kembali ke mobilnya. Thanks God macet ini sudah teratasi. Sekarang ia siap melaju lagi dengan mobilnya. Dalam waktu kurang dari 30 menit Beno sudah sampai di depan rumah Vhera. Ia membunyikan klakson. Berharap security segera membukakan gerbang. Tampak Pak Amir security di rumah Vhera yang sudah bekerja cukup lama di rumah ini, lari tergopoh-gopoh untuk segera melihat siapa yang datang. “Oh…Mas Beno..”
“Iya pak..Tolong bukain pintunya Pak Amir..”
“Tapi mas, mbak Vheranya…”
“Iya…Ini saya mau ketemu Vhera. Tolong dibukain pintunya gerbangnya dulu!” Pak Amir tampak menggaruk-garuk kepalanya. Kalimatnya terpotong oleh kalimat Beno. Beno memaksa ingin segera masuk. Mau tidak mau ia bukakan juga pintu gerbang tersebut. Sampai di pelataran rumah Vhera, Ben langsung melangkah masuk. “Vher…Vhera…Here I come honey..” Yang muncul malah Bi’ Inah. Bukan Vhera. Vhera ada di kamar kan Bi’? Saya ke atas ya. Tanpa menunggu jawaban dari Bi’ Inah, Beno segera menaiki anak tangga menuju kamar Vhera. Tidak seperti biasanya kali ini Bi’ Inah terlihat kebingungan. Ia ikut berlari di belakang Beno menuju kamar Vhera. “Vher…Ini aku sayang.” Beno mengetuk pintu kamar Vhera. “Vher…” Sekali lagi ia mengetuk pintunya. Tidak kunjung ada jawaban dari dalam. “Bibi’ kenapa sih kelihatan aneh begitu?” Dan sekali lagi tanpa menunggu jawaban dari Bi’ Inah, karena sudah tidak sabar ingin menemui Vhera, akhirnya Beno memberanikan diri untuk membuka pintu kamar Vhera. Ia melangkahkan kakinya masuk. Tapi apa yang dilihatnya, there’s nobody here. “Vhera…?” Memang tidak ada jawaban…”Vhera kemana Bi’? Kenapa gak bilang dari tadi kalo Vhera pergi? Pergi kemana?
“Anu mas Ben…” Bi’ Inah terlihat gugup. “Tadi, barusan sebelum mas Ben datang, Non Vhera bawa koper gede-gede mas..Katanya mau nyusul tuan di Perancis…”
“Apa? Kenapa Bibi’ gak bilang dari tadi?”
“Lha wong mas Beno langsung lari naik ke sini gitu ko’. Padal saya baru mau njelasin…”
“Kenapa gak dilarang sih Bi’…?”
“Mas Ben kan tau sendiri sifatnya Non Vhera tu keras…Gak bisa dilawan..Seharian mas..Cuman di kamar…Kayanya abis nangis…Tiba-tiba sore tadi suruh saya nurunin barang-barang. Dan tadi dianter Pak Joko ke Airprot..eh, Airport mas..” Beno menutup wajahnya. Tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Kenapa Vhera harus pergi darinya seperti ini. Yang ada dalam diri Beno saat ini hanyalah penyesalan. Penyesalan kenapa ia tidak pernah bisa membahagiakan orang yang dicintainya.
“Dia barusan perginya kan Bi’?”
“Iya mas…”
“Oke. Kalo gitu saya mau susul dia Bi’.”
“Iya mas Beno…Ati-ati…Semoga masih bisa ketemu Non Vhera.” Beno mengangguk. Ia segera berlari menuju pelataran tempat mobilnya di parkir. Ia membunyikan klakson mobilnya lagi. Tampak Pak Amir bergerak menuju pintu gerbang dan segera membukanya.
“Pak Amir, tolong coba hubungi Pak Joko, bawa mobilnya jangan kenceng-kenceng..Saya mau nyusul ke bandara.” Pesan Beno kepada Pak Amir.
“Oh…Baik mas. Ati-ati..” Beno menginjak pedal gas nya. Ia segera melaju untuk menyusul cintanya. Menyusul orang yang dikasihinya. “Semoga ini semua belum terlambat…Aku mencintaimu Vher…Sungguh-sungguh mencintaimu…” Suara hati Beno tidak bisa dibohongi lagi. Ia benar-benar merasa sudah menyia-nyiakan Vhera. Kali ini ia tidak mau kehilangan Vhera. Apapun yang Vhera minta akan ia turuti. Itu janjinya pada dirinya sendiri apabila Vhera kembali ke pelukannya.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dengan tubuh yang basah, Ayu turun dari taxi yang membawanya kembali ke kost. Ia menggigil kedinginan. Ia segera masuk ke dalam kost, sedikit berlari kecil. Ia tidak ingin orang lain melihat dirinya dalam keadaan seperti ini. Keadaan yang kacau. Tubuhnya kacau, terlebih hatinya.
Ayu sampai di depan kamarnya. Ia berusaha menemukan kunci pintu kamarnya dengan tangannya yang masih gemetar karena kedinginan. “Home…I’m home. Thanks God I’m home..” Ujar Ayu dalam hati. Ayu terduduk di dalam kamarnya, di balik pintu. Masih terbayang perkataan dan perlakuan Reno di pantai tadi. Ia tidak lebih dari laki-laki kurang ajar yang hanya akan mempermainkan dirinya. Itu yang ada di otak Ayu saat ini. Ayu menangis lagi. Mengingat bahwa Reno pernah menjadi bagian dari hidupnya. Bahwa laki-laki itu pernah ia cintai sepenuh hati. Tapi dari kejadian tadi, Ayu jadi semakin mantab bahwa Reno bukanlah lagi untuknya. Perlakuan Reno yang tiba-tiba ingin menikmati tubuhnya sudah cukup membuktikan bahwa Reno yang sekarang berbeda dengan Reno yang dulu. Air mata Ayu mulai mengalir lagi, menambah basah pipinya yang memang belum kering dari air mata dan juga hujan. “Terima kasih Tuhan sudah menunujukkan jalan yang akan kutempuh…Terima kasih untuk telah membukakan mata hati ini…Terimakasih…”
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Hujan yang tidak merata di Jakarta memang cukup merepotkan. Ini yang dirasakan Beno saat ini. Memasuki kawasan Cengkareng hujan tiba-tiba turun dengan derasnya. Membuat laju kendaraannya tidak bisa maksimal. Dalam hatinya Beno masih harap-harap cemas. Akankah ia masih bisa menemukan Vhera? Doanya kepada Tuhan kali ini, semoga ia diberikan yang terbaik. Ia tetap akan berusaha sekuat tenaga untuk menemukan Vhera kembali.
Setelah melewati jarak yang lumayan jauh untuk sampai di tempat ini, Beno akhirnya bisa mulai mencari Vhera. Ia tidak tahu harus mulai dari mana, but here it is. “I’m here, just for Vhera.” Ben berusaha fokus. Ia tidak mau terpecah oleh kekhawatirannya. Ia susuri semua sudut bandara. Ia berlari ke arah terminal keberangkatan…Matanya ia buka lebar-lebar agar tak terlewat oleh sosok Vhera. Ia berjalan kesana kemari…Mencoba memperhatikan semua orang yang ada di bandara ini. Matanya tertuju pada seorang perempuan tinggi langsing yang mengenakan T-shirt putih dan pasmina hitam. Ia kejar perempuan itu. Sambil menyebut nama Vhera, Beno menepuk pundak perempuan itu. “Vhera..” Perempuan itu menoleh. Tapi…”Oh…maaf mbak. Saya kira pacar saya, maaf.” Perempuan itu menggelengkan kepalanya. Dan segera berbalik arah untuk melanjutkan langkahnya.
Dengan nafas yang tersengal, Beno berdiri di tengah-tengah terminal keberangkatan. Terdengar suara pemberitahuan bahwa pesawat yang menuju Perancis akan segera diberangkatkan. “Oh God..Vhera…Dimana kamu…?” Beno mulai putus asa. Ia mulai berjalan mundur dari tempatnya terdiam beberapa saat tadi. Sambil memegangi kepalanya…tiba-tiba ada yang menabraknya dari arah belakang. “Aaww…” Beno mengaduh karena kakinya terantuk sebuah benda keras. Ia memutar tubuhnya. Betapa terkejutnya ia bahwa yang menabraknya adalah Vhera. Kekasih hati yang sedang dicarinya…”Vhera….” Vhera yang melihat sosok Beno pun kaget.
“Mau apa kamu di sini Ben?” Tanya Vhera ketus.
“Untuk mencari kamu Vher…Untuk mengajakmu pulang ke rumah…”
“Buat apa Ben…?”
“Vhera aku minta maaf…Karena aku selalu mengecewakan kamu…Aku janji aku akan lebih memberikan waktu ku untuk kamu..Aku janji Vher…”
“Sudahlah Ben…Ini bukan janji pertama yang kamu ucapkan untuk aku. Tapi toh buktinya nol besar…Janji itu selalu kembali lagi untuk pekerjaanmu. Sudah cukup Ben. Aku sudah cukup diabaikan beberapa tahun terakhir ini. Dan waktu ku untuk terus bersabar sudah habis. Aku gak bisa sama kamu lagi Ben. Maaf…” Terdengar suara Vhera mulai bergetar. Air matanya mulai jatuh.
“Maksud kamu apa Vher…? Kamu gak bisa ninggalin aku gini aja…Just give me the chance to make it better honey…!” Beno memohon dengan sangat di depan Vhera sambil menggenggam tangannya. “Apapun akan aku lakukan untuk kamu Vher…Termasuk meninggalkan pekerjaan ku kalo itu yang kamu mau…Tapi aku mohon jangan tinggalkan aku…” Beno yang tegar, Beno yang kuat, kali ini air matanya juga tidak bisa ia tahan untuk tidak terjatuh karena seorang wanita. Wanita yang benar-benar dicintainya selama beberapa tahun terakhir ini.
“No Ben. I’ts enough…I need you more than anything..But you can’t give me your time…Aku benar-benar butuh seseorang yang selalu ada untuk ku Ben. Dan aku semakin sadar orang itu ternyata bukan kamu. Aku tidak mau mempunyai suami seperti orangtua ku yang gila kerja. Yang tidak pernah sadar bahwa ada orang yang lebih membutuhkannya ketimbang pekerjaannya yang setiap hari ia temui. I’m sorry Ben…But I have to go…Thanks for everything…” Vhera melepaskan genggaman tangan Ben, mendekatkan wajahnya ke wajah Ben. Dikecupnya kening pria itu. Lalu ia melangkah pergi dari hadapan Beno.
“Vhera…Vher….” Beno yang sadar dengan apa yang baru saja terjadi, mendadak tidak bisa bergerak. Ia terpaku di situ. Berdiri…Dan ia sadar bahwa ia kini sendirian. Tidak ada cinta…Tidak ada lagi orang yang akan ia rindukan. Vhera sudah pergi. Terbang bersama penyesalannya. Mungkin Vhera benar. Selama ini yang ada di pikiran Beno hanya pekerjaan dan pekerjaan. Tanpa benar-benar memperdulikan orang yang membutuhkannya. Saat ini Beno baru sadar. Ia juga membutuhkan Vhera seperti Vhera membutuhkannya. Tangis Beno semakin menjadi. Ia sama sekali sudah tidak memperdulikan orang-orang yang memandanginya sedari tadi.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Beno melangkahkan kakinya gontai. Ia sudah berada di kamarnya lagi. Tidak tahu harus melakukan apa…Ia baru saja ditinggalkan orang yang dicintainya. Orang yang selama ini ia sia-sia kan. Tidak ada lagi orang yang akan menghubunginya di tengah-tengah hari padatnya. Tidak akan ada lagi teman bicara dari hati ke hati. Tidak akan ada lagi orang yang akan dibelainya. Semuanya sudah pergi. Kali ini Vhera sudah benar-benar pergi. Rasa ngambeknya sudah tidak akan pernah bisa dibujuk lagi.
Beno masih terdiam di pinggiran tempat tidurnya. Mencoba menerima kenyataan yang baru saja ia alami. Dengan berbagai macam pikiran yang ada di otaknya kali ini, ia tahu apa yang harus ia lakukan besok. Ya. Ia tahu…
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Jodi membuka SMS dari Ayu. Ia baru saja selesai mandi…”Tidak biasa-biasanya Ayu meng-SMS nya sepagi ini.” Pikir Jodi.
“Jod, sorry hari ini kayanya gue gak bisa masuk…Gue demam. Kemaren keujanan…Kalo ada apa-apa loe telpon gue aja! Titip kerjaan ya..Thx.”
“Si Ayu bise sakit juga tu anak.” Jodi segera mendial nomer Ayu. Terdengar nada sambung. Belum juga diangkat. Hingga akhirnya..
“Hai Jod…” Terdengar jawaban Ayu di seberang sana.
“Yu, loe beneran sakit? Kemane loe kemaren sampe ujan-ujanan segale?” Jodi memberondongkan pertanyaannya untuk Ayu.
“Mmmm…ceritanya panjang Jod. Tapi yang jelas gue bener-bener gak bisa masuk hari ini..Titip kerjaan ya. Besok gue usahain masuk kalo udah agak baikan.”
“Iye…Udeh tenang aje…Pokoknya lu harus istirahat sampe sembuh..Ntar gue ke sana deh balik kerja. Lu mau dibawain ape?” Tawar Jodi.
“Aduh…gak usah Jod..Sakit gue gak separah itu juga kali..Ntar gue bisa nitip sama orang kost kalo mau apa-apa. Lu fokus aja ama kerjaan..Yah!”
“Oh gitu…Yauda deh. Gak usah mikirin kerjaan dulu! Cepet sembuh ye Yu…”
“Iya Jod..Thanks ya..” Klik. Jodi menutup pembicaraannya dengan Ayu.
Jodi harus memberitahukan Pak Putra perihal Ayu yang tidak masuk hari ini.  Karena setiap pagi Pak Putra pasti akan mencari Ayu. Jodi menekan extention ruangan Pak Putra alias Reno.
“Halo…” ternyata Wanda, sekretarisnya yang mengangkat.
“Halo…” Jawab Jodi. Wanda ye..Pak Putra nye udeh dateng belom?”
“Oh…Mas Jodi…Kayanya Pak Putra nya gak masuk deh mas hari ini. Tadi dia SMS saya, katanya demam, kemaren keujanan. Emagnya ada apa Mas Jod?”
“Hah? Gak masuk juga? Oh..yaudah deh. Gak jadi Wan. Thanks ye…” Jodi meletakkan gagang telponnya. Hanya satu yang ada di pikiran Jodi saat ini. Apa Ayu dan Reno pergi bersama kemarin? Hhhmmm…
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Beno menggeliat dari tidurnya. Tubuhnya masih terbaring lesu di tempat tidur. Tidak ada semangat kali ini. Benar-benar tidak semangat. Beno mencoba mengumpulkan energinya. Mencoba menyadarkan dan mengumpulkan nyawanya. Otaknya mulai berputar…Mengingat-ngingat apa yang terjadi kemarin. Ia sadar, ia sudah kehilangan separuh nyawa nya. Vhera. Vhera resmi meninggalkannya kemarin. Beno membenamkan wajahnya lagi di balik bantal. Suatu hal yang sangat terasa kosong ketika kau di pagi hari tersadar bahwa kau sudah tidak mempunyai orang yang kau cintai. Benar-benar suatu perasaan yang tidak enak. Itu yang Ben rasakan sekarang ini.
Dengan sisa-sisa kekuatan yang ada, Ben berusaha bangun dari tempat tidurnya. Mencoba menapaki harinya yang akan terasa sepi. “Aku harus segera ke kantor untuk menyelesaikan masalah ini.”
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Beno memasuki ruangan Pak Wisnu. Ada seberkas kertas yang ia bawa dengan map tertutup. “Pagi Pak.”
“Pagi Ben…Tumben kamu pagi-pagi sudah minta untuk ketemu? Padal baru kemaren kita ketemu ya…Sudah kangen aja…” Canda Pak Wisnu. Beno hanya tersenyum menanggapinya.
“Mmm…ia pak. Ada yang mau saya sampaikan.” Beno kemudian menyodorkan map yang ada di tangannya.
“Apa ini?” Pak Wisnu segera membuka isi map itu. Ia melihat isinya, kemudian membacanya. Setelah beberapa lama, “Kenapa Ben? Ada masalah apa sampai kamu harus mengajukan resign seperti ini?”
“Saya ingin membantu bisnis keluarga saya pak. Sudah saatnya saya turun tangan. Mereka sudah cukup tua..Kasian kalo harus bekerja sendirian.”
“Loh..bukannya bisnis mereka sudah cukup besar Ben?”
“Ya memang pak. Itu kenapa saya rasa saya harus mulai untuk turun tangan juga…”
“Hhhmmm…Masuk di akal Ben..Hanya saja ini mendadak sekali…Saya tidak bisa begitu saja melepas orang kepercayaan saya. Saya harus dapat replacement mu dulu baru kamu bisa pergi..”
“Saya mengerti pak. Saya masih punya waktu sebulan untuk mempersiapkan Rudi untuk menggantikan saya. Dan sebagian pekerjaan juga dia sudah cukup tahu.
“Ben, this is hard. Tapi saya tidak bisa melarang setiap karyawan saya yang ingin maju, dan merasa ada yang lebih baik dari apa yang dia miliki sekarang. Kamu punya pekerjaan yang bagus di sini. But if this already your choice, I can’t do nothing except wishing you all the best. Tampak guratan senyum bijak di wajah Pak Wisnu.
“Terima kasih banyak pak.” Beno tersenyum lega.
“Jangan lupa Rudi ya! Saya tidak akan pernah melepaskan kamu kalo Rudi masih belum mateng.”
“Siap boss. Tugas laksanakan. Rudi aman di tangan saya.” Beno membentuk tanda hormat, kemudian langsung melangkah mundur keluar dari ruangan Pak Wisnu. Ada suatu perasaan lega dalam hatinya. Kali ini ia sudah benar-benar mantab. Vhera memberikan pelajaran besar dalam langkah hidup yang kini diambilnya. Pekerjaan memang bukan segalanya. Beno tidak mau ada Vhera Vhera yang lain yang akan ia kecewakan. Cukup seorang Vhera, yang pergi dengan membawa kekecewaan, dan meninggalkannya dengan sekelumit penyesalan yang cukup menohok. Vhera sering marah, Vhera sering ngambek, Vhera sering menaruh curiga ketika SMS atau telponnya tidak direspon. Tapi Vhera juga bisa bertahan cukup lama dibanding perempuan-perempuan lainnya. Dan dari Vhera jugalah Beno bisa merasakan kasih sayang yang cukup besar dari seorang perempuan. Hal itulah yang saat ini membuat Beno belum bisa benar-benar ikhlas untuk melepas Vhera. Vhera pergi dengan tiba-tiba. Mungkin karena kesabarannya yang benar-benar sudah habis. Perempuan mana yang tidak butuh perhatian? Perempuan mana yang tidak ingin dimanja oleh kekasihnya? Ya. Vhera memang mempunyai cukup alasan untuk pergi. Dan kali ini pergi jauh. Jauh meninggalkan Beno seorang diri.






Let Me Go!
Dalam keadaan suhu tubuhnya yang masih panas, Ayu melangkahkan kaki ke kantornya. Ia ingin ini segera diselesaikan. Agar tak mengganjal perasaannya. Hatinya yang terluka sudah cukup membuat satu alasan yang cukup kuat. Setelah satu hari izin untuk beristirahat, sama sekali tidak berpengaruh apapun untuk Ayu. Pikirannya tidak bisa tenang. Gelisah menemani waktu tidurnya. “Pagi Jod..” Sapa Ayu begitu memasuki ruang kerjanya.
“Loh Yu, lu udeh sehat emang?”
“Mmm…lumayanlah Jod.” Seketika Jodi mendekati Ayu. Menempelkan punggung tangannya ke dahi Ayu.
“Apaan lu? Ini mah telor juga mateng kalo ditempel di jidat lu. Muke lu kaya kepiting rebus tau gak sih Yu? Lagian ngapain maksain diri sih kalo emang belum sehat bener? Ntar kalo pingsan siape emang yang repot?” Ayu hanya tersenyum dibuatnya. Mendengar celotehan temannya yang satu ini memang selalu membuat Ayu geli sendiri.
“Gak papa..Lagian juga cuman sebentar…Gue mo ketemu sama Pak Putra. Ada yang mau gue kasihin ke dia. Abis itu mungkin gue pulang lagi.”
“Sebegitu pentingnya ye? Ampe harus maksain diri berangkat ke kantor segale? Lu telpon gue kan juga bise Yu..Ntar biar gue yang nyampein. Suka maksa deh.”
“Udah gak papa Jod..Tolong cekin Pak Putra donk! Udah dateng apa belom orangnya?”
“Oke tunggu bentar ye. Lu duduk aje..!” Pinta Jodi yang disertai anggukan lembut Ayu. Ayu menunggu sampai Jodi mengakhiri pembicaraannya lewat intercom. “Udeh ada Yu. Lu mau ketemu dia sekarang?”
“Iya deh Jod. Gue ketemu dia dulu ya.”
“Oke. Yu?” Ayu menghentikan langkahnya seraya menoleh lagi ke arah Jodi.
“Ya Jod?” Jawabnya.
“Mmm…Lu gak ade masalah ape-ape kan?” Tampak gurat kekhawatiran dari wajah Jodi. Matanya tidak bisa membohongi Ayu bahwa Jodi Nampak cemas. Ayu tersenyum.
“It’s fine Jod.”
“Cerita ye Yu kalo ade ape-ape!” Ayu tersenyum lagi. Sambil mengangguk tanda setuju untuk kalimat yang barusan diucapkan Jodi. Ia segera keluar ruangan, untuk bertemu Pak Putra alias Reno. Alias mantan kekasihnya yang telah menyakiti hatinya beberapa tahun yang lalu. Dan menyakitinya lagi beberapa hari yang lalu.
Sungguh suatu yang berat untuk bertemu dengan Reno setelah apa yang terjadi lagi di antara mereka beberapa hari yang lalu. Masih ada rasa jengkel, sakit hati, benci, malu menyelimuti hati Ayu saat ini. Tapi tekad Ayu sudah bulat. Ia memang harus segera menemui Reno. Agar semuanya tidak berkepanjangan. Agar luka di hatinya tidak semakin bertambah lebar. “TOK TOK TOK.” Ayu mengetuk pintu ruangan Reno setelah sebelumnya meminta izin kepada Wanda sekretarisnya.
“Ya masuk.” Jawab suara di dalam sana. Ayu membuka pintu. Degup jantungnya semakin bergenderang kencang. Seperti Ayu sendiri yang menabuhnya dan ia pulalah yang hanya bisa mendengarnya. Bising dan membuat hati tidak nyaman. Sekarang sudah seluruh tubuh Ayu berada di ruangan laki-laki itu. Laki-laki yang membuat hati Ayu semakin sakit. Reno memalingkan pandangannya dari layar laptop. Dilihatnya Ayu. Dalam hitungan detik Reno langsung berdiri. Berusaha menghampiri Ayu.
“Yu…” Baru kata itu yang keluar dari bibir Reno. Dan Ayu pun masih diam. Belum bisa membuka percakapan apapun. Pandangannya mengitari ruangan, lalu berhenti di Reno. Dipandangnya lelaki itu. “Aku minta maaf soal kejadian tempo hari. Sikap ku kurang ajar kepadamu. Aku khilaf.” Ayu hanya mengangguk. Diserahkannya amplop yang dari tadi dibawanya. “Apa ini? Dokumen pekerjaan?” Tanya Reno.
“Buka saja!” Jawab Ayu singkat dan masih dengan nada yang ketus. Masih sinis. Reno membuka amplop tersebut. Ia mulai membaca isi surat yang terdapat di dalamnya. Betapa terkejutnya Reno bahwa ternyata isi surat tersebut adalah surat permohonan resign. Ya. Ayu sudah memikirkannya masak-masak seharian kemarin. “Apa ini Yu? Kenapa tiba-tiba seperti ini?”
“Aku tidak mau mencampur-adukkan pekerjaan dengan masalah pribadi ku sebenarnya. Tapi pada kenyataannya, keadaan kita seperti ini. Keadaan ku terlebih. Semakin aku membiasakan diri mulai terbiasa denganmu lagi, aku semakin tersiksa Ren. Terlebih sikapmu kemarin yang sangat membuat ku kecewa. Kamu tidak seperti Reno yang aku kenal dulu. Entah apa yang sudah merubahmu. Terlepas kita pernah mempunyai hubungan, kamu adalah pimpinanan ku saat ini Ren. Dan seharusnya kamu bisa lebih menjaga sikapmu.”
“But Yu…Aku sudah minta maaf…Aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi…Kamu masih sangat dibutuhkan di perusahaan ini. Please don’t go hanya karena masalah seperti kemarin.”
“Hanya kata mu? Kamu tahu Ren? Jika ini semua berlanjut, aku jadi ragu hubungan kerja kita akan tetap berjalan professional. Kamu sudah di luar batas kemarin. Dan itu sudah cukup membuatku menjatuhkan pilihan ini.”
“Tapi bukan berarti kamu harus keluar dari perusahaan ini kan Yu? Kita masih bisa menyelesaikan masalah kemarin secara baik-baik…”
“No Ren. Keputusan ku kali ini sudah bulat. Aku tidak mau semakin ada hal-hal gila lainnya jika kita terus sekantor.”
“Yu please…This is ridicoulus”
“Let me go atau akan aku adukan masalah kemarin ke Pak Khrisna?! ” Dengan nada yang sedikit mengancam Ayu keluar dari ruangan Reno dengan wajah yang tidak ramah. Wanda sekretaris Reno sampai heran melihat Ayu yang tidak seperti biasanya.
Ayu mempercepat langkahnya untuk kembali ke ruangan. Ia masuk ke ruangan dengan segera. Tangisnya hampir meledak di ruangan Reno tadi. Tapi Ayu tidak mau terlihat lemah di depan lelaki itu. Jodi yang melihat Ayu datang dengan menutupi sebagian wajahnya, dan terlihat tergesa-gesa, segera menghampiri Ayu ke mejanya. Tangis yang sedari tadi ditahannya akhirnya bisa ia keluarkan. Walaupun akhirnya harus ia kuasai lagi agar tidak semakin menjadi-jadi, karena sudah ada Jodi yang berdiri di depan mejanya.”Lu kenape sih Yu? Something unwell with you. I can feel it dari kemaren. Lu gak masuk barengan same Reno juga. Ade ape sebenernye…?”
“Jod, gue pasti cerita. Tapi gak sekarang ya. Masih belom bisa ngomong apa-apa sekarang.” Ayu menjawab pertanyaan sahabatnya sambil menghapus air mata yang masih mengalir di pipinya.
“It’s fine. Kapan lu siap, gue juga siap buat dengerin cerita lu.”
“Makasih ya Jod. You’re the best. Sekarang gue boleh pulang gak? Gue masih ngerasa unwell banget. Bener kata lu Jod. Haha…” Ayu tertawa. Mencoba menghibur dirinya sendiri.
“Gih sono! Gue juga males kali kerja same orang yang lagi badmood dan sakit. Hahaha…” Balas Jodi berusaha menghapus tangis menjadi tawa di wajah sahabatnya. Ayu bangkit dari kursi kerjanya. Segera mengambil tas kerjanya.
“Sekali lagi thanks ya Jod. Maaf kalo ngerepotin terus..Gue masih nitip kerjaan ya.”
“Iye…Lu istirahat ye..Badan dan pikiran tentunye..” Ayu mengangguk. Dan meninggalkan Jodi di ruangan mereka.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ayu dipanggil ke ruangan Pak Khrisna. Setelah dua hari tidak masuk kerja, dan permohonan resignnya ia serahkan kepada Reno, akhirnya Ayu mendapat tanggapan dari pihak direksi. “Ada apa Yu, sebenarnya? Tiba-tiba kamu mengajukan surat seperti ini? Pak Khrisna menyodorkan surat pengunduran dirinya.
“Saya mau kembali ke Jogja pak. Butik ibu saya sudah semakin ramai. Beliau sudah terlalu tua untuk mengurus sendirian.”
“Jadi ini permintaan ibumu?”
“Bukan pak. Ini kemauan saya sendiri. Tidak ada paksaan dari siapapun.”
“Oh..Jadi begitu. Sebenarnya sayang ya Yu, kalo kamu harus mengundurkan diri seperti ini. Apa kamu sudah yakin dengan keputusanmu ini?”
“Ya pak. Saya sudah mantab.”
“Mmm…” Pak Khrisna terlihat berpikir sejenak sebelum melanjutkan ucapannya. “Bagaimana kalau kamu saya mutasikan ke kantor yang di Jogja. Jadi selain kamu bisa membantu usaha ibumu, kamu juga tetap bisa berkarier..Kalau memang itu keputusanmu. Karena saya tidak mau kehilangan karyawan terbaik saya begitu saja. Bagaimana Ayu?” Ayu tersenyum setelah Pak Khrisna menyelesaikan kalimatnya.
“Terima kasih banyak Pak Khrisna. Saya akan pikirkan kembali soal itu. Tapi untuk saat ini, saya ingin beristirahat dulu. Saya janji, saya akan segera menghubungi bapak apapun keputusan saya.” Pak Khrisna mengangguk-ngangguk menerima pernyataan Ayu tersebut.
“Hhhmm…Baiklah. Saya tidak akan memaksa kamu. Tapi kamu janji ya, kabar-kabari saya apapun keputusanmu!” Ayu melemparkan senyumnya lagi ke arah Pak Khrisna.
“Pasti pak. Saya janji..”












GOODBYE J TOWN…..
Jodi menggenggam tangan Ayu erat. Sedangkan Ayu hanya bisa menangis. Mungkin ini kali terakhir mereka bertemu untuk waktu yang akan lama sampai mereka bertemu lagi. Orang-orang di bandara ini bisa jadi mengira Ayu dan Jodi adalah sepasang kekasih yang akan berpisah seperti di film-film atau di sinetron-sinetron. Tapi mereka bukan. Mereka hanyalah dua orang manusia, yang dipertemukan untuk menjadi partner kerja, partner untuk saling mencurahkan isi hati, terutama bagi Ayu. Ia akan kehilangan sahabat terbaik yang pernah ada selama beberapa tahun terakhir ini. Tidak kehilangan tepatnya. Tapi jauh untuk beberapa waktu. Dan yang sangat disayangkan, waktu itu bisa jadi akan lama. Entah kapan mereka akan bertemu lagi. Jika Ayu datang ke Jakarta mungkin, atau Jodi yang berlibur ke Jogja. Bisa jadi.
Tapi untuk saat ini, yang diinginkan Ayu hanyalah memeluk Jodi erat. Ia bersyukur untuk bisa memiliki Jodi selama ini. Ia bersyukur bisa menceritakan masalah dan uneg-unegnya pada Jodi. Dan Jodi tidak pernah mengeluh sedikitpun untuk mendengar ceritanya. “What a great friend I’ve ever had”…pikirnya.
“Jage diri lu baik-baik ye Yu…Harus tetep keep in touch. Kita mungkin bisa jauh..tapi masih bise bertemen kan kite…Ntar kapan-kapan gue maen ke sono deh…Sekalian pengen liat kampung bokap. He…” Jodi memang keturunan Betawi-Jawa. Ibunya Betawi, Ayahnya Jawa-Jogja. Logat betawinya yang kental karena sedari lahir ia hanya mengenal Jakarta. Ibunya yang sangat amat masih kental bahasa Betawinya, membuat Jodi dan kakak-kakaknya jadi ikut terbawa dengan logat seperti itu sampai sekarang.
“Iya…Sekali-sekali maen ke Jogja donk…Tempat nenek moyang lu juga tu…Dijamin pasti abis itu jadi ketagihan.” Bibir Ayu yang tipis membentuk senyuman yang terbingkai manis di wajahnya.
“Iye…pasti…Ntar lu pasti gue kabarin Yu…Tapi ngomong-ngomong, elu beneran enggak berminat sama tawarannye Pak Khrisna buat kerja di kantor cabang sono? Kan kite jadi lebih sering komunikasi Yu ntar.”
“Masih gue pikirin Jod. Gak menutup kemungkinan sih…Buat gue nerima tawarannya dia. Tapi gue masih pengen ngistirahatin total pikiran Jod. Gue bener-bener mau move on. Terutama soal Reno.”
“Iye deh…Gue ngerti ko’ perasaan lu sekarang gimane.” Jodi masih menggenggam tangan Ayu. Mulai tampak mata Ayu yang berkaca-kaca lagi. Sepertinya waktu keberangkatannya sudah sebentar lagi. Jadi sangat berat untuk Ayu meninggalkan kota ini. Kota yang memberikannya kehidupan, walaupun harus diperjuangkannya dengan keras. Kota pelarian, ketika ia harus menghadapi kenyataan bahwa orang yang dicintainya tidak ingin bersamanya lagi. Dan kota yang penuh kemunafikan, ketika ia bertemu dengan orang yang dicintainya itu lagi, dalam keadaan yang terlalu complicated. Dan sikapnya, yang menjadi sangat liar…Ayu membalas genggaman tangan Jodi. Kali ini ia menggenggamnya lebih erat daripada Jodi menggenggam tangannya. “Jod”, Ayu terdiam sesaat. Susah sekali untuk mengeluarkan beberapa kata saat ini dari bibirnya. “Makasih banyak yah buat semuanya selama ini. It was wonderful to have you. Wonderful to know you here…Dan makasih udah sering dengerin cerita-cerita sampah gue selama ini…Makasih, makasih banget…” Sudah. Ayu sudah tidak bisa lagi menahan tangisnya. Tiba-tiba semuanya meledak begitu saja. Kini pipinya dibanjiri dengan air mata. Dipeluknya lagi Jodi. Jodi membalas pelukan Ayu, sambil membelai punggunggnya.
“Iye Yu…Lu bukan cuma temen buat gue. Lu udah kaya sodara…Makasih juga udah ngajarin banyak hal ke gue…Gak akan pernah bise tergantikan same apapun Yu. Yang sabar ye ngejalanin hidup. Hidup tu kaya kopi…Gak selamanya pait. Semuanya butuh proses. Suatu hari pasti bakal jadi manis.” Ayu mengangguk-angguk dalam pelukan Jodi. Dilepasnya perlahan kedua lengan jantan itu..Ia hapus air matanya perlahan-lahan.
“Udah waktunya Jod. Kita pisah dulu ya…But promise me lu harus. Harus ke Jogja.”
“Siappp….Bu Boss…” Ayu mulai mengangkat barang-barang bawaannya. Sebagian barang sudah ia paketkan terlebih dahulu ke Jogja. Jadi ia tinggal membawa pakaian-pakaian dan beberapa barang-barang kecil lainnya. Ayu berjalan perlahan, sambil melambaikan tangan, sambil menghapus air matanya, ia melambaikan tangannya ke arah Jodi. Dan ia siap pulang ke dalam kehangatan keluarga lagi…Jodi pun membalas lambaian tangan Ayu.











MULAI DARI NOL LAGI…
Ayu mendarat lagi di tanah kelahirannya. Kali ini ia hembuskan nafas panjang sebelum melangkahkan kakinya. Entah karena merasa ada yang hilang, atau lega karena satu masalah sudah terselesaikan. Ia hanya bisa pasrah menjalani kenyataan hidup yang terkadang tidak sesuai dengan keinginannya. Ayu memutuskan untuk kembali ke Jogja, karena seseorang yang telah kembali masuk ke dalam kehidupannya. Beberapa tahun yang silam ia harus pergi ke Jakarta, untuk menghindari sakit hatinya dari Reno. Ia ingin melupakan semua kenangan-kenangannya di Jogja bersama Reno. Walaupun terkadang bayangan Reno masih cukup berat menyiksanya. Sampai pada waktu ia dipertemukan lagi dengan Reno, tapi dengan keadaan yang tidak pernah ia sangka sebelumnya. Reno menjadi pimpinannya karena pamannya yang tak lain dan tak bukan adalah Pak Khrisna, pimpinan Ayu sebelumnya. Di saat ia sudah bisa mulai terbiasa dengan kenyataan tersebut, Reno malah menghancurkannya dengan hal yang sangat tidak bisa Ayu terima. Perlakuan Reno yang terlalu berlebihan dan terkesan memaksa membuat Ayu semakin sadar, bahwa ia dipertemukan dengan Reno bukan untuk memulai segala sesuatunya lagi seperti dulu. Tapi memang harus benar-benar melupakannya.
Keputusan Ayu untuk resign dari perusahaan yang telah memberikan banyak pelajaran dan kehidupan untuknya juga sebenarnya bukanlah perkara mudah. Sulit sekali untuk kembali memulai segala sesuatunya dari nol lagi. Tapi yasudahlah. Ini sudah keputusan bulat yang Ayu ambil. Daripada hubungan profesionalnya diracuni oleh segala macam hal tetek bengek percintaan yang terkesan memaksa, lebih baik ia mengalah untuk pergi dari situ. Ya. Ayu tidak kalah.
“Sebenere ono opo to nduk, ko’ sampe’ kamu keluar dari kerjaanmu?” (..Sebenere ono opo=sebenarnya ada apa;bahasa Jawa)
“Ndak apa-apa bu’…Ayu cuman capek aja kerja jauh dari keluarga terus. Pengennya sekarang deket sama keluarga aja..Biar selalu ada temen ngobrol…Memangnya ibu’ keberatan ya kalo Ayu keluar dari pekerjaan Ayu yang di Jakarta?”
“Kalo ibu’ ya ndak ada masalah nduk…Malah seneng kalo kamu dapet pekerjaan di sini..Cuman sebagai orangtua ibu’ juga patut menanyakan hal-hal seperti ini to. Takut kalo kamu kenapa-napa ato ada masalah khusus yang bikin kamu keluar..”
“Ndak ko’ bu’.” Susah sekali Ayu sebenarnya untuk menyembunyikan perasaannya dari Ibu’. Tapi tak ada pilihan lain. Ia tidak mau Ibunya tambah berpikiran macam-macam dan semakin khawatir.
“Hooaaammmm…Ibu’ sudah ngantuk nduk…Ibu’ masuk dulu ya. Kamu jangan bengong di sini malem-malem. Buruan masuk ya!”
“Nggeh  bu’…” Ini sebenarnya adalah tempat favorit Ayu untuk menyendiri. Beranda depan. Tapi Ibu’ tidak pernah mengizinkannya untuk duduk sendirian terlalu malam di sini. Selain karena tidak enak kalau sampai dilihat orang, ada anak gadis yang duduk sendirian di beranda depan rumah, juga karena angin malam yang tidak baik untuk kesehatan. “Huh…….” Ayu menghela nafas lagi, dan masuk ke rumah menyusul ibunya.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pagi yang cerah kembali Ayu rasakan. Tidak terasa sudah beberapa hari ini ia berada di rumah. Waktu seakan cepat berlalu. Ayu belum juga memutuskan akan menerima tawaran Pak Khrisna atau tidak. Ia masih ingin berlibur, mengistirahatkan pikiran dan hatinya. Tapi ia juga tidak mau terlalu lama menganggur. Ia harus segera memutuskan pilihan sebelum semuanya berjalan terlalu jauh. “Kriingg…..Kringggg…..” Ponsel Ayu berbunyi. Itu Jodi. Raut wajah Ayu semakin berubah menjadi sumringah. Baru beberapa hari tidak bercengkrama dan bertemu dengan sahabatnya itu, membuat Ayu semakin semangat ketika tahu orang yang meneleponnya adalah Jodi. “Halo Jod….” Sapa Ayu yang diiringi dengan tertawa girang, dan yang pasti Jodi tidak bisa melihatnya. Tapi Ayu yakin, energi yang dikeluarkan pasti sampai hingga Jakarta sana.
“Wooii….ape kabar ni orang Jogja? Udah nyampe kagak pernah ada kabarnye lagi?”
“Hahaha…maap Jod…gue kira elunya yang sibuk. Makanya gue mo cari waktu yang tepat buat nelpon loe…”
“That’s fine…How are you?”
“Fine Jod, masih dalam masa pemulihan. Hahaha…”
“Deuh…pemulihan. Kaya orang abis sakit parah aje pemulihan. Eh, emang parah sih ye. Sakitnya sakit ati…Hahahhaha….”
“Iiiihhh….Si Jodi jahat ya…Awas kalo ketemu.”
“Eh, emang kita mau ketemu ko’ sebentaran lagi.”
“Hah, maksud loe? Loe mau ke Jogja special buat gue ya…? Hihihihi….”
“Idih. Geer...Bukan…gue emang ditelpon sama bude gue yang di sono..Disuruh maen…plus ade acara keluarga gitu katanye. Mumpung ada tanggal merah, plus gue tambahin cuti pribadi sehari lumayan tuh.”
“Waaahh….Senangnya bisa ketemu loe lagi. Tapi ngomong-ngomong acara keluarga apaan Jod? Kawinan? Apa loe mau dijodohin kali yak? Hahahaha…..”
“Hahahah…gue juga kagak tau dah. Tapi kalo cewek Jogja manis-manis mah gue juga kagak nolak ko’. Hahaha….”
“Dijamin manis-manis lah…Contohnya ya gue ini. Hahahha…Ya ntar lu gue ajak keliling-keliling Jogja juga deh Jod.”
“Siipp…Harus itu. Ntar gue kabarin lagi ye…Kalo udeh fix sampe sono…Pokoknye harus ketemu kite…”
“Oke Jod…Can’t wait to see you here…” Ayu tersenyum bahagia…Masa liburannya memang tidak akan komplit jika tidak ada teman yang menemani. Dan doanya pun akhirnya terjawab. Jodi akan ke Jogja beberapa hari ke depan. Setidaknya ada teman bicara dari hati ke hati. Karena saat ini Jodi lah orang yang paling mengerti keadaannya. Juga hatinya.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Nduk…Ada yang mau ibu’ bicarakan sama kamu.” Ibu duduk di sebelah Ayu yang sedang sibuk memindah-mindah channel TV sedari tadi. Tidak ada acara TV yang membuat Ayu bertahan lama untuk menonton. Ia hanya mengisi kekosongan waktunya.
“Ada apa bu’?”
“Apa kamu sudah memutuskan untuk menerima tawaran boss mu untuk bekerja di sini, ato kamu ada kemungkinan untuk kembali ke Jakarta…?”
“Kalo kerja di sini ada kemungkinan bu’. Ayu terima ato ndak tawaran Pak Khrisna, saya akan tetap bekerja di sini. Berarti sudah tidak ada kemungkinan saya kembali untuk bekerja di Jakarta bu’. Ayu sudah bener-bener pengen tinggal di rumah ini lagi.”
“Alhamdulillah nek ngono. Mmm…nduk, gimana soal tawaran ibu’ beberapa waktu yang lalu?” (..nek ngono=kalau begitu;bahasa Jawa)
“Tawaran? Tawaran apa to bu?’ Ayu mengernyitkan dahinya. Seakan bertanya-tanya maksud pembicaraan ibunya ini.
“Soal…perkenalan kamu sama anaknya temen ibu’ itu…Jeng Tatik. Kemaren dia maen lagi ke toko. Dia bilang anaknya sudah kembali lagi ke sini. Gimana nduk? Kamu mau kan? Cuman kenalan nduk…Kalo besok kamu ndak sreg ibu’ juga ndak akan maksa…” Ibu tersenyum kepada Ayu. Menunggu jawaban dari bibir Ayu. Diperhatikannya anaknya tersebut. Yang sudah cukup usia, tapi belum juga menemukan jodohnya.
Ayu terdiam beberapa saat, matanya menunduk. Tidak berani menatap ibunya. Ia tahu betul ia harus memantapkan hatinya untuk hal ini. Hal yang kecil, perkenalan. Tapi akan berpengaruh sangat besar nantinya. Ia benar-benar tidak ingin mengecewakan sang ibu. Kini Ayu memberanikan diri menatap ibu. Sebelum akhirnya ia mengangguk dan mengatakan, “Iya bu’. Ayu coba. Buat ibu’…” Ia terdiam lagi di depan ibu. Ibu tersenyum. Ia tahu Ayu tidak akan pernah mengecewakannya. Dibelainya rambut Ayu yang masih terdiam duduk di depannya.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tidak butuh waktu lama untuk menentukan pertemuan itu. Ibu yang begitu semangat mengatur segala sesuatunya, membuat Ayu semakin tidak ingin mengecewakan wanita yang sangat dipujanya tersebut. Ya. Besok. Tiba-tiba semuanya dipersiapkan dengan baik oleh ibu. Siapa itu Jeng Tatik yang selalu disebut-sebut Ibu Ayu pun belum mengenalnya. Apalagi sampai harus dikenalkan dengan anaknya seperti ini.
Ini betul-betul seperti perjodohan. Hal yang sangat dihindari Ayu sedari dulu. Hal yang selalu akan membuat orang merasa menjadi orang yang paling tidak beruntung di dunia dalam hal percintaan. Karena harus melibatkan orang lain hingga bertemu dengan jodoh mereka. Seperti ada sesuatu yang dipaksakan menurut Ayu. Padahal zaman sudah berubah semakin modern. Banyak teknologi canggih yang memudahkan setiap orang untuk berkomunikasi. Baik secara visual, audio, audio visual, ataupun hanya mengirimkan pesan melalui SMS, BBM, atau email. Tapi sudahlah. Toh ia juga sudah menuruti permintaan Ibunya. Apapun yang terjadi setelahnya, Ayu yakin Tuhan akan ikut andil dalam menentukan semuanya.
Jujur ada perasaan resah, dan gugup bagi Ayu. Ia sebenarnya ingin membagi hal ini kepada Jodi. Tapi lagi-lagi ia tidak mau selalu mengeluh, terutama soal jodoh-jodohan ini. Ayu memilih untuk menunggu sampai ia bisa bertemu dengan Jodi. Ia akan ceritakan semuanya.











PERTEMUAN INI MEMBUAT KU…..
Sudah dari sejam yang lalu Ayu mematut dirinya di depan cermin, ditemani Ibu yang mendadak jadi sangat cerewet sekali hari ini. Sudah hampir seperti pertunangan, atau pernikahan mungkin. Ibu mendandani Ayu yang memang tidak biasa berdandan, menjadi kelihatan berbeda. Ia mengenakan kebaya berlengan pendek berwarna merah muda, dengan kombinasi rok batik sepanjang lutut yang dijahit sendiri oleh Ibu. Ayu terlihat sangat cantik. Ibu sendiri hanya bisa geleng-geleng kepala melihat anaknya dalam balutan busana yang cantik. “Kamu cantik, tapi dapet laki-laki satu saja ko’ susah ya nduk…Hahahaa” Ibu tertawa kecil meledek Ayu yang masih memutar-mutar badan dan wajahnya di depan cermin.
“Halah Ibu’ ini. Kalo mau asal dapet ya bisa bu’. Di pinggir jalan juga banyak. Cuma Ayu juga kan harus selektif. Cari yang baik biar gak salah pilih.”
“Hehehe…Iya nduk…Ibu’ ngerti. Semoga kamu ternyata cocok sama anaknya Jeng Tatik.”
“Ayu ndak janji ya bu’…” Ibu hanya tersenyum mendengar ucapan Ayu. “Tamunya mau dateng jam berapa to bu’?”
“Jam sepuluh sebentar lagi..Walah, Ibu’ sampe lupa ngecek makanan. Tadi ibu’ titipkan sama Dimas dan Retno. Kamu siap-siap ya! Ibu’ ke dapur dulu…” Ayu mengangguk. “Eh…Muka’nya jangan ditekuk gitu to nduk…! Ramah sedikit sama tamu..”
“Nggeh nggeh bu’…” Ibu berjalan cepat keluar dari kamar Ayu. Sedangkan dirinya masih duduk di depan meja rias, berusaha mengubah raut masamnya menjadi sedikit agak manis. Susah…sekali. Berkali-kali Ayu mencoba mengumpulkan good mood nya sambil menunggu tamu dan Ibu yang sedang bersiap-siap di dapur. Hingga akhirnya ponselnya berbunyi. Yak. Di layar ponsel tertera nama Jodi. Di saat seperti ini sebenarnya Ayu tidak ingin berbicara dengan siapapun..Tapi ini Jodi. Sahabatnya yang setia. Yang akan selalu dan selalu mendengarkan keluh kesahnya. Ayu segera menekan tombol “Accept”. “Hai Jod…”
“Wooii…Gue udeh di Jogja ni.”
“Hah?” Ayu spontan menegakkan badannya. “Ko’, baru ngabarin sih Jod? Udah berapa hari lu di sini?”
“Baru…Baru nyampe tadi malem…Ini lagi siap-siap. Ternyata acara keluarganye hari ini..Mungkin besok kite baru ketemuan yak.”
“Oh…Gitu…Yaudah deh gak papa.” Sungut Ayu. Sebenarnya ingin sekali ia menceritakan apa yang akan ia hadapi sekarang ini. Tapi kelihatannya tidak mungkin. Jodi kelihatannya juga sedang sibuk mengikuti acara keluarganya. Toh dia ada di sini juga bukan special untuk dirinya kan? Memang ada acara keluarga. Sedangkan bertemu dengannya is second option.
“Lu kenape Yu? Marah ye gara-gara gue baru ngabarin lagi…?”
“Enggak Jod…Udah, lu kelarin dulu acara keluarganya. Gue juga masih ada urusan. Besok gue ceritain semuanya ama loe ya.”
“Oke sip, gue udeh di tempat acara ni. Sampe ketemu besok ye Yu. Bye…”
“Telponan ama siapa lu Jod? Mesra amat? Baru juga semalem nyampe, udah mau ketemuan lagi.” Tegur sepupu Jodi.
“Mau tau aje lu urusan orang. Ngomong-ngomong ini kite mau ngapain ya dimari Bude?”
“Hahaha…Kamu ini…Sekali-sekali belajar budaya Jawa..Itu kenapa Bude ajak kamu ke sini.”
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ayu semakin gelisah. Degup jantungnya entah kenapa semakin berdetak tak beraturan. Ia hanya bisa mondar-mandir di dalam kamarnya. Ibu memang meminta Ayu untuk menunggu di dalam kamar saja..Nanti begitu tamunya sudah mau sampai baru Ayu harus keluar. “Haduh…lama-lama bisa pingsan ni kelamaan sport jantung.” Keluh Ayu yang masih mondar-mandir seperti setrikaan.
“Nduk…Ayu…” Tiba-tiba Ibu berteriak dari ruang tengah, dan semakin lama suaranya semakin mendekat. “Nduk…Ayo. Tamunya sudah datang..” Ibu  segera menarik tangan Ayu yang sedikit agak basah karena gugup dan berkeringat. Wajah Ayu semakin terlihat tegang. Berbeda dengan Ibu yang malah terlihat tidak sabar dan sumringah. “Ayo to nduk jalannya agak cepet. Kasian tamunya nanti nunggu terlalu lama. Dimas, Retno, ayo dibukakan pintunya.” Dalam hitungan detik Ayu dan keluarganya sudah berada persis di ruang tamu dan pas di depan pintu. Dimas dan Retno membukakan pintu rumah mereka bersamaan. Sementara Ayu berusaha menyembunyikan wajahnya di balik badan Dimas yang tinggi tegap. Badan dan wajah Ayu pun malah menjadi tersamarkan. Pintu ruang tamu resmi terbuka. Terlihat wanita setengah baya yang mengenakan kebaya dan sanggul komplit. Hampir sama seperti ibu. Mungkin ini yang ibu sebut-sebut Jeng Tatik dari beberapa waktu lalu. Baru saja Ayu membatin, kedua wanita setengah baya itu sekarang sudah ada dalam suasana akrab, saling menempelkan pipi kiri dan kanan mereka, serta sudah saling berpelukan layaknya orang yang sudah lama tidak bertemu. Padahal baru kemarin Ibu cerita bertemu dengan Jeng Tatik baru beberapa hari yang lalu dari hari ini. “Kenalkan Jeng…Ini lho..yang namanya Ayu. Anak ku. Ayo Ayu, kasih salam..” Ayu meraih tangan wanita setengah baya yang teman Ibu nya itu, lalu dengan sedikit agak menunduk mencium tangan wanita itu.
“Walah…Yo pancen ayu tenan anakmu iki. Hehehe…” mereka saling tertawa bersamaan. Entah apa artinya semua itu. Ayu semakin bingung. Ia ikuti saja semua ini untuk Ibu.
“Loh, bapaknya mana..Ko’ ndak keliatan to Jeng?”
“Iya Jeng..Bapaknya lagi ada bisnis. Biasa masih di luar kota..Kalo bapaknya sih manut wae…Kalo anaknya seneng bapaknya juga seneng..hihihi…” Ayu semakin mengernyitkan keningnya mendengar percakapan antara dua wanita yang ada di depannya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Lah terus mana anakmu…?” Tanya Ibu Ayu. Kemudian muncul seorang pemuda yang turun dari mobil, lalu jalan mendekat ke arah pintu rumah Ayu. Tapi tunggu dulu. Bukannya…Bukannya itu…
“Jodi….????!” Ayu setengah menjerit melihat ternyata yang mendekat ke arah rumahnya adalah Jodi. Partner kerjanya, dan juga sahabatnya. Jadi ini acara keluarga yang kemarin Jodi bilang. Ternyata ia yang akan dijodohkan dengan Jodi. Mana bisa begitu…Otak Ayu belum bisa mencerna semua ini. Ia masih panik. “Ini tidak bisa…Tidak bisa jadi…” hati Ayu semakin tak karuan rasanya.
“Lah Yu, lu ngapain dimari?”
“Ini rumah gue Jod…Lu sendiri…Lu sendiri…Kenapa bisa…? Tunggu dulu tunggu dulu. Nyokap lu kan orang betawi Jod. Ibu Tatik bukan nyokap lu kan?” Ayu semakin tidak mengerti dengan yang terjadi dengan hidupnya detik ini.
“Loh, kalian sudah saling kenal to?” Ibu Tatik langsung menyambar tanda tanya yang ada di otak Ayu. “Ini ponakan saya nak Ayu..Jodi ini anaknya adik saya yang di Jakarta..Sengaja kemaren saya ajak biar tau budaya dan adat istiadat di Jawa itu seperti apa…”
“Oh….gitu…Syukurlah. Fiuh…” Ayu membatin dan menghela nafasnya lega.
“Jadi ceritanye, ini acare perjodohan ye? Jadi si buluk eno mau dijodohin same sahabat saya ini ye Bude?” Tanya Jodi kepada Ibu Tatik sambil menunjuk seorang laki-laki yang bertubuh atletis yang juga baru turun dari mobil. Ibu Tatik hanya tersenyum dan mengedipkan matanya kepada Jodi. Laki-laki itu terlihat gagah dengan mengenakan baju batik dan celana jeans nya. Tapi entah mengapa degup jantung Ayu semakin bergerak cepat. Seperti takut, seperti penasaran. Degup jantung yang tidak wajar jika Ayu boleh menyebutnya.
“Nah…Yang itu baru anak saya Jeng..” Ibu Tatik ikut-ikutan menunjuk tepat ketika laki-laki itu melangkah masuk menuju beranda rumah keluarga Ayu. Betapa kagetnya Ayu ketika melihat laki-laki itu. Lebih terkejut daripada tadi ketika tahu Jodi yang ada di rumahnya. Jantung Ayu serasa dilepas dari tempat yang semestinya. Nafasnya tiba-tiba tertahan begitu saja. Matanya bergerak diam tak mengisyaratkan apapun. “Tuhan…Katakan semua ini tidak benar Tuhan…Tolong katakan…” Batin Ayu berteriak. Matanya tiba-tiba berkaca-kaca. Laki-laki itu pun terhenyak melihat Ayu. Kini ketika mata mereka saling bertemu, mereka hanya bisa terdiam. “Kalian ko’ diem-dieman gini?”
“Ayu….”
“Ben….”
“Loh loh loh, kalian sudah saling kenal?” Tanya Ibu Ayu heran.
“Walah…Tau gitu sudah dari kemaren-kemaren kita besanan ya Jeng…” Sahut Ibu Tatik. “Hahaha…”
“Iye Yu, lu ko’ kagak pernah cerite? Kenal si kacrut dimane?” Kedua sejoli itu tidak saling menyahut. Tapi hanya saling berpandangan satu sama lain. “Hhhmm…Hhhmmm…mulai deh ni. Benih-benih cinte udeh keliatan…” Ledek Jodi. “Hahahaha….” Tawa pun menggelegar dalam ruangan itu. Dan Beno tak henti-hentinya menatap Ayu. Rasanya seperti ada air segar…yang mengguyur kepalanya saat ini. Ya. Setelah hatinya sakit dan kecewa semenjak kepergian Vhera, Beno merasa inilah jawaban dari semuanya. Berikut pertemuan-pertemuan tak disengajanya dengan Ayu, semakin membuat Beno yakin bahwa Tuhan telah menggariskan semua yang terjadi dalam hidupnya untuk menyimpan yang terbaik.
Begitu juga hal nya dengan Ayu. Pria yang dikaguminya selama ini, ternyata adalah pria yang juga akan dijodohkan dengannya oleh Ibu beberapa waktu yang lalu. Yang ditolaknya mentah-mentah karena Ayu tidak menyukai adanya perjodohan seperti apapun. Tapi kalau yang dijodohkan adalah Beno, pria yang memang dikaguminya, siapa yang bisa menolaknya? Ayu mulai menyukai semua hal yang dipersiapkan oleh Ibu nya ini. Dan ketika matanya kembali menatap mata Beno, tampak Beno tersenyum lebar untuknya. Ayu membalas senyum itu. Entah mengapa matanya terasa mulai berkaca-kaca. “Tuhan tolong hentikan waktu saat ini. Agar keindahan ini tetap ada…” Batin Ayu kini bisa berbahagia….
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kedua keluarga yang saling bertemu ini sudah terlihat sangat akrab dalam beberapa saat saja. Terlebih Ayu yang sangat terlihat bahagia ketika mengetahui semuanya. Sepertinya segala sesuatunya memang sudah dirancang indah pada waktunya. Beno yang ternyata adalah pria pilihan keluarganya, Jodi yang merupakan sepupu dari Beno. Sangat indah menurut Ayu.
Beno sudah menceritakan semuanya. Mengenai alasan kepindahannya kembali ke Jogja. Dan Vhera yang meninggalkannya karena pekerjaannya yang menghabiskan sebagian besar waktu Beno. Ayu sempat mengucapkan ikut sedih atas peristiwa yang menimpa Beno. Tapi Beno bilang, “Kalau semuanya tergantikan dengan kamu, kesedihan sudah tidak ada artinya.” Betapa melambungnya hati Ayu saat ini.

MY HAPPY ENDING LIFE….
Semakin syahdu malam ini dengan angin yang menderu desah…
Aku pikir, hidup ini hanya singgah sebentar…lalu minum-minum kopi

Tapi memang minum-minum kopi dan menanam biji-biji kopinya sampai pada akhirnya minum-minum kopi lagi.

Suatu proses yang berkelana entah sampai kapan
Demi memikat tujuan agar tidak terlalu lama menunggu

Dan aku merindukan, agar keindahan itu tetap ada… J

                                                                                                                        HIDUP ITU KOPI
                                                                                                      To   : Beno Wicaksono
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Beno menggenggam erat tangan Ayu. Tidak perlu waktu yang cukup lama untuk mengenal Ayu. Dan tidak perlu waktu yang lama pula untuk keduanya memutuskan segera bertunangan. “Aku gak keberatan ko’. Kalo kamu tetep mau jadi wanita karier. Entah itu di Jakarta atau di Jogja, kamu yang tentukan. Kamu mau kembali ke kantor kamu yang lama juga gak ada masalah. Toh sekarang sudah ada aku. Kalo sampe Reno macem-macem biar dia berhadapan sama aku.”
“Aku juga gak keberatan kalo kamu kerja lagi kaya’ dulu. Aku janji gak akan seperti pacar-pacar kamu yang sebelumya. Aku tahu kamu kerja juga demi masa depan yang lebih baik.”
“Makasih ya sayang…Kamu memang perempuan pilihan yang terbaik buat aku. Entah syukur seperti apa lagi yang harus aku ucapkan sama Tuhan karena sudah mempertemukan kita.” Beno membelai rambut indah Ayu dan mencium kening wanita yang ada di hadapannya saat ini.
“I love you…” Ayu hanya tersenyum salah tingkah dan menunduk mendengar ucapan Beno.. Tiba-tiba Beno mengangkat dagu Ayu dengan jarinya lembut. Didongakkannya wajah yang ayu itu. Beno mendekatkan wajahnya ke arah Ayu. Ayu terdiam. Dan saat ini bibir mereka sudah saling bertaut untuk beberapa saat.
“I love you too…” Keduanya pun tersenyum bahagia..


-THE HAPPY ENDING-
------------------------------------------------------------------------------------------------------------